Mohon tunggu...
Bisri Musthofa
Bisri Musthofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi, saya Bisri mahasiswa dari UIN Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lembaga Keuangan Kontemporer dan Keuangan Syariah Kontemporer

6 Maret 2023   22:07 Diperbarui: 6 Maret 2023   22:12 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut pendapat pertama, bahwa suatu transaksi yang baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum islam maka tansaksi tersebut dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-Qur'an dan Hadits yang benar-benar melarangnya secara eksplisit (jelas) maupun implisit (ragu-ragu). Sedangkan pendapat kedua membawa suatu bisnis harus mengetahui hukum yang memperbolehkan dan melarangnya.

Berikut adalah faktor-faktor yang melarang sebuah transaksi dilarang dalam hukum syariah, antara lain haram karena zatnya (li-dzatihi), transaksi dalam hal ini dilarang karena barang yang ditransaksikan bertentangan sengan syariat atau sudah jelas haram, misal minuman keras, babi, bangkai, dll. 

Haram karena prosesnya (li-ghairi), meskipun barangnya halal tetapi dalam prosesnya transaksi ini dikatakan haram karena proses atau cara memperolehnya bertentangan dengan syariat, misal mencuri uang rakyat, mencuri bansos, menggelapkan dana hibbah, dll. Selanjutnya haram karena rukun syarat akad tidak terpenuhi, hal ini terlarang karena syarat sah dalam perjanjian harus adanya objek, pelaku, dan ijab qobul. Jika salah satu hal ini tidak terpenuhi maka ditakutkan transaksi yang dilakukan mengandung unsur maysir (perjudian), gharar (tidak jelas), riba (mengambil untung berlebih).

BAB 4 TRANSAKSI YANG DIPERKENANKAN DALAM ISLAM

Sistem ekonomi syariah memberikan aturan yang diharapkan mampu mendorong beredarnya harta agar tidak berada pada pihak yang kelebihan harta saja. Berkaitan dengan harta proses hisabnya nanti tidak hanya sekedar darimana harta tersebut diperoleh, melainkan juga bagaimana harta tersebut digunakan atau diperuntukkan.

Salah satu cara pengembangan dan pemanfaatan harta milik pribadi adalah dengan berbagai bisnis dengan cara syariah. Penetapan berbagai jenis pekerjaan yang disyariatkan menurut hukum syara dan sekaligus dijadikan sebab kepemilikan harta yang halal. Menurut Yuliadi  (2001) terdapat berbagai cara dalam memperoleh harta yang halal, misalnya bekerja dengan tujuan utama agar dapat memenuhi kebutuhan dalam hidupnya.


Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan jaminan atas ketersediaan lapangan pekeraan bagi mereka. Apabila negara telah mengabaikan kewajibannya dan lalai dalam memberikan kepada para rakyat yang sedang membutuhkan, dan tidak ada sekelompok orang yang berusaha mengoreksi kekeliruan negara tersebut maka rakyat yang kelaparan atau membutuhkan biaya tersebut diperbolehkan untuk mengambil apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupannya, baik itu milik individu aataupun negara.

 BAB 6 BANK SYARIAH

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syariah islam dimana dalam pelaksanaanya menerapkan sistem bagi hasil yang dimana hal ini berbeda dengan bank konvensional dimana perbedaannya terletak dalam penerapan riba, sedangkan dalam bank syariah penarikan riba ini dilarang karena bertentangan dengan syariat. Dilihat dari aspek hukumnya tentang bank syariah di Indonesia terdapat dalam UU No. 7 Tahun 1997 tentang prinsip Bank Syariah, UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

Dalam operasional bank syariah baik dalam menghipun dana atau menyalurkan dana menggunakan prinsip syariah agar memberi manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan sehingga diharapkan mewujudkan sistem pengelolaan bank syariah yang sehat. Akad dalam bank syariah diatur dalam fatwa DSN-MUI No. 7/46/PBI/2005 tentang akad penghipunan dan penyaluran dana bagi perusahaan yang menjalankan prinsip syariah. Sedangkan dalam penyelesaian sengketa dan ganti rugi diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 Pasal 19 dan Bab III.

BAB 7 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun