Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lupa Saat Khutbah

17 Oktober 2020   23:27 Diperbarui: 17 Oktober 2020   23:31 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meme info Khutbah di Minhajut Thullab Krikilan (Foto : Gus In'am)

"Le...wes wayahe sampean saiki luwih aktif ngopeni masyarakat, melok njogo jenenge Minhajut Thullab tinggalane Mbah Kyai Mannan", "Nak...sudah waktunya kamu sekarang lebih aktif berperan di masyarakat, ikut menjaga nama besar Minhajut Thullab, sebagai warisan peninggalan Mbah Kyai Mannan", pesan yang mendalam dari Abah KH. Muntaha Mannan pada saat saya berkunjung di Pesantrennya di Pondok Pesantren Minhajut Thullab, Krikilan, Glenmore, Banyuwangi.

Abah Taha, begitu saya memanggilnya, merupakan adik dari Abah Kyai Fakhruddin yang menjadi mertua saya. Beliau sudah saya anggap sebagai abah sendiri di keluarga. Minhajut Thullab tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan sekitar lebih dari 30 cabang pesantren dari Sabang sampai Merauke juga termasuk jasa dari Abah Taha yang tekun sekali mengirimkan keluarga dari anak cucunya Mbah Kyai Mannan dan santri untuk membuka cabang pesantren di daerahnya dan luar jawa.

"Nggeh bah...dalem sendiko dawuh", "Iya bah...saya mendengarkan dan taat", itulah jawaban singkat saya atas permintaan beliau. Sehingga sejak saat itu, saya beberapa kali dihubungkan dengan jaringan Abah Taha yang ada di beberapa daerah di Banyuwangi. Mas Syamsul sebagai bagian dari kepengurusan masjid Al-Hidayah di Jajag, menghubungi untuk meminta saya mengisi pengajian ahad pagi.

Biasanya yang mengisi adalah Abah Taha sendiri. Beliau sengaja memberikan waktu pengajiannya di masjid untuk mengenalkan saya di masyarakat. Waktu itu saya mengisi pengajian dengan membawakan tema tentang "Cinta Kepada Baginda Nabi". Tema umum yang tentu setiap muslim harus memilikinya. Usai pengajian, Mas Syamsul dan beberapa jama'ah yang hadir, mengajak saya untuk sarapan pagi terlebih dululu di rumahnya Haji Husnaini yang rumahnya dekat dengan Bank BCA Jajag. Kami ngobrol banyak di sana.

Pada saat semua jama'ah termasuk Mas Syamsul berpamitan pulang, Haji Husnaini memanggil saya untuk mengobrol secara pribadi. Saya yang memang pada hari minggu pagi ini tidak ada agenda mengiyakan permintaan beliau. Sembari minum kopi yang disediakan oleh beliau, kami mengobrol hal-hal ringan. Rupanya Haji Husnaini kenal akrab dengan bapak saya, Pak H. Ichwan karena sering menghadiri acara MMPP (Majelis Musyawarah Pengasuh Pesantren) yang diadakan 4 bulan sekali. Beliau juga menitip salam ketika saya bertemu dengan Bapak.

"Bulan maulid nanti, panjenengan saya minta untuk menjadi pembicara di pengajian masyarakat sini ya gus?", Haji Husnaini tiba-tiba menembak saya dengan pertanyaan ini yang menjadikan saya harus menjawabnya secara tegas, bersedia atau tidak. Tentu saja saya masih teringat dengan pesan Abah Taha tadi, saya harus siap untuk lebih mengambil peran di masyarakat. Amanah bertambah karena harus memegang nama "Minhajut Thullab". "Insya Allah Siap Pak Haji", saya mengiyakannya.

Hari jum'at berikutnya, seperti jum'at-jum'at sebelumnya, saya mendapatkan jadwal khutbah di desa kelahiran saya, dusun Melik, Parijatah Kulon, kecamatan Srono. Sudah sejak pulang dari Mesir pada tahun 2013, saya mendapatkan jadwal khutbah di masjid besar Al-Inayah. Biasanya jadwalnya 2-3 bulan sekali. Pada saat awal-awal dulu khutbah, saya biasanya menulis catatan point-point penting yang akan saya sampaikan pada saat khutbah. Namun, beberapa kali khutbah, catatan itu seringkali tidak terbaca dan tersimpan di saku baju saja.

Pada akhirnya saya putuskan, setiap kali khutbah saya harus mempersiapkan beberapa hari sebelumnya untuk menghafalkan materi yang akan saya sampaikan nanti. Biasanya saya akan menghafal ayat al-qur'an dan haditsnya saja, selanjutnya saya tambahkan keterangan dari kitab tafsir yang sudah diakui, seperti tafsir Ibnu Katsir, tafsir Ath-Thobari dan beberapa tafsir lain.

Jum'at yang lalu saya membawakan tema tentang "Tawassul", yang berarti mengambil sebuah perantara. Saya menjelaskan banyak hal perihal posisi Rosulullah Muhammad Shallallahu 'alayhi wasallam di dalam agama Islam. Pada saat mengucapkan kalimat syahadat, tidak cukup dengan kata "asyhadu an laa ilaha illalloh", tetapi wajib ada kata kedua yang berbunyi "wa asyhadu anna sayyidana Muhammad rosululloh". Dua kalimat syahadat ini bagian dari mengakui adanya tawassul.

Hingga pada akhirnya saya ingin menjelaskan tentang sebuah cerita kehidupan pada zamannya Sayyidina Hasan RA. dan Sayyidina Husein. Saya sudah menghafal kata-kata arabnya pada saat di rumah, juga sudah saya persiapkan runtutan kisahnya. Namun, tiba-tiba, semua yang sudah saya hafalkan hilang seketika di tengah-tengah saya khutbah. Awalnya saya berapi-api pada saat menjelaskan ayat yang berkaitan dengan tawassul, tiba-tiba suasana menjadi hening. Saya diam sesaat. Para jama'ah terlihat kebingungan dengan diamnya saya di atas mimbar.

Banyak mata menoleh ke arah saya, mereka menunggu apa yang hendak saya kisahkan. Namun, otak saya tiba-tiba kosong. Bahasa arab dan kisah dalam bahasa Indonesia tiba-tiba tidak bisa saya ucapkan. Akhirnya saya bicara di hadapan jama'ah yang keheranan, "mohon maaf, saya tiba-tiba lupa dengan apa yang mau saya kisahkan. Bukan hanya bahasa arabnya saja, kisah secara bahasa indonesianya juga lupa", secara jujur dan terus terang saya mengatakan kepada seluruh jama'ah.

 Akhirnya saya langsung menyimpulkan seluruh penjelasan dari awal tadi. Sejak mengawali khutbah pada tahun 2013 ketika baru pulang dari Mesir, baru di tahun 2020 inilah saya mengalami lupa ketika menyampaikan khutbah. Kalau lupa pelajaran ketika belajar sudah biasa, tetapi lupa dalam kondisi menyampaikan materi saat khutbah, baru pertama kali saya alami ini. Saya semakin menyadari bahwa, "Al insan mahallul khotho' wan nisyan", "manusia memang tempatnya salah dan lupa". Jadi, tidak boleh untuk menyombongkan diri terhadap ilmu yang dimiliki, semua hanya titipan dari Ilahi Robbi.

Pada hari selasa kemarin, Gus In'am yang menjadi putera dari Abah Taha datang ke rumah siang hari. Dino yang pertama kali memberikan kabar ke saya. "Aku neng Berasan mas", katanya. Namun, mereka berdua langsung menuju ke pesantrennya kakak saya, Gus Syifa' di Pesantren Ibnu Mannan yang letaknya tidak jauh dari tempat saya tinggal, di Pesantren Minhajut Thullab Sumberberas.

"Kalau urusan selesai langsung ke sini aja Gus", saya mengirimkan pesan ke Gus In'am. Menjelang shalat ashar, tangga yang terbuat dari besi di depan rumah saya terdengar bunyinya, saya bersama keluarga tinggal di lantai dua, lantai satunya adalah kantor pesantren Putri Minhajut Thullab dan bersebelahan dengan rumah Abah Kyai Fakhruddin Mannan. Rupanya ada Gus In'am dengan dua orang temannya.

Kami bersalaman. Dua orang temannya Gus In'am memperkenalkan diri. Walaupun keduanya sama-sama dari Muncar, namun satunya bernama Mas Robert, bekerja di Jakarta. Dia menjadi asisten ahli dari salah anggota DPR RI dari partai Golkar. Kami berbincang santai sambil minum kopi diselingi dengan menghisap rokok. Saya yang tidak merokok, hanya makan camilan yang disediakan oleh istri, juga ikut minum kopi.

Mereka berbincang banyak hal mengenai perpolitikan di Banyuwangi. Bulan desember besok pemilihan bupati Banyuwangi. Partai Golkar merupakan partai yang merapat di calon nomor urut satu, Pak Yusuf dan Gus Riza. Gus In'am pada awalnya adalah masuk jajaran pengurus di partai Nasdem Banyuwangi, yang mana partai Nasdem mendukung calon bupati nomor urut dua, yakni Bu Ipuk yang menjadi istri dari bupati sekarang dan Haji Sugirah. Tetapi saat ini Gus In'am sudah tidak aktif lagi di Nasdem.

Saya hanya menjadi pendengar setia, sesekali menanggapi obrolan mereka yang semuanya berbau politik. Saat mereka berhenti berbicara, saya bilang ke Gus In'am bahwa buku pertama yang saya tulis berjudul "926 Cairo", masternya sudah jadi dan dikirimkan ke saya. "Coba saya lihat", kata dia. Lalu saya ambillah buku itu, saya tunjukkan kepadanya, termasuk kepada Mas Robert dan temannya. "Saya mau foto dengan bukunya, nanti saya kirimkan ke group WA MATAN Banyuwangi", kata Dino yang memegang buku "926 Cairo" lalu difotokan oleh Gus In'am.

Pada saat Gus In'am hendak berpamitan, saya menyampaikan salam dari Abah Taha yang waktu lalu menyuruh saya untuk berbicara kepada Gus In'am perihal jadwal di Pesantren Minhajut Thullab di Krikilan. Dia langsung meresponnya, "hari jum'at besok ada jadwal khutbah tidak mas?", tanya dia. "Kosong", jawab saya. "Oke, besok mengawali khutbah di Krikilan, selanjutnya nanti dijadwal lagi", kata dia melanjutkan.

Teringat pesan Abah Taha di awal tadi. Saya harus mengiyakannya. Selama  saya masih memiliki waktu, berarti saya tidak bisa menolaknya. Tibalah jum'at terakhir kemarin saya menuju pesantren Minhanjut Thullab Krikilan dengan mengendarai motor sendiri. Saya berangkat dari rumah jam 10.15 pagi hari. Pada saat sampai di Jajag, suara-suara speaker dari masjid yang ada sudah bersahut-sahutan, rekaman orang mengaji yang menunjukkan bahwa hari ini adalah hari jum'at.

Ketika masuk wilayah Glenmore, saya melewati jalan raya dekat dengan Pondok Pesantren Ummul Quro, masjidnya sudah terdengar suara tarkhim, yang menunjukkan sebentar lagi adzan jum'at dikumandangkan. Akhirnya perjalanan memakai motor saya percepat. Sampai di pom bensin Krikilan, saya belok kanan hingga mendekati rel kereta api yang berada di depan pondok pesantren Minhajut Thullab Krikilan.

Ada sebuah plang yang turun, menandakan ada kereta api mau lewat. Di sini plang kereta apinya masih manual, ada seorang yang berjaga setiap saat. Pada saat saya berhenti, tiba-tiba ada motor berhenti juga di samping kanan saya, dia membuka helmnya, "oalah dulur lanang to", "ternyata saudara sendiri ya", katanya. Dia adalah Erwin yang juga anggota di group WA MATAN Banyuwangi. Dia mendapatkan informasi saya akan mengisi khutbah di Krikilan dari meme informasi yang Gus In'am kirimkan di group WA MATAN Banyuwangi.

Saya langsung menuju rumahnya Gus In'am, terlebih dahulu saya menelponnya. Ternyata dia sedang keluar, saya menunggu di ruang tamu yang ada di depan rumahnya bersama dengan Erwin. Tidak berselang lama, sebuah mobil putih datang, Gus In'am turun dengan membawa beberapa banner yang langsung ditaruh di kursi. Banner itu ada foto Pak Yusuf dan Gus Riza, calon nomor 1 Bupati dan wakil bupati Banyuwangi.

Setelah bersalaman, saya dan Erwin langsung menuju masjid. Setelah menunaikan shalat tahiyatal masjid. Gus In'am sudah duduk di belakang saya. "Sebentar lagi sudah adzan, di masjid sini adzannya cuma satu kali, setelah itu langsung khutbah", saya memahami aba-aba dari Gus In'am. Pesantren Minhajut Thullab di Krikilan ini selama ini memang berusaha berdiri di semua golongan, bukan hanya untuk warga Nahdlatul Ulama (NU) saja, tapi juga mewadahi Muhammadiyah, hingga para jama'ah Jaulak.

Ketika bacaan tarkhim berhenti, saya maju ke depan, mengucapkan kalimat salam. Para jama'ah menjawabnya, lalu saya duduk di tempat yang sudah disediakan. Adzan berkumandang. Usai adzan saya langsung memulai khutbah. Pada saat inilah para jama'ah mulai keheranan. Ada beberapa dari mereka yang berdiri untuk melaksanakan shalat qobliyah jum'at, ada juga yang ingin berdiri, tetapi tidak jadi, karena tau saya sudah memulai khutbah.

Saya memutuskan menghentikan khutbah sementara dan memberikan kode kepada muadzin yang berada di barisan ke dua, "apa sholat dulu?", tanya saya. Dia hanya mengangguk seolah sudah menjawab pertanyaan saya barusan. Akhirnya saya turun dari mimbar dan ikut melaksanakan shalat dua rokaat. Setelah salam saya menuju mimbar kembali.

Khutbah saya ulang dari awal lagi. Jama'ah terlihat khusyuk mendengarkan penjelasan yang saya utarakan. Saya mengangkat tema "Maulid Kanjeng Nabi". Ayat al-qur'an dan beberapa haditsnya Kanjeng Nabi saya utarakan dan saya berikan penjelesannya sesuai keilmuwan yang saya kuasai dan fahami. Termasuk saya menyampaikan tiga bait syair yang diucapkan oleh Syeikh Syamsuddin Ad-Dimisyqy yang menjelaskan tentang pentingnya mencintai Kanjeng Nabi dan memperbanyak membaca sholawat kepada beliau.

 Gus In'am merekam di tengah-tengah saya menyampaikan khutbah. Live streaming dia lakukan di facebooknya Minhajut Thullab Krikilan Media. Saya masih diberikan tugas oleh Gus In'am menjadi imam shalat juga. Setelah mengucap salam, kami semua membaca dzikir bersama-sama. Ketika sudah selesai, saya hendak menuju ke rumah Gus In'am, rupanya Dino memanggil saya, dia memberikan jajanan yang dibagikan kepada seluruh jama'ah jum'at yang hadir. "Kita makan di rumah Gus In'am saja", ajak saya.

Bersama Dino, Erwin dan Gus In'am, saya melanjutkan obrolan yang belum selesai sebelum shalat jum'at tadi, tentu masih seputar politik yang lagi hangat di Banyuwangi. Tiba-tiba Erwin menyinggung kesalahan saya waktu khutbah tadi. "Tadi saya sudah mau shalat sunnah, ternyata Gus Bisri langsung menyampaikan khutbah, ya sudah akhirnya tidak jadi shalat", katanya. "Tapi ketika saya tau, dia menghentikan khutbahnya, saya ikutan shalat juga", lanjutnya dengan tertawa. "Masjid di sini memang unik, nama masjidnya Muhammad NU", saya melanjutkan perkataan Erwin dengan tertawa juga.

"Mohon maaf, saya lupa menjelaskannya tadi sebelum Mas Bisri khutbah", lanjut Gus In'am. Masjid di Minhajut Thullab Krikilan ini memang unik. Gaya adzan jum'atnya mencontoh Muhammadiyah, tapi dzikir setelah shalatnya memakai gaya NU. Perpaduan yang membuat harmoni. Sehingga jama'ahnya juga campuran, ada orang NU, juga ada orang Muhammadiyah dan mereka semua hidup rukun dan aktif mengikuti kajian di masjid pesantren ini. Abah Taha memang luar biasa dalam mendidik umatnya selama ini.

 Itulah pengalaman yang saya peroleh pada saat mengambil peran di masyarakat. Tidak semuanya mulus sesuai yang diharapkan. Ada kalanya terkadang lupa terhadap materi yang hendak disampaikan karena saya tidak terbiasa membaca teks pada saat khutbah, juga ada kalanya terjadi kesalahan karena belum tau dengan kondisi yang biasanya dilakukan di khutbah-khutbah sebelumnya.

Semua ini merupakan pelajaran buat saya. Tugas saya adalah Khidmah, mengabdi, menjadi pelayan di masyarakat. "Ballighu 'anni walau ayatan", "Sampaikanlah sesuatu dariku walaupun hanya satu ayat", pesan mulai Kanjeng Nabi yang juga selalu menjadi pengingat disamping pesan dari Abah Taha tadi. Semoga tetap bisa memberikan manfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun