Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Iblis vs Malaikat dalam Bilangan Fu

11 Februari 2019   07:10 Diperbarui: 11 Februari 2019   07:14 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca sastra adalah untuk merawat jiwa dan kewarasan. Konon suatu bangsa yang barbar adalah bangsa yang tiada pernah membaca karya sastra.  Karya sastra yang merupakan produk kebudayaan sungguh memiliki daya pengubah.

Mengapa produk kebudayaan dapat mengubah, karena para kreatornya berjerih payah dan mengerahkan refleksi batin untuk menciptakan suatu karya. 

Goenawan Mohamad, dalam buku sekumpulan Catatan Pinggir 3 (hlm. 424), mengungkapkan bahwa kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin.

Salah satu sosok yang menggunakan karya sastra sebagai kekuatan pengubah adalah Ayu Utami. Penulis yang berlatarbelakang wartawan dan aktivis ini berhasil mengubah lanskap kesusasteraan Indonesia kala ia menelurkan novel, Saman (KPG, 1998). Novel yang kemudian menjadi laris tersebut berhasil menbongkar beberapa tabu (seksualitas) yang sebelumnya minim diungkap dalam ragam novel Indonesia.

Novel Saman tidak hanya laris dalam sisi penjualan semata, namun diganjar penghargaan dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri novel Saman terpilih sebagai pemenang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dari Belanda berkat novel Saman, Ayu memperoleh Prince Claus Award tahun 2000.

Bilangan Fu

Seusai mengelegar dengan novel perdana, Saman Ayu Utami semakin produktif berkarya. Berturut-turut karyanya: Larung (KPG, 2000), Si Parasit Lajang (GagasMedia, 2003), Sidang Susila (Spasi, 2008). Juni 2008 terbitlah novel ketiga Ayu Utami, Bilangan Fu. 

Ayu mengungkapkan bahwa novel Bilangan Fu memakan waktu hingga empat tahun dalam pembuatan. Novel yang mengangkat dunia panjat tebing, beragam hal spiritual seperti mitos, takhayul, dan monotheisme.

Bilangan Fu adalah sebuah bilangan yang meyesaki benak tokoh utamanya, Sandi Yuda ("si iblis"). Ia merupakan seorang pemanjat tebing dan petaruh sejati. Selain Yuda, novel Bilangan Fu menampilkan Parang Jati.

Ia adalah seorang mahasiswa Geologi ITB semester akhir dan penduduk asli lereng Watugunung. Marja, seorang gadis bertubuh kuda feji dan berjiwa matahari. Mereka bertiga terlibat dalam cinta segitiga.

Yuda diguncang beragam kejadian kala di Watugunung. Alkisah dalam sebuah mimpi ia bertemu sang penunggu gunung, disebut Sebul. Sebul merupakan makhluk berkaki serigala, berpayudara, dan berkelamin ganda. 

Melalui mimpi Sebul membisiki Yuda tentang bilangan Fu. Bilangan yang menyerupai obat nyamuk bakar, melingkar keluar bagai labirin yang disebut Hu. Bilangan Fu menurut Ayu adalah bilangan yang menghasilkan satu jika dibagi maupun dikali satu, namun bilangan itu bukan satu.

Sekelumit Kisah

Daerah selatan Jawa, Sewugunung dengan perbukitan gamping bernama Watugunung menjadi latar tempat Ayu menghadirkan  sosok Yuda.  Pemanjat tebing yang gemar menggunakan pemanjatan artifisial. Kala membuka jalur pemanjatan baru di Watugunung,tak dinyana Yuda bertemu dengan Jati, warga Sewugunung yang hendak mengadakan penelitian arkeogeologi.

Sebagai penduduk asli, Jati dilanda keresahan terhadap nasib pegunungan gamping Watugunung tereksploitasi tak terkendali. Jati menyadarkan Yuda bahwa Watugunung laksana vagina raksasa. 

Oleh sebab itu, Yuda harus mengubah dari pemanjatan artifisial menjadi pemanjatan bersih. Seusai Yuda menganut pemanjatan bersih, hubungannya dengan Jati dekat bak saudara.

Melalui Jati ("si malaikat") yang berjari tangan dua belas, Ayu Utami menyuarakan keresahan dan beragam gagasannya tentang spiritualisme kritis. Keresahan dan beragam perdebatan tentang spiritualisme kritis dalam novel terjadi melalui debat ataupun dialog antara Yuda dengan Jati. Yuda berkarakter rasional dan modern tidak memercayai takhayul. 

Sebaliknya, Jati sungguh menghargai jagad kosmos. Ia memercayai bahwa di setiap bagian jagad raya ada "penunggu". Pemanjatan bersih adalah yang selalu digelorakan oleh Jati. Dalam memanjat jangan melubangi, memaku, dan merusak tebing.

Sebagai individu rasional dan modern bagi Yuda hanya ada dua jenis pemanjatan, pemanjatan bersih dan pemanjatan artifisial. Pemanjatan bersih adalah pemanjatan tanpa menggunakan alat bantu untuk menambah ketinggian. 

Lalu, pemanjatan artifisial adalah pemanjatan dengan menggunakan peralatan untuk sesekali menderek badan ke atas. Kedua pemanjatan ini membolehkan pemanjat mengebor gantungan pada tebing baik untuk pengaman maupun mengatrol.

Pemanjatan bersih menurut Parang Jati adalah pemanjatan suci (sacred climbing), tidak ada pemanjat yang boleh melukai tebing. Dalam pemanjatan jenis ini tidak boleh ada bor, piton, paku maupun pasak, hanya boleh ada pengaman perangko, penahan, sisip, pegas, dan tali-tali ambin. Pengaman untuk jenis pemanjatan ini bahkan hanya dipasang sesuai dengan sifat batu tanpa merusaknya sama sekali (hlm. 82).

Sisi berbeda, Yuda menganut pendakian modern. Pendakian yang dilabeli oleh Jati sebagai pendakian kotor. Pendakian yang melubangi, memaku, dan merusak tebing dalam rangka mencapai puncak. Oposisi biner antara Jati dan Yuda yang membuat novel ini sungguh menarik disimak.

Foto: dokpri
Foto: dokpri
Iblis dan Malaikat dalam Kehidupan

Novel Bilangan Fu mengupas situasi setelah reformasi. Menurut Ayu, ada tiga (3 M) yang terdiri atas modernisme, monoteisme, dan militerisme. Yang bertalian menciptakan banyak masalah yang melanda bangsa. 

Modernisme membuka beragam paradigma positif dengan beragam penemuan teknologi yang memudahkan kerja manusia. Namun, melalui teknologi pula eksploitasi sumber daya alam terjadi yang menyebabkan degradasi lingkungan hingga tingkat mengerikan.

Modernisme pula yang mengikis beragam kepercayaan dan kearifan lokal yang di masa lalu mampu menjaga hutan dan kawasan perbukitan gamping Sewugunung. Kepercayaan lokal terhadap mitos roh-roh, mambang, demit, siluman mencegah manusia melakukan perusakan alam.

Malaikat dalam novel dihadirkan oleh Ayu melalui sosok Jati. Sebagai simbol dari pencegahan perusakan alam secara sengaja,  Jati menyadarkan Yuda pemanjatan bersih nan suci.

Persekongkolan iblis menjelma melalui perkawinan militer dan kapitalis. Mereka bersekongkol dengan jahat mengeksploitasi alam. Di Sewugunung terjadi penebangan jati legal maupun ilegal dengan Pontiman Sutalip, kepala desa yang adalah prajurit angkatan darat berada di belakangnya. 

Masyarakat setempat tidak bisa melakukan apa-apa untuk menantangnya. Si malaikat Jati pasang badan menantang aksi eksploitasi serta mengusahakan pegunungan gamping Watugunung untuk dijadikan kawasan konservasi.

Dalam novel juga diungkapkan tentang monoteisme. Tuhan adalah satu bagi monoteisme. Akibatnya, monoteisme sulit menerima perbedaan serta mudah tergelincir bersikap intoleran. Modernisme dan monoteisme berpadu menisbikan kepercayaan lokal dan agen penghancur kebudayaan lokal.

Konflik monoteisme dengan kepercayaan lokal terungkap melalui pertentangan Jati yang menghormati kepercayaan lokal dan Kupukupu, saudaranya sendiri. Kupukupu menghujat kepercayaan lokal untuk memaksakan kebenaran agamanya sendiri.

Keunggulan dan Kekurangan

Membaca Bilangan Fu tidak dapat dilakukan sambil lalu. Pembaca perlu masuk secara intens dalam kisah yang dijahit sedemikian apik oleh Ayu. Gaya penulisan dengan kalimat-kalimat pendek sepertinya dengan sadar dipilih oleh Ayu sehingga beragam mitos, legenda, takhayul, sejarah Babad Tanah Jawi, sejarah Mataram, petikan ragam ayat Alkitab, dan ragam upacara keagamaan yang mewarnai kisah dalam novel dapat dinikmati oleh pembaca.

Beragam  beragam mitos, legenda, takhayul, sejarah Babad Tanah Jawi, sejarah Mataram, petikan ragam ayat Alkitab, dan ragam upacara keagamaan menjadikan Bilangan Fu menjadi sebuah novel yang cukup berat. Cukup melelahkan, serta diperlukan kesabaran membaca hingga menamatkannya. Selain itu, ragam kliping berita dari koran dan majalah yang direkatkan di sana-sini cukup menguras kesabaran pembaca.

Spiritualisme Kritis

Identifikasi spiritual para tokoh Bilangan Fu ditemukan pula kepercayaan berbasis lokal. Spiritualitas lokal yang berbasis kepercayaan dan kearifan suatu daerah cukup mampu sebagai tuntunan berkehidupan dan mendukung pelestarian lingkungan. Spiritualitas lokal yang mampu menghadirkan harmoni sosial dan harmoni alam kehidupan.

Bilangan Fu berhasil menjadi corong mengungkap beragam wacana spiritual di mana para tokoh tetap menghormati ragam wacana spiritual tersebut sekaligus mampu bersikap kritis. Hingga tidak terjerembab dalam khotbah hitam dan putih. Bahasa Ayu adalah menghargai yang spiritual tanpa mengkhianati nalar kritis.

Seusai membaca novel ini, puan dan tuan pembaca semakin dapat memahami sungguh membahagiakan menganut paham spiritualisme kritis. Sebagai umat beriman, manusia dapat tetap percaya apa yang diimani, entah itu disebut Tuhan atau non tuhan (entitas apa pun), tetapi tetap perlu memelihara sikap kritis pada apa yang diimani tersebut, sehingga manusia tidak  tergopoh-gopoh serta gegabah menerapkan suatu kebenaran pada orang lain. Sejatinya, kebenaran tertinggi masih misteri dan rahasia ilahi. 

  • Judul: Bilangan Fu
  • Penulis: Ayu Utami
  • Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
  • Cetakan: kedua, Oktober 2018
  • Halaman: 560
  • Dimensi: 13,5 x 20 cm
  • ISBN: 9786024243975
  • Sampul: Soft

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun