Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kalau Mau Jadi (Calon) Presiden dan Ketua Partai, Belajar Jadi Ketua RT Dulu

8 Februari 2021   06:20 Diperbarui: 6 Juli 2022   20:24 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jagad politik Indonesia telanjur kental dengan politik dinasti. Keluarga politikus beranak-pinak juga dalam kancah jabatan politik. Bapaknya gubernur, istrinya anggota DPRD, anak-anaknya pula. 

Sejatinya dinasti politik tidak selalu buruk. Zaman kerajaan-kerajaan Nusantara pun politik hampir selalu bercorak politik dinasti, bukan? Akan tetapi, toh ada raja-raja yang bijaksana dan dicintai rakyatnya karena bersikap adil dan jujur. 

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam sebuah acara pernah mengungkapkan sisi positif dinasti politik dalam hal penerusan ilmu politik kepada generasi penerus.

Dinasti politik dapat menjadi proses mentorship di mana tokoh politik akan menularkan pengalamannya berpolitik secara langsung kepada anggota keluarganya, seperti yang terjadi di India, Filipina dan Amerika Serikat. Demikian pendapat Muhtadi.

Pada hemat saya, menjadi masalah ketika dinasti politik gagal menghasilkan calon politikus dan politikus muda yang bermutu. Tampak nyata dalam sosok-sosok politikus muda yang emosional dan sok kuasa. Juga kelihatan dalam komunikasi publik yang kurang simpatik. Padahal, sebagian besar dari mereka adalah orang-orang terdidik.

Sungguh, ketika aneka dinasti politik menghasilkan sejumlah oknum politikus muda karbitan yang hanya mengandalkan sosok orang tua yang pernah atau sedang berkuasa, seluruh rakyat Indonesia patut prihatin. 


Mau jadi presiden? Belajar jadi ketua RT dulu

Kebetulan ibundaku juga (mantan) kader sejumlah parpol. Jadi aku tahu bagaimana suka duka jadi politikus tingkat lokal. Ibuku pernah mencalonkan diri jadi calon anggota DPRD II melalui berbagai parpol. Tujuan mulia beliau adalah untuk mewakili suara perempuan. Atau suara wanita, jika kata perempuan versi KBBI dianggap kurang sopan dan adil. Padahal, KBBI konon sekadar merekam sejarah bahasa. 

Tentang sepeda motor kami yang "disembelih" untuk biaya jadi caleg, tidak ingin aku ceritakan di sini. Biarlah jadi kenangan untuk keluarga kami saja.

Gagal dua kali jadi anggota dewan, ibuku tidak baperan. Beliau tetap aktif berkiprah demi kebaikan masyarakat. Beliau malang melintang di aneka kelompok warga. Karena itu, nama ibuku jauh lebih tenar daripada namaku di kota kecilku.

Karena pengabdian tulus itu, ibuku dipercaya jadi pengurus aneka organisasi. Terakhir, ibuku dipilih jadi ketua RT. Aku dan adik-adikku pun bangga punya ibu RT yang adalah ibuku sendiri. Bayangkan, Ibu RT rela mencuci baju kami...hehehe.

Menjadi ketua RT adalah latihan dan ujian sejati bagi (calon) politikus. Seorang ketua RT harus belajar bagaimana mendengarkan dan menanggapi suara warga yang beraneka. Seorang ketua RT wajib tahu cara menyampaikan gagasan dengan efektif dan sopan agar dipahami semua warga.

Sungguh, seharusnya ada revolusi politik di Indonesia. Seharusnya, tiap calon petinggi parpol, anggota dewan, dan calon pejabat tinggi wajib menjadi ketua RT agar belajar bagaimana jadi abdi rakyat di akar rumput!

Jadi, siapa pun yang ingin jadi (calon) presiden dan ketua umum partai perlu punya pengalaman jadi politikus yang sungguh berinteraksi dengan warga biasa. Bukan jadi petinggi karena politik dinasti saja.

Kaderisasi parpol yang cuma formalitas tanpa kualitas

Jujur, dalam pemberitaan media, sangat jarang kita mendengar kabar tentang program kaderisasi parpol yang sungguh bermutu. 

Yang kita dengar hanya tiba-tiba si Anu ditetapkan jadi calon presiden oleh partai XYZ. Tidak jelas rekam jejak pendidikan politik yang telah diberikan partai untuk para kadernya yang dicalonkan dalam pemilihan.

Lain halnya jika parpol mengumumkan demikian: Partai kami memilih si Anu karena dia lolos seleksi dari ratusan peserta sekolah kaderisasi parpol kami. Uji kompetensi yang telah si Anu lewati adalah wicara publik, pelatihan administrasi dan hukum, serta pengabdian masyarakat.

Seandainya tiap parpol transparan mengadakan seleksi kader, sistem politik kita akan menjadi sangat baik. Boleh saja anak presiden jadi wali kota atau anak mantan presiden jadi pejabat tinggi negara, asal memang punya kompetensi dan kualitas diri. Tentu jika aturan negara mengizinkan.

Kalau parpol-parpol Indonesia enggan mengadakan kaderisasi bermutu, ya kapan majunya politik kita. Jangan heran kalau tingkah polah sejumlah politikus muda membuat prihatin. Sebab mereka sebagian besar belum sungguh disiapkan jadi abdi rakyat. Seandainya mereka ini pernah jadi ketua RT, tentu bekal-bekal berpolitik dapat mereka serap. 

Majukan Indonesia, majukan RT masing-masing. Viva Pak RT dan Bu RT se-Indonesia! 

R.B., si anak Bu RT. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun