Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aktivisme Gen Z mengolah Swipe, share, March dari Feed ke Realita

19 September 2025   16:24 Diperbarui: 19 September 2025   17:12 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Demo Gen Z dari larangan media sosial di Nepal,  Imigrasi dan kebebasan berbicara di Inggris (Source: Viory—diolah menggunakan Canva)

Gen Z tidak hanya protes karena kecewa. mereka punya visi tentang masa depan yang lebih adil, transparan, dan inklusif. Mereka mengolah algoritma, tren viral, dan solidaritas digital menjadi gerakan nyata yang mengguncang sistem. 

Isu yang bikin meraka gerak itu beragam banget—mulai dari korupsi yang makin nggak masuk akal, sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, pengangguran kian meningkat, sampai kebebeasan berekspresi yang makin sempit. 

Disisi lain, mereka juga marah soal nepo kids (gaya hidup mewah anak politisi) yang hidup mewah dari uang rakyat, soal akses pendidikan dan kesehatan yang nggak merata, dan soal ruang digital yang dibatasi seenaknya.

Di Inggris, demo Gen Z dipicu kebijakan yang kontroversial: menolak retorika anti-imigran yang digaungkan oleh kelompok ekstrem kanan. Kebebasan berbicara yang mengklaim membela "kebebasan berbicara terbesar dalam sejarah inggris". Namun, banyak Gen Z yang melihat ini sebagai kedok untuk menyebarkan ujaran kebencian.

Mereka turun ke jalan untuk:

  • Menolak ujaran kebencian yang dibungkus kebebeasan berbicara
  • Membela hak imigran dan minoritas
  • Menuntut ruang publik yang aman dan inklusif

Demo ini mencerminkan pola yang sama seperti di Nepal, prancis, dan Indonesia: anak muda yang melek digital, sadar isu, dan berani bergerak. Ketika Gen Z bicara, dunia mulai mendengar—dan pemerintah pun tak bisa lagi menutup telinga. 

Resonansi global dari aksi-aksi anak muda, dari nepal hingga inggris, dari Prancis hingga Indonesia, menunjukkan bahwa suara Gen Z bukan sekadar riuh di media sosial, tapi gema yang mengguncang kebijakan. Pemerintah mulai menyadari: generasi ini tak hanya menuntut perubahan, mereka tahu cara menggerakannya.

**

Aktivivisme Gen Z tuh udah bukan cuma soal repost di story atau bikin thread panjang di X. Sekarang, dari feed ke realita, mereka turun langsung—ngumpul di taman, bikin diskusi, galang dana, bahkan buka lapak edukasi di warung kopi. Gerakannya nggak ribut, tapi ngena. 

Mereka tahu: perubahan nggak harus viral, yang penting berdampak. Jadi, kalau kamu melihat anak muda bawa poster, nyebar zine, atau ngajak ngobrol soal isu sosial sambil ngopi—itu bukan gaya-gayaan. Itu cara Gen Z bilang, "Kita peduli, dan kita bergerak."

Pemerintah seharusnya nggak cuma melihat aktivisme Gen Z sebagai "keributan anak muda", tapi sebagai sinyal kuat bahwa generasi ini peduli, melek isu, dan siap ikut membangun masa depan. Bukan waktunya lagi buat tutup telinga atau kasih janji kosong—yang dibutuhkan adalah ruang dialog, transportasi, dan keberanian untuk berubah bareng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun