***
Kesenian wayang tak lepas dari dalang dan wayang, yang di mainkan oleh manusia dan ditonton pula oleh manusia. Yang bisa menikmati, jalan cerita dan bisa mengikuti suasana hati dan olah karsa sang dalang.Â
Rasa sedih, senang, gembira, jengkel, selayaknya manusia mengalir secara alami selama pagelaran dan pertunjukkan. Bahkan penonton pada pagelaran wayang, tahan begadang semalam suntuk, menikmati suguhan jalan cerita sang dalang sampai selesai.
Bagi negara lain menggantikan wayang dengan robotik mungkin tidak masalah. Tapi bagi Negeri Indonesia, yang kaya dengan kesenian daerahnya, dan berbagai kearipan lokalnya tentu menjadi masalah di masa depan.
Indonesia tak kehabisan sumber daya manusia yang di jadikan dalang. Walaupun teknologi dan informasi sudah berkembang pesat, di tengah revolusi industri 5.0. Manusia sebagai pusat peradaban pada hal tertentu memerlukan robot untuk mempermudah pekerjaan.
Justru revolusi Industri 5.0 lebih menekankan interaksi manusia ke mesin dan sebaliknya bukan sekedar relasi mesin ke mesin dan efektivitas robotik sebagai pusat kegiatan.
***
Berbagai kekayaan intelektual yang bersumber dari kesenian, kebudayaan, makanan, dan lain sebagainya harus tetap dijaga dan dilestarikan.Â
Karena bisa saja yang telah di wariskan oleh nenek moyang zaman dulu, dari generasi ke generasi akan di klaim bangsa dan negara lain. Kalau anak-anak penerus bangsa tidak di ajarkan berkesenian  wayang sebagai dalang (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI