Mohon tunggu...
TEGUH HAS
TEGUH HAS Mohon Tunggu... FAMILY

Bersyukur, Alhamdulillah

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Sepatu Butut Sang Dirut Part 4

23 Mei 2025   11:21 Diperbarui: 23 Mei 2025   11:21 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bagian 4: Sang Pewaris dan Rahasia Lama

Dua minggu telah berlalu sejak Guntur resmi menjabat sebagai Direktur Utama PT Karyatama Abadi. 

Kantor berubah lebih disiplin, tapi juga lebih manusiawi. Guntur rutin turun langsung ke berbagai divisi, 

menyapa para karyawan, dan mendengarkan keluh kesah mereka.

Namun satu hal masih menjadi misteri besar: siapa sebenarnya Guntur?
Dari mana datangnya kekayaannya? Mengapa dia bisa tiba-tiba menguasai saham mayoritas perusahaan besar ini?

Di balik pintu tertutup ruang direksi, seorang komisaris senior, Bu Marina, mendekati Guntur.

"Pak Guntur, izinkan saya bertanya... apa benar Anda putra dari almarhum Bapak Mulya Raharja?"

Guntur menatapnya, lalu mengangguk pelan. "Benar. Tapi saya tak pernah mengakuinya selama ini."

Kilasan Masa Lalu

Dua puluh tahun lalu, Guntur kecil adalah anak sopir dari keluarga Mulya raharja---pemilik asli PT Karyatama Abadi. 

Namun karena kecerdasannya, Pak Mulya raharja diam-diam menyekolahkannya hingga ke luar negeri. Sebelum wafat,

 ia menulis wasiat rahasia: menyerahkan sebagian besar saham perusahaan kepada Guntur, anak angkat tak resmi yang 

dianggapnya sebagai putra sendiri.

Namun, setelah Pak Mulya raharja meninggal, dewan komisaris menyembunyikan wasiat itu. Mereka memilih meneruskan perusahaan secara oligarki, menguntungkan kelompok mereka sendiri.

Yang tidak mereka tahu, Guntur menyimpan salinan wasiat itu---dan setelah dewasa, dengan bantuan penasihat hukum 

almarhum, ia membeli perlahan saham-saham perusahaan melalui jaringan lain, hingga akhirnya resmi menjadi pemegang saham mayoritas.

Bu Marina menatap Guntur dengan mata berkaca. "Kami... salah besar, Pak. Kami kira Anda hanya 

'pendatang tak tahu diri'. Maafkan kami."

Guntur menatap keluar jendela.

"Saya tak butuh permintaan maaf. Saya butuh perubahan."

Di layar monitornya, Guntur membuka folder bertuliskan: "Restrukturisasi Total".

Ia tahu, langkahnya belum selesai. Masih banyak yang harus dibenahi. Perusahaan itu bukan hanya ladang bisnis, tapi juga

ladang nilai. Nilai yang dulu ditanam ayah angkatnya---tentang kerja keras, kejujuran, dan menghormati orang dari dalam,

bukan dari luar.

Bersambung ke Bagian 5: "Musuh Dalam Selimut"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun