Lagi-lagi saat berdialog dengan diri sendiri, kira-kira sanggup tidak melewati ini. Setelah berpikir gimana caranya untuk melewatinya. Motor saya starter dan coba melaju untuk menanjak, sekitar jalan 2 meter motor mati mesinnya setelah kehilangan torsi atau tenaga. Tidak ada ruang untuk mengambil ancang-ancang membuat keadaan ini wajib mengandalkan putaran bawah dari mesin motor. Saat-saat ini saya kangen Bishop untuk melakukannya. Tapi kerinduan itu segera dihilangkan dan harus menghadapi kenyataaan yang ada. Saya coba beberapa kali dengan cara yang sama. Tapi tidak berhasil. Sementara saya juga harus menjaga keseimbangan karena jika miring ke kanan/kiri motor akan menyerempet dinding tanah
Kembali berpikir sejenak, entah dari mana saya mendapat ide untuk melakukan cara ini, yaitu kaki saya berpijak di tanah posisi paling tinggi pada kanan-kirinya. Sedangkan tangan tetap memegang setang. Posisi tubuh saya seperti kuda-kudaan ketika keponakan saya akan menunggangi punggung. Logikanya dengan cara ini akan mengurangi beban motor, dan tujuannya adalah mendongkrak tenaga awal si mesin. Entah benar apa tidak logika saya saat itu, tapi ketika dicoba motor berhasil menanjak walau dengan sedikit kepayahan.
[caption id="attachment_368927" align="aligncenter" width="640" caption="entah ide dari mana gaya seperti ini "]

Layaknya bermain game konsole bergenre petualangan, yang semakin tinggi level game itu semakin susah melewatinya. Di tanjakan ini adalah bagian paling susah bagi saya yang masih hijau pengalaman kegiatan, ya sebut saja motorcycle adventure ini. Ketika berhasil melewati, sontak saja kegirangan dalam hati tidak bisa dipungkiri lagi. Tetapi sesudahnya terasa sangat lelah dengan nafas putus-putus, teringat dengan hukum alam, semakin tinggi posisi dari permukaan laut maka kadar oksigen semakin menipis, mungkin itu juga yang membuat nafas saya seakan mau habis.
Menanjak sekitar 200 meter, jalan semakin melebar, di akhir tanjakan saya terperangah melihat di 100 meter di depan mata, mirip tembok memanjang berwarna hijau ditumbuhi rerumputan, terlihat tangga terbuat dari beton menjulang naik. Di sini juga terdapat tanah lapang, mirip tempat parkir kendaraan, berdasarkan informasi yang saya dapat, dulu memang jalan yang telah saya lalui bisa dilewati mobil sekalipun, tapi karena longsor dan perubahan kondisi alam lainnya maka jalannya berubah seperti yang telah diceritakan sebelumnya. Motor diberhentikan, memandang sekeliling, seketika kegembiraan diluapkan dalam hati. Saya tahu itu adalah apa yang menjadi tujuan setelah melewati jalur kedua.
[caption id="attachment_368928" align="aligncenter" width="640" caption="kegembiraan"]

Informasi dari saudara, jika sudah terlihat tangga seribu, berarti kawah bukit berada di baliknya. Ya mereka menyebutnya tangga seribu karena jumlah anak tangganya konon mencapai hampir seribu buah, ada mitos juga jika menghitung jumlah anak tangga beberapa kali, hasilnya tidak pernah akan sama dari setiap orang, atau setiap kesempatan menghitung. Seketika saya teringat dengan tangga menuju makam Kerajaan Imogiri - Jogja, mitosnya serupa.
Sementara jika berbalik badan, maka akan terlihat sejauh mata memandang adalah rimbunnya hutan alami, sebagian telah terlewati ketika menuju ke sini. Permukiman warga Rejang Lebong juga terlihat sangat mungil atapnya. Saya pun mengabadikan beberapa gambar dari kamera poket yang dibawa. Sebelum menaiki tangga seribu tentunya.
Tidak lama terdengar raungan knalpot sepeda motor dari arah bawah, kemudian muncul di hadapan dua motor jenis bebek dengan pengendara membawa senapan angin. Di duga mereka adalah warga sekitar Bukit Kaba, jika melihat apa yang dipakai, dan tanpa memakai helm. Saya pun menyapanya.
Layaknya orang yang baru ketemu, kami pun saling mengenalkan diri. Heri dan Riki adalah namanya. Warga desa yang terletak tidak jauh dari posko pendakian. Sebagai orang lokal tentu mengenal lebih jauh tentang Bukit Kaba. Mereka ke sini tujuan utamanya adalah berburu satwa di sekitar bukit terutama jenis burung. Heri bercerita, jika Bukit Kaba selain sebagai tempat wisata pelepas penat, juga untuk berbagai keperluan seperti melunasi nadzar, yaitu melaksanakan apa yang telah dijanjikan jika apa yang dimohon terkabulkan. Kebanyakan yang ke sini dengan melepas burung merpati atau kambing untuk melaksanakan nadzar mereka. Memang saya temui ada beberapa ekor burung merpati di sini, mungkin jika saya temui kambing akan saya bawa turun ke bawah untuk dijual kembali.
Atau cerita berbau mistis, ada salah satu dusun bernama Curup yang jika warganya mendaki ke bukit ini akan mendapat celaka di perjalanan, entah itu hilang atau malah ditemukan sudah tidak bernyawa. Heri juga berpesan untuk menjaga ucapan dan perilaku selama di sini, karena sudah banyak kejadian aneh di luar logika jika tidak bisa menjaga hal tersebut.