Cahaya sore hari menembus jendela, panasnya menyengat seluruh orang di kelas. Suara gesekan kapur tak kunjung berhenti. Di tengah menulis, pulpen Ahya berhenti mengeluarkan cairan hitamnya. Ahya membuka pulpen dan melihat tintanya habis. "Tck..." kesal Ahya keluar dari mulutnya.Â
Di saat Ahya meraih tempat pensilnya, bel sekolah berbunyi. Gesekan kapur terhenti, seluruh kelas bersorak atas kemenangannya minggu ini. "Ok anak-anak, besok senin adalah minggu terakhir kalian belajar karena senin lusa akan diadakan Ujian Sekolah. Jadi harapan ibu kalian bisa berusaha semaksimal mungkin untuk Ujiannya." ucap Bu Ratna.
Mendengar hal itu Ahya spontan merasa takut. Bukan karena ujiannya. melainkan, karena seseorang yang selalu mengancamnya untuk mendapatkan jawaban. Rasa takut membuatnya ingin cepat pulang.
Di perjalanan, Ahya mampir ke tukang es kelapa langganannya. Dia menyukai air kelapa murni yang dingin. Menurutnya air kelapa tersebut memiliki rasa yang menyentuh ujung sarafnya.
Sesampainya di rumah, Ahya melihat rumahnya sepi. Terdapat pesan di dinding. "Lagi di luar, balik jam 9 malem." ditulis dengan tinta biru. Ahya pergi ke kamarnya untuk persiapan untuk malam hari.
Jam waker menunjukkan pukul 18:30. Mengingat ujian, Ahya langsung mengambil buku catatan dan buku paketnya. Ahya ingin berusaha lebih baik dari sebelumnya. Jam menunjukkan pukul 21:30. Ahya menutup bukunya dan tidur.
10 hari sebelum ujian. Sekolah selesai lebih cepat. Ahya bersama sahabatnya si Cello, setuju untuk belajar bersama di rumah Ahya. Di rumah Ahya, mereka mulai membahas materi, membuat kartu soal, dan saling melengkapi catatan.Â
Di tengah pembelajaran, Ahya teringat dengan orang yang selalu menerornya. "Cel, saya takut sama Arga, dia masih suka buli saya" rasa khawatir terpasang di wajah Ahya. "Hey, kamu udah gua ajarin, kalo dia gitu kamu jangan diem aja, lawan. Jangan jadi penakut. Gimana kalo kita beda sekolah? Entar siapa yang mau bela kamu? Belajar berani dong." ucap Cello. Cello orangnya pemberani tidak seperti Ahya, yang sangat mudah menjadi sasaran. Â sehingga Cello harus menemaninya terus.
"Tapi..." wajah Ahya sedikit merengut. Â "Terserah." Cello kehabisan akal. Waktu sudah menunjukkan pukul sore. "Inget yah. Jangan takut sama Arga. Ancaman dia itu omong kosong." Cello sekali lagi mengingatkan Ahya, berharap kata-katanya bisa sampai ke hati Ahya. "Siap laksanakan!" Ahya menegakkan badannya. "Tcuih... Yaudah dadaah~" Cello pulang.
2 hari sebelum ujian. Di pagi hari libur, Ahya ke dapur untuk bertemu dengan orang tuanya. "Pagi pak, pagi bu." bersalim dengan kedua orangtuanya dan bergegas mengambil piring mengambil nasi goreng. Arga belakangan ini diam saja, hal tersebut membuat Ahya perlahan-lahan hilang rasa takutnya akan ujian dan makan dengan nikmat.
Selesai makan, Ahya pergi ke kamarnya untuk menyalakan komputer dan mengecek surel. Tidak ada surel dari Cello, hanya Arga. Seketika Ahya merasa sangat mual, nafasnya Mengencang. Dia menelpon Cello dan menceritakan semuanya.
"Eh, Cel. Gimana nii?" Â Bisik Ahya. "Percaya sama gua, ancaman dia itu cuma omong kosong. Ngapain ditakutin?" Cello mencoba untuk menenangkan Ahya, dan berhasil.
Senin, hari pertama ujian. Cello dan Ahya berangkat ke sekolah jalan kaki bersama. Kelas Cello lebih dekat dan membuat mereka harus berpisah, "Inget, kalo dia minta jawaban hiraukan saja." Cello mengingatkan Ahya. Ahya hanya mengangkat jempol dan jalan ke kelasnya.
Bel sekolah berbunyi, menandakan ujian sebentar lagi dimulai. "Untuk ujiannya kalian akan diberikan waktu 90 menit untuk mengerjakannya, sebelum dikumpulkan pastikan kalian periksa ulang agar nilainya maksimal. Baiklah ujiannya dimulai dari sekarang!" ucap Bu Ratna.
Arga mulai beraksi, berusaha mendapatkan jawaban meski Ahya sudah mengacanginya. Arga mulai menendang kursinya pelan-pelan, mencoba untuk mendapatkan perhatian Ahya. Namun, Kepercayaan ahya terhadap Cello lebih besar daripada rasa takutnya terhadap Arga. Arga terus mencoba mengambil perhatian. Bu Ratna yang terus memperhatian Arga akhirnya menegurnya dan menyuruhnya untuk keluar dari ruangan kelas.
Akhirnya usaha Ahya ternyata tidak sia-sia. Murid disekitarnya pun mulai memihak pada Ahya, memberi tahu pengawas bahwa Arga memang ingin menyontek. Raut wajah Arga dipenuhi dengan ekspresi tidak percaya dan mulai melindungi dirinya sendiri. Sampai akhirnya Arga dipanggil ke ruang BK.
Setelah pulang sekolah, Ahya pergi ke kamar mandi dan ternyata Arga sudah menunggu kedatangannya dan mulai menahan Ahya di kamar mandi. "Biar apa lo kayak gitu?" amarah Arga mulai tak terbendung. Tapi, mengetahui bahwa Ahya berada di sisi yang benar, Ahya pun akhirnya berani melawan.Â
Arga tak tahu harus seperti apa, dia merasa frustasi lalu pergi keluar dari kamar mandi. Ahya pun keluar dari kamar mandi. "Nah gitu dong, kan keren." suara yang tidak asing terdengar oleh telinga Ahya, Cello sudah menunggu di luar kamar mandi. Ahya hanya bisa tersenyum sambil menggaruk belakang kepalanya, "Hehe."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI