Di kampungku, ada pula pendatang dari Jawa, Toraja, dan Flores yang kawin-mawin dengan pemuda-pemudi asli Dayak. Jadi sejatinya masyarakat asli Kalimantan itu sangat terbuka dan ramah.Â
Justru masyarakat asli di kampungku sangat menghargai para pendatang yang membawa pengalaman hidup berbeda. Apalagi, para pendatang juga berperan sebagai guru dan pemuka agama yang mampu mengayomi.Â
Seperti pada masyarakat lain, etika dan hukum adat berlaku untuk menjamin kedamaian. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Hukum Emas berlaku di mana saja: Perlakukanlah orang lain dengan baik seperti engkau ingin diperlakukan baik.Â
Kalimantan, si gadis manis yang membuatku tak mau pulangÂ
Rasanya kurang lengkap jika tak menyinggung Kalimantan sebagai si gadis manis nan memesona. Arti frasa "Kalimantan si gadis manis" bermakna ganda.Â
Pertama, gadis-gadis yang aku temui di sana memang sungguh manis. Jujurly, ini juga yang membuatku berat meninggalkan Kalimantan setelah magang usai.
Rahasia ketampanan pemuda dan kecantikan gadis Kalimantan kiranya ada beberapa. Pertama, mereka makan sehat. Daun singkong, pucuk pakis sungai, beras tanpa pupuk kimia, dan ikan segar.Â
Kedua, mereka hidup di alam yang lestari. Berteman kepak sayap burung rangkong. Di bawah naungan pohon maritam dan manggeris.
Ketiga, ada skincare ala Dayak yang murah meriah tapi bikin glowing bak selebgram. Namanya bedak dingin. Kandungan fitokimia bedak dingin yaitu Gamma oryzanol yang berfungsi sebagai antioksidan. Â Ada pula daun gelinggang (Cassia alata L) untuk atasi jerawat.Â
Lebih dari pesona fisik warganya, Kalimantan memang ibarat gadis manis yang membuat siapa saja tak mau pulang. Kekayaan alam, budaya, dan keramahan warganya membuat siapa pun jatuh hati. Tak heran, ibu kota baru Indonesia yang dinamai Nusantara berlokasi di Kalimantan.Â