Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Iblis vs Malaikat dalam Bilangan Fu

11 Februari 2019   07:10 Diperbarui: 11 Februari 2019   07:14 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melalui mimpi Sebul membisiki Yuda tentang bilangan Fu. Bilangan yang menyerupai obat nyamuk bakar, melingkar keluar bagai labirin yang disebut Hu. Bilangan Fu menurut Ayu adalah bilangan yang menghasilkan satu jika dibagi maupun dikali satu, namun bilangan itu bukan satu.

Sekelumit Kisah

Daerah selatan Jawa, Sewugunung dengan perbukitan gamping bernama Watugunung menjadi latar tempat Ayu menghadirkan  sosok Yuda.  Pemanjat tebing yang gemar menggunakan pemanjatan artifisial. Kala membuka jalur pemanjatan baru di Watugunung,tak dinyana Yuda bertemu dengan Jati, warga Sewugunung yang hendak mengadakan penelitian arkeogeologi.

Sebagai penduduk asli, Jati dilanda keresahan terhadap nasib pegunungan gamping Watugunung tereksploitasi tak terkendali. Jati menyadarkan Yuda bahwa Watugunung laksana vagina raksasa. 

Oleh sebab itu, Yuda harus mengubah dari pemanjatan artifisial menjadi pemanjatan bersih. Seusai Yuda menganut pemanjatan bersih, hubungannya dengan Jati dekat bak saudara.

Melalui Jati ("si malaikat") yang berjari tangan dua belas, Ayu Utami menyuarakan keresahan dan beragam gagasannya tentang spiritualisme kritis. Keresahan dan beragam perdebatan tentang spiritualisme kritis dalam novel terjadi melalui debat ataupun dialog antara Yuda dengan Jati. Yuda berkarakter rasional dan modern tidak memercayai takhayul. 

Sebaliknya, Jati sungguh menghargai jagad kosmos. Ia memercayai bahwa di setiap bagian jagad raya ada "penunggu". Pemanjatan bersih adalah yang selalu digelorakan oleh Jati. Dalam memanjat jangan melubangi, memaku, dan merusak tebing.

Sebagai individu rasional dan modern bagi Yuda hanya ada dua jenis pemanjatan, pemanjatan bersih dan pemanjatan artifisial. Pemanjatan bersih adalah pemanjatan tanpa menggunakan alat bantu untuk menambah ketinggian. 

Lalu, pemanjatan artifisial adalah pemanjatan dengan menggunakan peralatan untuk sesekali menderek badan ke atas. Kedua pemanjatan ini membolehkan pemanjat mengebor gantungan pada tebing baik untuk pengaman maupun mengatrol.

Pemanjatan bersih menurut Parang Jati adalah pemanjatan suci (sacred climbing), tidak ada pemanjat yang boleh melukai tebing. Dalam pemanjatan jenis ini tidak boleh ada bor, piton, paku maupun pasak, hanya boleh ada pengaman perangko, penahan, sisip, pegas, dan tali-tali ambin. Pengaman untuk jenis pemanjatan ini bahkan hanya dipasang sesuai dengan sifat batu tanpa merusaknya sama sekali (hlm. 82).

Sisi berbeda, Yuda menganut pendakian modern. Pendakian yang dilabeli oleh Jati sebagai pendakian kotor. Pendakian yang melubangi, memaku, dan merusak tebing dalam rangka mencapai puncak. Oposisi biner antara Jati dan Yuda yang membuat novel ini sungguh menarik disimak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun