Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cairo Oh Cairo

6 Februari 2011   03:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:51 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1296963319821775043

[caption id="attachment_89232" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi-Kedua kubu massa pro dan kontra Presiden Hosni Mubarak saling berhadap-hadapan/Admin (AFP PHOTO /STRINGER)"][/caption] Perjalanan hidup ini memang tidak linear. Selalu ada saja hal-hal baru yang menjadikan seseorang untuk berfikir dan menata ulang, untuk introspeksi atas apa yang terjadi. Manusia hanya berencana, membuat planning sebaik mungkin, namun tetap ada 'pelatih' yang sudah mensetting pertandingan agar berjalan baik, Dia memberi arahan dengan tanda-tanda yang diciptakanNya, tinggal apakah 'para pemain' mampu membaca arahan-arahan itu. Semua yang terjadi setiap detik, selalu ada arahan dari Sang Penguasa alam, ada tanda-tanda di sana "Bagi Kaum yang berfikir". Saya ingin berusaha membaca tanda-tanda itu. Kejadian penangkapan saya kemarin siang oleh militer Mesir bukanlah bersifat seketika. Ada penyebab yang mengakibatkan kenapa kami ditangkap. Saya tidak ingin menyinggung terlalu jauh. Di sekitar saya sudah banyak tanda-tandanya. Sejak awal, ketika Mesir rusuh tanggal 25 Januari, saya sudah memutuskan untuk mengambil langkah aman dengan tidak bekerja dan hanya berdiam diri di dalam rumah, tidak ke mana-mana. Namun, rasa tanggung jawab yang akhirnya saya mengambil keputusan lain ketika semua telekomunikasi diaktifkan kembali oleh pihak pemerintah Mesir. Begitu banyak permintaan yang masuk di nomor HP perusahaan yang saya pegang. Seiring proses evakuasi yang terus berlanjut (walaupun lemot!) banyak teman-teman mahasiswa dan tenaga kerja yang bingung mau dikemanakan barangnya, sementara di Cairo sudah tidak aman. Mereka meminta kami untuk bisa membantu, karena selama ini saya bersama perusahaan selalu membantu teman-teman di Mesir untuk mengirimkan barang ke Indonesia. Ya, dari sinilah, dengan banyaknya permintaan dan permohonan dari teman-teman, akhirnya saya memutuskan untuk membantu mereka dan bekerja kembali dan tentu saya sudah menebak apa yang bakalan terjadi dengan keputusan saya ini. Namun, kami tetap mengambil langkah hati-hati atas keputusan yang diambil. Jika selama ini pelayanan dengan menjemput barang-barang dari rumah teman-teman, saya memutuskan untuk mengambil langkah aman, saya katakan, "jika benar-benar ingin mengirimkan barang ke Indonesia, silahkan bawa ke rumah, kami tidak bisa mengambil, semua diantar", mereka menerima dengan senang hati dan berbondong-bondong ke rumah. Hari pertama kerja semua berjalan seperti biasa, hanya beberapa tetangga yang selama ini baik dengan kami menengok ingin melihat apa yang terjadi, karena baru kali ini rumah saya dikerumuni oleh masa yang semuanya dari Indonesia, tetangga hanya takut dengan respon dari tetangga lain yang tidak tahu. Beberapa dari mereka juga memasuki rumah dan ingin melihat langsung sebenarnya apa yang hendak dikirim oleh teman-teman Indonesia dan kami katakan "kitab bas!", "hanya buku kok", mereka juga saya persilahkan untuk membuka karton-karton itu sampai akhirnya percaya. Hari kedua tidak jadi masalah, tetangga sudah mulai mengerti dan tahu diri, apalagi di samping rumah saya pas adalah juga kantor perusahaan minyak, sehingga satu apartemen ada beberapa kantor yang membuat kami nyaman untuk bekerja. Namun, ketika siang tiba, ada beberapa polisi datang ke rumah, lagi-lagi mereka penasaran saja kenapa kok ada kerumunan masa dengan membawa barang-barang. Mereka ingin memastikan saja isinya dan bertanya-tanya, salah satu dari tim saya akhirnya menjelaskan apa adanya dan tidak apa-apa. Polisi itu langsung keluar. Puncaknya adalah hari ketiga kemarin. Pada siang hari, tentara satu kompi menyerbu rumah kami, mereka tidak hanya membawa para prajurit, tapi juga membawa para pimpinannya juga. Untungnya Omar, sahabat kami orang Mesir pas ada di rumah karena pesanan di hotel dan restoran sedang sepi. Waktu itu saya sedang di kamar, menggarap data yang perlu saya persiapkan untuk pemberangkatan cargo kontainer ke Indonesia. Saya sedang mengetik dan membiarkan beberapa teman saya berhadapan dengan para militer itu. Salah seorang pimpinan militer memasuki kamar saya dan menyuruh saya keluar. Kebetulan di rumah sedang ada orang dua puluhan, mereka adalah teman-teman mahasiswa yang sedang mengirimkan barangnya. Kami semua disuruh berdiri berbaris dan digeledah satu persatu layaknya seorang tahanan. Hp yang dipegang teman-teman di sita. Laptop saya yang masih hidup di dalam kamar juga disita. Para militär itu semuanya membawa senjata laras panjang. Para pimpinannya menyuruh untuk menggeledah apa saja seisi rumah. Barang kiriman teman-teman juga disobek menggunakan pisau yang ada digagang senapan senjata laras panjang. Peti kiriman para TKW juga didobrak karena terkunci, televisi teman-teman yang hendak dikirim ke Indonesia juga disobek kartonnya untuk melihat isinya. Satu persatu mereka menggeledah. Mereka juga membuka dan memasuki kamar dan menggeledah apa saja. Mulailah introgasi bersama dimulai. Saya gak ingin menyertakan apa saja pertanyaannya, tetapi semuanya adalah pertanyaan jebakan yang menjurus pada bahwa "Kami dianggap ikut gerakan demo menurunkan presiden". Sungguh bagi saya ini adalah tuduhan yang mengada-ngada dan tidak pernah terfikir dalam otak sama sekali. Laptop saya dibuka oleh salah satu dari militer itu. Dia membuka apa saja. Membuka file-file dokumen yang saya simpan. Membuka file history dari internet yang saya buka. Mengobrak-ngabrik isi di dalamnya. Dia keluar dan bertanya "min shohibul laptop dih?", "siapa yang punya laptop ini?". Dengan tegas saya jawab "ana". Dia menyuruh saya untuk minggir dan dengan memandang saya seorang pimpinan itu berkata, "kamu aktif menulis di internet, kamu aktif menulis di Facebook" sambil memberikan arahan kalau itu adalah berbahaya. Saya langsung disuruh masuk ke dalam mobil militer, di sana sudah ada beberapa tentara sekitar 10 orang yang semuanya membawa senjata laras panjang lengkap. Omar dan Asif juga digelandang bersama saya. Kami meloncat masuk ke dalam mobil. Seketika, seluruh tentara yang ada di dalam mobil mengarahkan senapannya ke arah kami, di pucuk senapan, pisau tajam yang tertutup juga mereka buka semua. Terus terang saya merasa tidak nyaman dengan kondisi ini, ah..layaknya seorang teroris saja. Teman-teman tetap di suruh berdiam di dalam rumah dan dijaga oleh militer dengan senjata laras panjangnya. Kami dibawa ke markaz militer di ma'had el-harb di jalan Toubromli menuju Muqottom, jarak dari rumah sekitar hanya 1 kilo. Markaz militer itu sudah tidak asing bagi saya di luarnya, entah sudah berapa kali saya melewati depan markaz itu ketika bekerja. Namun kali ini, saya berada di dalamnya layaknya seorang tersangka. Kami digelandang ke dalam markaz, memasuki salah satu ruangan, sudah ada beberapa militer yang menunggu di sana. Barang-barang yang disita entah dibawa ke mana. Di dalam ruangan, ada dua orang Mesir yang ikut bersama kami, mereka berdua adalah sopir taksi yang tadi mengantarkan teman-teman mengantarkan barang ke rumah, mereka tidak tahu apa-apa kenapa kok dibawa militer. Juga ada satu orang teman saya yang dibawa, karena dia tadi mengantar barang pakek mobil dan terjebak oleh sekawanan militer ini di depan rumah. Mulailah proses introgasi berlangsung. Satu persatu pasport teman-teman yang diminta dilihat. Satu persatu dibaca oleh salah seorang pimpian itu. Dari delapan belas passport yang ada, ada 6 pasport yang visanya sudah mati dan dengan tegas militer itu mengatakan, "bilang ke pemilik pasport yang tidak ada visanya ini, kalau nanti keluar rumah dan terjebak pemeriksaan, kami akan memenjarakan mereka!". Banyak pertanyaan yang diajukan kepada kami. Pertanyaan-pertanyaan jebakan yang larinya hanya pada satu titik saja bahwa "kami diduga ikut gerakan untuk menggulingkan presiden". Dia bertanya banyak tentang perusahaan pengiriman yang saya pegang. Omar menjadi juru bicara untuk menjelaskan semuanya. Omar adalah juga seorang militer, sehingga dia faham bagaimana cara menjawab pertanyaan seorang yang sama dengannya. Omar beberapa kali menyuruh saya untuk tidak takut. Dia terus saja menasehati saya bahwa hal ini tidak apa-apa. Tapi, saya tetap tidak bisa tenang sepenuhnya, bagaimana saya tidak takut, mereka semua membawa senjata laras panjang dan siap untuk menembak kapan saja jika mau, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Kami semua oleh Omar disuruh banyak diam. Biar dia saja yang menjawab. Hanya ada beberapa pertanyaan yang kami jawab jika Omar membutuhkan bantuan untuk menjawab. Intinya dari pertanyaan-pertanyaan jebakan itu akan mengarah ke dugaan pergerakan itu. Sungguh aneh dan naif! Ketika sudah puas mereka mengitrogasi kami. Akhirnya keadaan mulai agak dingin. Pimpian militer itu mulai mengajak bercanda, "anta gau'an?", "kamu lapar?". Asif yang duduk di samping saya bilang, "saya belum sarapan sejak tadi pagi". Ohh..dia menawari untuk makan bersama, tapi hanya bercanda saja. Akhirnya dia menyelewengkan pembicaraan dengan bertanya-tanya tentang Indonesia. Mereka tidak punya bukti untuk menuduh kami. Sampai akhirnya kami dipersilahkan untuk pulang. Kami dikawal. Ketika sampai rumah. Teman-teman langsung menanyakan, "di mana hp saya?". Saya jawab, "bentar masih diperiksa, belum dikembalikan". Sekitar lima belas menit akhirnya semua barang yang disita dikembalikan dan pimpinan militer itu memberikan izin untuk kami agar melanjutkan packing barang-barang yang hendak dikirim ke Indonesia. Tidak apa-apa katanya. Dia hanya memberi pesan satu hal, Mesir akan ada pemeriksaan terus menerus dalam kondisi seperti ini yang sedang bergolak, yang pasportnya tidak punya visa, semuanya akan ditahan, untuk kali ini masih diberi ampunan. Ya, inilah kronologi peristiwa yang saya alami sabtu siang kemarin. Apa yang saya lakukan dari keputusan saya bekerja memang beresiko. Namun, begitu banyak teman-teman yang menyuruh kami untuk melayani mereka. Mereka bingung, kepada siapa lagi mereka meminta bantuan, dari perusahaan yang ada, hanya kami yang rumah dan gudangnya milik sendiri, bukan gudang sewaan. Ya, bismillah saya berani maju untuk membantu mereka walaupun akhirnya seperti ini. Masih banyak kisah teman-teman yang lain yang diintrogasi oleh militer, saya masih beruntung tidak menjadi bulan bulanan mereka. Ada beberapa teman yang sampai dipukuli oleh pihak militer. Ada yang rumahnya digedor-gedor. Sekali lagi, Mesir sama sekali tidak aman. Segala sesuatu akan terus terjadi dan akan semakin sulit. Sudah terlalu banyak yang memprediksikan. Sudahlah, cari aman saja dengan mengevakuasi semua WNI yang ada di Mesir secepat-cepatnya sebelum jatuh korban yang mati. Di Mesir saat ini hanya WNI yang masih berkeliaran di jalan-jalan. Orang-orang asing lain sudah mulai habis. Apa pemerintah masih menunggu ?! Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun