Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerita tentang Hujan] Aninta, Buku Ini Aku Pinjam

14 Februari 2020   08:55 Diperbarui: 14 Februari 2020   09:17 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendung hitam berarak menyelimuti matahari dan langit yang ada di sekelilingnya. Suasana kelasku yang hening pun menjadi redup. Semilir angin dingin menerobos masuk melalui jendela di samping meja guru yang terbuka semua.

Angin itu begitu kencang hingga memburaikan helaian rambut hitam panjang seorang gadis yang duduk di bangku kiri depanku. Tepat ketika Aku menoleh ke meja guru pasti terhalang oleh sebagian sisi manis wajahnya. Sejenak dia membiarkan rambutnya terburai oleh angin nakal itu. Dan sejenak itu pula Aku menikmati momentnya. Aku benar-benar tertegun memandangnya. Hingga beberapa saat lamanya Aku melupakan soal-soal yang harus kukerjakan dari papan tulis.

Mendung hitam akhirnya tak kuasa menahan rindunya pada tanah. Satu persatu butiran air hujan turun. Semakin lama semakin deras. Dan angin kembali berhembus kencang membawa sebagian butir air hujan itu masuk melalui jendela di samping meja guru.

Bu Erma, guru biologi sekaligus wali kelasku yang saat itu sedang mengajar, harus berdiri dari tempat duduknya dan menutup semua bagian jendela. Suasana kelas bagian depan, terutama papan tulis menjadi agak gelap.

"Alex, tolong nyalakan lampu depan, biar teman-temanmu dapat membaca dan mengerjakan soal dari papan tulis dengan nyaman," pinta Bu Erma dengan nada pelan pada Alex yang duduk di bangku depan meja guru dekat sakelar lampu.

"Kenapa juga harus ditutup semua jendela itu, Bu?" tanya Alex ketika lampu telah menyala.

"Kasihan Aninta. Lihat rambut panjangnya terburai oleh angin. Ibu khawatir wajah cantiknya ikut terbawa angin juga," jawab Bu Erma memecah keheningan kelas.

Sontak semua siswa bersorak saat mendengar joke segar dari Bu Erma. Aninta pun tak kuasa menyembunyikan rasa malunya. Dia berusaha membuang mukanya yang telah merah padam. Sialnya, Aninta menoleh ke arahku di saat Aku masih memperhatikannya. Sejenak Aku beradu pandang dengannya. Dia tersenyum manis, tapi cepat-cepat menutup mulut dengan tangannya.

"Ibu salah! Aninta ternyata masih tetap cantik meski angin kencang menyapu wajahnya," kataku di sambut sorak-sorai teman-teman. Dan Aku kembali tersenyum padanya saat kulihat Aninta berusaha mencuri pandang ke arahku.

Aninta .... Dia murid baru di kelasku. Baru dua minggu dia duduk di bangku itu dan mengikuti pelajaran di semester dua kelas dua SMA-ku, SMA Delayota Jogja. Semenjak peristiwa itu Aku sering menggodanya. Dan sejak saat itu pula Aku semakin dekat dengan Aninta.

"Boleh buku ini aku pinjam?" Aku mengambil buku catatan biologi yang tergeletak di meja Aninta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun