Mohon tunggu...
bimo prakoso
bimo prakoso Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya memiliki hobi menonton film

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kerusuhan Sebagai Bahasa Yang Putus: Menafsirkan Amarah Rakyat, Arogansi Elite, dan Jalan Menuju Komunikasi Kritis

16 September 2025   16:19 Diperbarui: 16 September 2025   16:19 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pada pertemuan hari Rabu tanggal 10/9/2025 mata kuliah Pendidikan Pancasila di liburkan untuk kelas nya dikarenakan ada program Creatalk Campus Broadcasting Expo (CBX) 2025 yang di selenggarakan oleh DNK TV Fakultas Dakwah Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun untuk tugas mingguan yaitu mencatat materi yang di kirimkan tetap berjalan. Di sini saya akan mengambil Tema Kerusuhan Sebagai Bahasa Yang putus : Membaca Tragedi, Arogansi Elite, dan Solusi Komunikasi Kritis.

Ini adalah Jurnal yang membuag saya tertarik karena sesuai dengan keadaan yang belum lama terjadi di Indonesia pada tanggal 25 Agustus 2025. Pada artikel ini menyampaikan bahwa Demonstransi adalah bahasa rakyat dimana merupakan ruabg aspirasi yang tidak di dengar dalam kanal resmi lalu menemukan jalannya di jalanan. Namu ketika aksi Demonstransi bertransformasi menjadi penjarahan rumah dewan, pembakaran gedung DPRD, dan perusakan fasilitas publik. Bahada itu telah kehilangan arti rasionalnya. Ia menjadi kerusuhan sebuah bahasa yang putus, tanda bahwa komunikasi rakyat dan negara sudah runtuh, kerusuhan bukan sekedar amarah spontan, melainkan hasil dari akumulasi kekecewaan masyarakat pada pemerintah. 

Kita menyaksikan elite Politik memperlihatkan wajah arogan di tengah luka rakyat dengan melakukan joged di dalam sebuah forum sedangkan masyarakat mengalami ketidak adilan, rasa sengsara akibat kebijakan tersebut. Hal ini menegaskan betapa jauhnya jarak komunikasi antara yang kata nya mewakili dengan orang orang yang diwakili. 

Solusi apa yang harus di lakukan ?

Berdasarkan dari artikel tersebut ada 4 point yang perlu di perhatikan:

1). Elite politik menyadari kata dan gestur merupakan bentuk komunikasi politik yang punya dampak langsung

2). Negara harus membuk ruang aspirasi yanv sungguh-sungguh bekerja bukan sekedar formalitas

3). Aparat keamanan harus melakukan pendekatan humoris agar rakyat tidak semakin trauma terhadap negara

4). Masyarakat sipil harus membangun kesadaran bahwa kemarah harus di transformasikan menjadi gerakan yang konstruktif bukan anarki

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun