Mohon tunggu...
Bisri Musthofa
Bisri Musthofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi, saya Bisri mahasiswa dari UIN Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lembaga Keuangan Kontemporer dan Keuangan Syariah Kontemporer

6 Maret 2023   22:07 Diperbarui: 6 Maret 2023   22:12 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Bisri Musthofa

Nim: 202111257

Tugas: Book Review Asuransi Syari'ah "LEMBAGA KEUANGAN KONTEMPORER dan KEUANGAN SYARIAH KONTEMPORER"

Penulis: Muhammad Sholahuddin, Lukman Hakim

Editor: Mirat

Cetakan: Pertama, April 2008


Penerbit: Muhammadiyah University Press

ISBN: 978-979-636-086-4

Tebal: 21 cm, 324 hlm

Assalamualaikum wr wb

Hallo, perkenalkan saya Bisri Musthofa, disini saya mereview buku dengan judul LEMBAGA KEUANGAN KONTEMPORER dan KEUANGAN SYARIAH KONTEMPORER. Buku ini terdiri dari beberapa bab, berikut review singkat dari saya.

BAB 1 PENDAHULUAN

Definisi secara umum lembaga keuangan menurut Khasmir (2002) adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana, dan menyalurkanya. Lembaga keuangan dalam praktiknya digolongkan menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan non bank.

Lembaga bank merupakan lembaga yang paling lengkap dalam menawarkan jasa keuangan, mulai dari menghimpun dana dari masyarakat dan menyelurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Sedangkan lembaga non bank lebih berfokus pada dalam pembiyayaan saja, kemudian lembaga yang menghimpun dan menyalurkan mempunyai cara tersendiri. Lembaga yang berwenang mengawasi dan membuat regulasi adalah bank sentral atau lebih dikenal sebagai Bank Indonesia (BI). Tujuan utama BI sebagai bank sentral adalah mencapai kestabilan nilai rupiah dengan cara menetapkan serta melaksanakan tugas moneter.

Lembaga keuangan non bank disini yang dicontohkan seperti perusahaan asuransi syariah, yang dimana perusahaan ini bergerak di bidang usaha yang didalamnya ada suatu pertangguhan. Dimana setiap nasabah dikenakan polis asuransi yang besaran pembayaran sesuai kesepakatan yang disepakati. Kemudian perusahaan asuransi akan menanggung kerugian nasabah apabila mengalami musibah atau terkena resiko yang telah diperjanjikan seperti pada prinsip syariah. Artinya usaha asuransi merupakan suatu kegiatan yang menanggung resiko yang ada kaitannya dengan keuangan antara polis yang harus dibayar dengan klaim yang diterimanya.

BAB 2 ISLAM SEBAGAI SISTEM HIDUP SEMPURNA

Dalam ajaran islam memberikan kewajiban bagi seorang muslim untuk berusaha semaksimal mungkin melaksanakan syariat atau aturan islam dalam semua aspek kehidupan tersebut merupakan termasuk kedalam aturan bermuamalah. Menurut Abdul Manan (1986) konsep dasar yang menaadi landasan ekonomi syariah didasarkan kepada tiga konsep fundamental antara lain, tauhid (keimanan), khilafah (kepemimpinan), dan a'dalah (keadilan).

Ketika bertransaksi bisnis syariah tidak hanya semata berorientasi pada kkeuntungan melaikan juga haruslah berkaitan dengan tujuan mengharap ridho dari ALLAH SWT. Namun bukan berarti eksistensi manusia dengan segala kepandaiannya terbatasi  dengan syariat, melainkan dalam operasional manusia dibebaskan berusaha dengan potensi yang dimilikinya. 

Manusia sebagai khalifah (pemimpin) dimuka bumi haruslah amanah dalam bertugas untuk mengelola sumber daya yang diberikan oleh ALLAH SWT karena semua itu akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Tugas inilah menadi perwujudan manusia sebagai khalifah rahmatan lil alamin (pemimpin yang memberi rahmat untuk seluruh alam).

Syariat islam termasuk dalam syariat perekonomian dengan bertujuan dapat menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam berbisnis dan berusaha. Ada beberapa karakteristik yang merupakan kelebihan dalam sistem muamalah islam menurut Abdullah At-Tariqi (2004) atara lain bersumber dari tuhan dan agama, sifat pertengahan dan berimbang, berkecukupan dan keadilan, dan sifat pertumbuhan dan barokah.

BAB 3 TRANSAKSI BISNIS TERLARANG

Dalam transaksi bisnis ada dua kaidah hukum syariah, pertama semua diperbolehkan kecuali ada bukti-bukti dalil yang melarangnya. Pendapat kedua menyatakan bahwa hokum asal suatu perbuatan adalah terikat pada aturan syara yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits. 

Menurut pendapat pertama, bahwa suatu transaksi yang baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum islam maka tansaksi tersebut dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-Qur'an dan Hadits yang benar-benar melarangnya secara eksplisit (jelas) maupun implisit (ragu-ragu). Sedangkan pendapat kedua membawa suatu bisnis harus mengetahui hukum yang memperbolehkan dan melarangnya.

Berikut adalah faktor-faktor yang melarang sebuah transaksi dilarang dalam hukum syariah, antara lain haram karena zatnya (li-dzatihi), transaksi dalam hal ini dilarang karena barang yang ditransaksikan bertentangan sengan syariat atau sudah jelas haram, misal minuman keras, babi, bangkai, dll. 

Haram karena prosesnya (li-ghairi), meskipun barangnya halal tetapi dalam prosesnya transaksi ini dikatakan haram karena proses atau cara memperolehnya bertentangan dengan syariat, misal mencuri uang rakyat, mencuri bansos, menggelapkan dana hibbah, dll. Selanjutnya haram karena rukun syarat akad tidak terpenuhi, hal ini terlarang karena syarat sah dalam perjanjian harus adanya objek, pelaku, dan ijab qobul. Jika salah satu hal ini tidak terpenuhi maka ditakutkan transaksi yang dilakukan mengandung unsur maysir (perjudian), gharar (tidak jelas), riba (mengambil untung berlebih).

BAB 4 TRANSAKSI YANG DIPERKENANKAN DALAM ISLAM

Sistem ekonomi syariah memberikan aturan yang diharapkan mampu mendorong beredarnya harta agar tidak berada pada pihak yang kelebihan harta saja. Berkaitan dengan harta proses hisabnya nanti tidak hanya sekedar darimana harta tersebut diperoleh, melainkan juga bagaimana harta tersebut digunakan atau diperuntukkan.

Salah satu cara pengembangan dan pemanfaatan harta milik pribadi adalah dengan berbagai bisnis dengan cara syariah. Penetapan berbagai jenis pekerjaan yang disyariatkan menurut hukum syara dan sekaligus dijadikan sebab kepemilikan harta yang halal. Menurut Yuliadi  (2001) terdapat berbagai cara dalam memperoleh harta yang halal, misalnya bekerja dengan tujuan utama agar dapat memenuhi kebutuhan dalam hidupnya.

Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan jaminan atas ketersediaan lapangan pekeraan bagi mereka. Apabila negara telah mengabaikan kewajibannya dan lalai dalam memberikan kepada para rakyat yang sedang membutuhkan, dan tidak ada sekelompok orang yang berusaha mengoreksi kekeliruan negara tersebut maka rakyat yang kelaparan atau membutuhkan biaya tersebut diperbolehkan untuk mengambil apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupannya, baik itu milik individu aataupun negara.

 BAB 6 BANK SYARIAH

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syariah islam dimana dalam pelaksanaanya menerapkan sistem bagi hasil yang dimana hal ini berbeda dengan bank konvensional dimana perbedaannya terletak dalam penerapan riba, sedangkan dalam bank syariah penarikan riba ini dilarang karena bertentangan dengan syariat. Dilihat dari aspek hukumnya tentang bank syariah di Indonesia terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1997 tentang prinsip Bank Syariah, UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

Dalam operasional bank syariah baik dalam menghipun dana atau menyalurkan dana menggunakan prinsip syariah agar memberi manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan sehingga diharapkan mewujudkan sistem pengelolaan bank syariah yang sehat. Akad dalam bank syariah diatur dalam fatwa DSN-MUI No. 7/46/PBI/2005 tentang akad penghipunan dan penyaluran dana bagi perusahaan yang menjalankan prinsip syariah. Sedangkan dalam penyelesaian sengketa dan ganti rugi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 Pasal 19 dan Bab III.

BAB 7 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara para pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau tabbaru' yang menghadapi pola pengembalian dalam berbagai resiko tertentu melalui perjanjian yangdisepakati dan disesuaikan menurut syariah.

Yusanto (2000) menguraikan beberapa jenis asuransi antara lain berdasarkan maksud dan tujuan, dan berdasarkan badan usaha. Untuk asuransi syariah yang berdasarkan maksud dan tujuan terdapat tiga golongan asuransi yang meliputi asuransi ganti rugi, asuransi sejumlah uang, dan asuransi wajib.

Asuransi ganti rugi adalah asuransi dari pihak yang tertanggung dimana siap mengganti kerugian dari pihak tertanggung. Asuransi sejumlah uang atau kerugian yang dialami dikarenakan pihak pemegang polis asuransi mengalami kerugian yang biasanya diakibatkan oleh kebakaran, kecelakaan, dll. Sedangkan asuransi wajib ini dapat berupa asuransi kesehatan.

Sedangkan berdasarkan badan usahanya, asuransi digolongkan menjadi dua yaitu antara lain asuransi premi, dan asuransi saling  menanggung. Didalam asuransi premi terdapat suatu perusahaan asuransi melakukan perjanjian dengan pihak tertanggung secara sendiri-sendiri, dimana pihak tertanggung tidak ada hubungan satu keluarga satu sama lain. Sedangkan asuransi saling menanggung adalah kebalikan dari asuransi premi, dimana suatu persetujuan dari semua pihak yang tertanggung selaku anggota. Dalam asuransi ini pembayaaran dapat berupa pembayaran iuran kepada pengurus dalam suatu perkumpulan.

Definisi reasuransi syariah adalaah bahwasannya retakaful merupakan bentuk asuransi dimana operator takaful (asuransi syariah) membayar premi dari dana takaful yang telah disepakati kepada perusahaan reasuransi atau operator retakaful dan sebagai timbal baliknya perusahaann reasuransi akan membayar sejumlah uang bila terjadi kerugian. Secara sederhana, reasuransi adalah sebuah transaksi penanggung ulang (perusahaan asuransi) sepakat untuk mengganti sebagian kerugian dari perusahaan asuransi.

Dari pengertian di atas, baik retakaful maupun reasuransi pada intinya secara konsep adalah sama yaitu mengenai pengelolaan resiko (handling risk). Pada periode awal perkembangannya akad mudharabah digunakan dalam asuransi dan reasuransi syaariah, namun pada saat ini jika mengacu pada fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada lembaga asuransi dan reasuransi syariah di Indonesia.

Konsep ideal asuransi syriah menurut Syekh Taqiyyudin al-Nabhani terdapat lima rukun yakni adanya pihak yang menjamin (dhamin), yang dijamin (madhmun 'arihu), yang menerima jaminan (madhmun jahu), dan adanya barang atau beban harta yang ditunaikan. Lembaga ini memperoleh dana bisa dari pungutan biaya administrasi atau imbalan dari para nasabah, dan dana tersebut biasanya digunakan untuk biaya operasional atau pengembangan lembaga bukan untuk mencari keuntungan.

Sekian review buku yang berjudul  LEMBAGA KEUANGAN KONTEMPORER dan KEUANGAN SYARIAH KONTEMPORER, apabila ada salah kata dan kekurangan, Saya berharap ada kritik dan saran yang membangun. 

Wassalamualaikum wr. wb

Referensi:

Muhammad S, L. H. (2008). LEMBAGA EKONOMI KONTEMPORER dan KEUANGAN SYARIAH KONTEMPORER. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun