Politik luar negeri adalah alat vital bagi negara untuk mencapai kepentingan nasional di tengah perubahan global. Memahami teori, dasar hukum, dan prinsip-prinsip politik luar negeri penting untuk menganalisis sikap dan tindakan diplomasi Indonesia termasuk respons terhadap konflik Rusia-Ukraina.
Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada Februari 2022 telah menjadi peristiwa geopolitik besar di abad ke-21 dengan dampak kemanusiaan, politik, dan ekonomi global. Invasi ini menyebabkan kerusakan parah di Ukraina dan mengancam stabilitas keamanan internasional, serta memicu krisis di sektor energi, pangan, dan perdagangan.
Bagi Indonesia, konflik ini penting karena berdampak pada prinsip politik luar negeri. Dengan pengalaman sejarah penjajahan dan pelanggaran kedaulatan, Indonesia menolak segala bentuk invasi dan agresi yang sejalan dengan prinsip Piagam PBB tentang penghormatan terhadap kedaulatan negara dan pelarangan penggunaan kekuatan militer dalam penyelesaian sengketa internasional.
Konflik ini berdampak luas terutama di sektor ekonomi dengan adanya invasi Rusia mengganggu rantai pasokan global khususnya energi dan pangan. Mengingat, Ukraina adalah eksportir utama gandum dan jagung sementara Rusia penyedia utama energi.
Hubungan bilateral Indonesia dengan Rusia dan Ukraina juga mengalami hambatan karena beberapa faktor. Indonesia memiliki hubungan perdagangan dan pertahanan yang kuat dengan Rusia, tetapi juga menjalin kemitraan penting dengan Ukraina di sektor pangan.
Gangguan ini menyebabkan lonjakan harga komoditas dan inflasi di banyak negara, termasuk Indonesia yang bergantung pada impor gandum dan energi. Indonesia perlu menjaga keseimbangan diplomatik dengan kedua negara.
Landasan Hukum Politik Luar Negeri Indonesia
Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam merespons konflik internasional dengan berakar pada Pancasila, UUD 1945, dan prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif. Prinsip-prinsip ini menjadi pedoman dalam hubungan internasional dan merefleksikan perjuangan Indonesia terhadap perdamaian global serta penghormatan terhadap kedaulatan negara lain.
Pada sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” sudah cukup menjelaskan pentingnya perlakuan yang adil terhadap semua bangsa dan penolakan terhadap penindasan. Indonesia memiliki dorongan untuk ikut andil dalam menyelesaikan konflik internasional dan memperjuangkan hak asasi manusia
UUD 1945 sebagai konstitusi tertinggi menegaskan Indonesia sebagai negara hukum tertuang pada Pasal 1 Ayat 3, yang berarti semua kebijakan dan respons terhadap konflik internasional harus berlandaskan hukum. Pasal 11 mengatur kewenangan pemerintah dalam menyatakan perang dan membuat perjanjian internasional, sehingga setiap tindakan terkait konflik harus sesuai dengan konstitusi dan melalui proses diplomasi yang sah.
Tidak hanya itu, alinea ke-4 pembukaan UUD yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Alinea ini memberikan gambaran nyata pada tujuan hendak dibawa ke arah mana politik luar negeri Indonesia.
Dasar ini kemudian diperkuat lagi oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 mengenai Hubungan Luar Negeri yang mengedepankan prinsip bebas aktif sebagai fondasi utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Prinsip ini memberikan keleluasaan bagi Indonesia untuk mengambil posisi tanpa terikat pada blok tertentu sambil tetap berperan dalam upaya penyelesaian konflik global.