Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemilu dan Sistem Multipartai di Era Reformasi

28 Juli 2022   10:31 Diperbarui: 1 Agustus 2022   08:00 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian atap Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jl Imam Bonjol, Jakarta, sejak Kamis (29 April 1999) dipasangi 48 bendera partai politik peserta Pemilihan Umum 1999.| KOMPAS/Jhonny TG

Wajah Politik di era Reformasi

Setelah berakhirnya orde baru (Orba), yang berkuasa selama 32 tahun, dengan ditandai pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden. Perubahan sistem kepartaian, dari tripartai menjadi multipartai menjadi keniscayaan, dalam sistem dan wajah politik, demokrasi Indonesia.

Masa transisi Orde baru ke era reformasi melahirkan Undang-undang (UU) Pemilu yang baru, yaitu UU nomor 2 tahun 1999. Dengan terbitnya UU baru, yang mengatur partai politik (Parpol), menjadikan parpol bak jamur di musim hujan.

Diera awal reformasi, melahirkan 171 parpol baru. Dan sebanyak 141 parpol yang terdaftar secara resmi. Kemudian mengerucut lagi, menjadi 48 parpol yang lolos dan bisa mengikuti Pemilu pertama di era reformasi, tanggal 7 Juni 1999.

Hasil pemilu pertama, tahun 1999 diperoleh 5 partai, yang mendapatkan perolehan suara terbanyak, yaitu PDI Perjuangan (35.689.073) atau 33,73 persen, Golkar (23.741.749) atau 22,44 persen, PPP (11,329,905), PKB (13,336.982), dan posisi kelima PAN (7.528.956).

Apa dampak sistem multipartai bagi Indonesia?

Bangsa Indonesia, dalam perjalanan sejarah demokrasi yang dijalankan, pernah melaksanakan sistem demokrasi liberal (1950-1959), yang menimbulkan dampak persaingan yang tidak sehat. Parpol saling berkompetensi merebut kursi kekuasaan di pemerintahan.

Sistem multipartai juga membebaskan siapa saja yang berkeinginan untuk membentuk suatu partai politik. Selain itu, dari sudut pandang pemilih, menimbulkan kebingungan bagi masyarakat awam, dan kurang memahami siapa yang akan dipilih, dan tujuan yang pemilu dengan banyaknya parpol. 

Kurangnya sosialisasi parpol juga membuat tidak efisiensi dan ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi ke tempat pemungutan suara (TPS). 

Selain itu banyaknya partai, menimbulkan banyaknya kertas suara yang rusak dan meningkatnya suara golongan putih (golput). Terutama di pemilihan legislatif (Pileg), mengalami trend dari pilpres pada tahun 2019 yaitu 29,68 persen. 

Dari sisi baiknya, di pilpres, pemilu 2019 menurut lembaga survei Indonesia (LSI) mengalami titik terendah sejak 2004, untuk jumlah suara golput.

Ilustrasi/istimewa | sumber gambar : koransulindo.com
Ilustrasi/istimewa | sumber gambar : koransulindo.com

Bagaimana dengan Pemilu 2024, apakah masih multipartai?

Pemilu berikutnya di era reformasi akan berlangsung di tahun 2024. Untuk pemilu legislatif diperkirakan akan banyak diikuti parpol. Mengutip kompas.com, sebanyak 42 parpol yang sudah mendaftar di akun sistem informasi partai politik (Sipol) Pemilu 2024.

Akses untuk pendaftaran parpol, menurut Komisioner KPU Divisi Teknis Idham Holik, melalui Sipol akan ditutup pada tanggal 14 Agustus 2022 pukul 24.00 WIB. Setelah itu akan dilakukan verifikasi Parpol sebagai calon peserta pemilu 2024.

Dilihat dari jumlah parpol yang sudah mendaftar dan kemungkinan masih bertambah sampai waktu penutupan. Kontestasi peserta parpol yang mengikuti pemilu 2024, masih didominasi sistem multipartai.

Prasyarat parpol yang bisa lolos, dan menjadi peserta Pemilu 2024, diatur dengan Undang-undang (UU) nomor 7 tahun 2017, yaitu: 

  • Berbadan hukum sesuai dengan ketentuan UU.
  • Kepengurusan di seluruh daerah dan provinsi.
  • Mempunyai kepengurusan minimal 75 persen dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
  • Memiliki pengurus minimal 50 persen jumlah kecamatan di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
  • Adanya keterperwakilan prempuan 30 persen di pengurusan parpol ditingkat provinsi dan kabupaten/kota.
  • Memiliki anggota minimal 1.000 orang, atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan parpol.

Mana yang ideal, sedikit partai atau banyak partai di Pemilu 2024?

Hal yang utama dan penting didalam sistem pemilu yang ideal menurut penulis, apakah sedikit partai atau banyak partai di pemilu 2024?

Jawabannya adalah seberapa besar parpol bisa menyerap aspirasi rakyat dan bisa mengakomodasikannya demi kepentingan rakyat Indonesia. Tidak terletak di banyak dan sedikitnya partai yang mengikuti pemilu.

Banyak partai memang membuat kebingungan bagi pemula yang kurang sosialisasi oleh KPU dan partai yang bersangkutan, serta para lansia yang sudah ujur ketika harus memilih dan mempelototi kertas suara yang gambar parpolnya sangat banyak. 

Kebingungan sesaat, ketika berada di bilik suara, tidak hanya dialami yang sudah lansia tapi para pemula yang baru ikut pemilu, bisa menyebabkan asal coblos, dikarenakan kemiripan warna, gambar saat mencoblos.

Kalau mau disederhanakan dengan berbagai partai yang banyak dengan kesamaan azas, visi, dan misi partai lebih bagusnya dimerger menjadi satu partai dengan nama yang baru. Idealnya, kalau mau memudahkan pemilih, cukuplah 3 partai, seperti masa orde baru.

Namun, sepertinya sulit saat ini untuk diwujudkan. Karena banyaknya kepentingan politik. mungkin 10-20 tahun kedepan, baru bisa diwujudkan kembali pola sedikit partai. Selain itu wajah demokrasi Indonesia, juga memungkinkan untuk memiliki banyak partai.

Selain juga masih adanya traumatik politik Indonesia yang hanya mempunyai sedikit partai di era orde baru (orba), terdiri tiga partai. Besarnya kecenderungan partai yang sedikit memunculkan peran kekuasaan pemerintah menjadi lebih kuat dan otoriter seperti zaman orde baru. 

Adanya stigma partai yang tidak sepandangan dengan pemerintah dicap sebagai partai oposisi dan dimarginalkan, seperti yang pernah dialami Partai Demokrasi Perjuangan (PDI) dan Partai persatuan Pembangunan (PPP), dan istilah anak emas. Walaupun secara konstitusi, negara Indonesia, tidak mengenal yang namanya oposisi. 

Penulis | Riduannor, S.Pd | Samarinda, 28 Juli 2022 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun