Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saya Jumpa Wanita Palestina di Israel (Kisah Humanis Hubungan Israel-Palestina)

19 Juli 2020   04:48 Diperbarui: 22 Juli 2020   18:51 3405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar dari Google Maps. Wilayah negara Palestina yang dianggap batas-batas yang disengketakan ditandai dengan garis abu-abu putus-putus.(KOMPAS.com/Arum Sutrisni Putri)

Baru-baru ini media massa ramai membahas mengenai Palestina yang tidak tersua dalam peta Google. Dilansir Kompas.com, pengguna aplikasi Peta Google kala mengetik kata Palestina akan diarahkan ke peta Israel.

Ada wilayah yang ditandai garis putus-putus, yakni Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sesuai kebijakan Google, wilayah yang masih jadi objek sengketa dilukiskan dengan garis abu-abu putus-putus. 

Tangkapan layar dari Google Maps. Wilayah negara Palestina yang dianggap batas-batas yang disengketakan ditandai dengan garis abu-abu putus-putus.(KOMPAS.com/Arum Sutrisni Putri)
Tangkapan layar dari Google Maps. Wilayah negara Palestina yang dianggap batas-batas yang disengketakan ditandai dengan garis abu-abu putus-putus.(KOMPAS.com/Arum Sutrisni Putri)
Sejatinya, 132 negara anggota PBB mengakui kedaulatan Palestina. Artinya, 82 persen warga dunia mengakui keberadaan Palestina sebagai negara berdaulat. Indonesia adalah salah satu negara yang mengakui kedaulatan Palestina. 

Sejarah konflik Israel-Palestina dapat disimak dalam beberapa artikel Kompas.com berikut ini: 1, 2. 

Perjalanan Saya ke Tanah Suci 

Beberapa tahun lalu, saya diberi kesempatan oleh Tuhan YME untuk mengikuti kursus arkeologi alkitabiah di Tanah Suci. Saya dapat memasuki wilayah Israel berkat status sebagai mahasiswa sebuah universitas yang memiliki hubungan baik dengan lembaga pendidikan di Yerusalem. 

Seandainya tidak, agak repot mengurus visa ke Israel. Maklum saja, setahu saya tidak ada hubungan diplomatik resmi antara Israel dan Indonesia. 

Para peziarah Indonesia yang mengadakan perjalanan ke Israel umumnya memasuki wilayah Israel dengan visa yang diurus pengelola wisata ziarah. 

Kala itu saya sempat sedikit kikuk waktu tiba di bandara Tel Aviv. Tak seperti rekan-rekan mahasiswa lain yang lancar jaya, saya dan seorang rekan asal Pakistan serta beberapa rekan lain melewati proses yang lebih lama.

Maklum saja, seperti orang Indonesia, orang Pakistan juga sulit masuk Israel karena panasnya hubungan politik kedua negara. 

Untunglah, saya akhirnya diizinkan keluar bandara. Sementara, rekan saya dari Pakistan tertahan beberapa jam sebelum akhirnya juga diperbolehkan masuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun