Siapa yang sudah membaca buku karya Tere Liye? Pasti saat anda membaca, komentar kagum akan selalu terlontar dari mulut. Bahasa yang selalu ia terapkan di dalam novel sangat sederhana sehingga membuat kita, sang pembaca, akan cepat memahaminya. Jika anda berpikir bahwa Tere Liye adalah seorang penulis yang terkenal, tanggapan anda salah. Bila kita mencari biodata tentang dirinya hanya sedikit yang bisa kita temukan, ia bukan seperti orang terkenal lainnya. Selama ini sosok Tere Liye cukup misterius. Kisah hidupnya tidak terlalu banyak diekspos.Â
Hal tersebut sepertinya memang sengaja dilakukan untuk menjaga kehidupan pribadinya. Ia tidak gemar tampil di layar kaca dan melakukan upaya eksistensi dengan membuat sensasi yang kerap dilakukan oleh para publik figur lainnya. Sosoknya yang sederhana memukau banyak orang. Masa lalu Tere Liye tidak banyak diketahui.Â
Namun dari banyak sumber informasi yang ada di internet, penulis adalah anak seorang petani yang lahir dan tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Ia lahir pada tanggal 21 mei 1979. Fakta yang tidak banyak orang tahu adalah bahwa nama Tere Liye bukanlah nama asli dari penulis ini, itu hanya nama pena yang selalu ia taruh di setiap novel yang dibuat olehnya. Nama aslinya adalah darwis.
Hingga saat ini Tere Liye telah menghasilkan 21 novel karya yang keseluruhan novelnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat. bahkan beberapa novel telah diangkat ke layar lebar dan menarik minat masyarakat Indonesia untuk menontonnya.Â
Adapun buku yang sudah Tere Liye buat adalah sebagai berikut: Moga Bunda Disayang Allah (2005), The Gogons Series: James & Incridible Incodents, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Cintaku Antara Jakarta dan Kualal Lumpur (2006), Sang Penandai (2007), Senja Bersama Rosie, Bidadari-Bidadari Surga (2008), Burlian (2009), Pukat, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (2010), Eliana, Serial Anak-Anak Mamak, Ayahku (Bukan) Pembohong (2011), Bumi (2014) dan masih banyak yang lainnya.
Buku yang berjudul Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin adalah satu dari banyaknya karya yang Tere Liye buat dan memiliki banyak makna yang bisa kita ambil. Percintaan adalah salah satu unsur yang bisa kita temukan di buku ini. Kedua tokoh yang saling mencintai tapi tak bisa mengungkapkan lalu memutuskan untuk memendam perasaannya menjadi topik utama di dalam novel ini. Lika-liku kehidupan yang menyakitkan pun Tere Liye sajikan didalam novel ini.
Tema yang Tere Liye buat di novel ini adalah "ikhlas dalam menerima takdir tuhan." seperti di dalam kutipan ini:
"Bahwa hidup harus menerima... penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti...pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami...pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan." (hal.196)
Dari kutipan di atas bisa kita katakan bahwa semua yang sudah terjadi sebenarnya adalah sesuatu yang seharusnya kita syukuri. Perlu kita ketahui bahwa tidak ada sesuatu yang harus kita sesali, kelak suatu saat hal yang anda anggap tidak berguna ataupun sesali akan menjadi sesuatu yang akan membawa kita menuju kebahagiaan yang kita inginkan. Selain itu, Tere Liye pun membumbui novel ini dengan banyaknya lika-liku kehidupan remaja dalam hal percintaan.
Selain itu, di dalam novel ini Tere Liye juga mengambil tema yang sering remaja Indonesia rasakan, yaitu "cinta tak harus memiliki", seperti yang ada dikutipan ini:
"Cinta tak harus memiliki. Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini."(hal. 256)
kutipan di atas ditulis dibagian akhir novel. Kedua makhluk Tuhan yang saling mencintai akhirnya bertemu. Perasaan yang Tania pendam selama ini terungkap. Kebodohan yang Danar buat membuat dirinya diam membisu saat Tania memberinya banyak pertanyaan. Benar yang dikatakan Tere Liye, cinta tak harus memiliki. Mereka memutuskan untuk saling berpisah, perasaan yang bodoh ini tidak akan Tania simpan kepada orang yang sama. Perpisahanlah yang bisa membuatnya menghilang. Dan Tania telah memutuskannya. Ia tak akan kembali.
Tokoh dan penokohan adalah suatu hal yang penting dalam suatu cerita. Tanpa adanya hal tersebut pembaca akan kesulitan dalam memvisualisasikan tokoh. Di dalam novel yang Tere Liye buat ini ada lima tokoh penting yang sangat membangun cerita ini. Adapun lima tokoh tersebut adalah Tania, Danar, Ibu, Dede, dan kak ratna.
Tokoh pertama yang sangat berpengaruh di dalam cerita ini adalah Tania. Di dalam novel ini ia digambarkan sebagai seorang gadis cantik dan juga membanggakan.
"Lihatlah...Tania yang dewasa dan cantik. Tania yang akan selalu membangakan ibunya. 'Tania yang selalu akan membanggakan." (hal. 192)
Selain itu, Tania adalah gadis yang sangat cerdas. Prestasi pun sering ia raih dengan mudah. Hal ini dibuktikan dengan adanya kutipan di halaman 127 ini.
"Setelah berjuang habis-habisan di ujian terakhir, akhirnya aku berhasil melampaui 0,1 digit si nomor satu selalu. Tipis sekali. Aku mendapatkan predikat terbaik...."
Selain Tania, tokoh yang juga berpengaruh didalam cerita ini adalah Om Danar. Om Danar, adalah sesosok malaikat yang di kirim Tuhan kepada keluarga Tania. Kehadirannya sangat membantu mereka dalam menemukan kebahagiaan yang telah hilang. Pria yang memiliki perbedaan usia yang sangat jauh dengan Tania ini memiliki perasaan cinta yang tak mungkin ia ungkapkan. Dengan keadaan yang tidak memungkinkan akhirnya Danar harus memendam perasaannya itu dan menikah dengan Kak Ratna. Sosok ini, digambarkan memiliki wajah yang sangat tampan. Semua wanita yang ada di sekelilingnya tidak bisa mengelak fakta tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kutipan berikut ini.
"dia berkeliling berkenalan dengan teman-temanku. Maggie yang orangtuanya tinggal di Selangor mendesis, 'wow cute', saat bersalaman dengannya. Teman-temannya ikut tertawa. Berbisik dengan genitnya. Lebih ramai." (hal. 95)
Selain dengan ketampanannya itu, ia juga dikenal akan kebaikannya kepada semua orang, termasuk Tania. Fakta ini pun dibuktikan di halaman 23-24.
"dia beranjak dari duduknya, mendekat. Jongkok dihadapanku. Mengeluarkan saputangan dari saku celana. Meraih kaki kecilku yang kotor dan hitam karena bekas jalanan. Hati-hati membersihkannya dengan ujung saputangan, kemudian membungkusnya perlahan-lahan. Aku terkesima, lebih karena menatap betapa putih dan bersihnya saputangan itu."
"saat kami turun, dia memberikan selembar uang sepuluh ribuan,'untuk membeli obat merah'."
Satu lagi sifat Om Danar yang digambarkan di dalam novel ini adalah sosok orang yang sangat perhatian. Kebaikan dan ketampanannya telah sempurna dengan ditambahkan sifat perhatiannya ini. Seperti yang ada di kutipan berikut.
"Kamu seharusnya pakai sandal." (hal. 24)
Sifat-sifat yang Om Danar miliki membuat Tania merasakan adanya rasa cinta terhadap Danar. Tanpa disadari Danar pun diam-diam menyukai Tania juga, namun ia tidak berani untuk mengungkapkannya dan akhirnya ia hanya bisa diam. Akibat perbuatannya ini Tania merasakan banyak kegalauan dan kesedihan. Sampai akhirnya Tania mendengar kabar bahwa sosok yang ia cintai akan menikah dengan wanita lain, yaitu Kak Ratna. Kak Ratna adalah sosok pelampiasan Danar kepada Tania. Dia terlihat seperti artis. Tokohnya digambarkan sebagai sosok yang baik, menyenangkan, cantik, pengertian, penyabar, dan tulus. Ia begitu menyanyangi Danar hingga tidak begitu menyadari perasaan yang sebenarnya Danar simpan diam-diam. Malang nasibnya, ternyata kehidupannya setelah menikah dengan Danar tak sebahagia saat pacaran. Ia harus bersaing dengan sesuatu yang ia tidak ketahui. Namun, Tania diam-diam mengagumi sifat yang dimiliki oleh tokoh Ratna ini. Seperti yang ada dikutipan berikut.
"Matang, pengertian, mau mendengarkan, dan penyabar. Aku menelan ludah. Dalam beberapa hal, sifat baik itu ada pada Kak Ratna, bukan padaku." (hal. 206)
Lagi-lagi didalam kutipan ini Tania menyadari semua kelebihan yang Kak Ratna miliki, hingga membuat dirinya sendiri iri.
"Kak Ratna amat cantik, rambutnya panjang, dan pakaiannya modis. Seperti artis-artis itu. Badannya wangi. Mukan ber-make-up tipis. Cantik sekali." (hal. 39)
Tidak hanya mengagumi secara diam-diam, terkadang Tania dan Kak Ratna sering berbicara satu sama lain dan membahas apa yang mereka rasakan. Satu lagi sifat yang dimiliki tokoh Ratna adalah Penyabar. Terbukti dengan adanya kutipan berikut.
"Aku bahkan sudah hampir enam bulan jarang berbincang dengannya. Dia lebih banyak diam. Lebih banyak menyendiri. Belum lagi kesibukan kerjanya. Kami hanya saling menegur di pagi hari. Dan saat ia pulang. Dan peluk cium sebelum tidur. Sisanya kosong." (hal. 211)
Setelah cerita cinta segitiga yang menyelimuti tokoh yang sebelumnya saya jelaskan, yaitu Tania, Danar, dan Ratna. Cerita ini sangat menarik dengan adanya sosok Ibu yang telah melahirkan gadis cantik seperti Tania. Di novel ini, tokoh ibu di gambarkan sebagai wanita paruh baya yang sangat baik dan menyanyangi keluarganya. Beliau seorang pekerja keras yang rela membanting tulang untuk bekerja serabutan agar dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya meski jauh dari kata cukup. Ibu pengertian, serta sangat sabar dan tabah dalam menghadapi kehidupan. Beliau juga seorang pencemas yang mengkhawatirkan anak-anaknya.
Tidak ada seorang ibu yang tidak mengkhawatirkan anak-anaknya. Sama seperti sosok Ibu di dalam novel ini. Ia selalu mencemaskan segala sesuatu yang anaknya lakukan. Seperti kutipan berikut.
"Kata ibu, 'Tania, hati-hatilah di sana! Kita harus mengganti setiap barang yang rusak karena kita sentuh! Jaga adikmu, jangan nakal..." aku menelan ludah sedikit ragu dan banyak takut mendengar pesan Ibu sebelum berangkat. Dengan apa kami akan mengganti barang yang aku pecahkan?" (hal. 17)
Selain sering mencemaskan, Ibu juga digambarkan sebagi sosok yang sangat pengertian. Karena kutipan inilah saya bisa menyimpulkan jika Ibu mempunyai sifat tersebut.
"Tadi Ibu bilang jangan ganggu dia dengan berbagai pertanyaan. "Om Danar lagi capek!" itu pesan ibu" (hal. 47)
Sungguh beruntung Tania memiliki Ibu yang perhatian dan selalu mengkhawatirkan semua yang Tania dan Dede lakukan. Setelah ayah mereka meninggal, Ibu harus mengambil pekerjaannya sebagai kepala keluarga. Ia harus menghidupi keluarga kecilnya. Kerja serabutan adalah pilihannya. Dengan keadaannya itu saya berpendapat bahwa pekerja keras adalah sifat ibu yang perlu kita garisbawahi. Dan kutipan berikut akan menunjukkan bahwa memang sosok ibu adalah wanita yang pekerja keras.
"seminggu kemudian ibu mulai bekerja, menjadi tukang cuci di salah satu laundry mahasiswa." (hal. 35)
Tania tidak ingin Ibunya bekerja sendiri. Akhirnya Tania dan Dede memutuskan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga secara diam-diam sebagai pengamen, bernyanyi dari mobil satu ke mobil lainnya. Karena hal ini Tania harus berhenti sekolah, dan Dede yang masih kecil harus merasakan kehidupan yang sangat kejam. Di dalam novel ini, Dede digambarkan sebagai anak yang baik, menyayangi keluarganya, cerdas, memiliki nalar yang tinggi, tampan serta tidak bisa diam. Dede seringkali menyeletuk dan mengoceh ketika sedang berkumpul dengan Om Danar, Tania, dan Kak ratna. Ia memiliki hobi bermain lego, sejak lego pertama yang ia dapatkan dari Om danar. Ia juga pandai bercerita, karena sering bercerita dengan Om Danar dikelas mendongeng.
Tidak kalah dengan Tania, Dede juga adalah anak yang cerdas. Seperti yang ada didalam kutipan berikut.
"Dede ranking empat dikelas, meski tidak ikut ulangan umum karena sakit"(hal. 44)
Selain itu, ia juga pandai bercerita. Ia sering bercerita dengan Om Danar di kelas mendongeng setiap hari libur. Seperti yang ada didalam kutipan berikut.
"Kau pandai sekali bercerita. Dua kali lebih pandai daripada Tania." (hal. 177)
Selain tokoh dan penokohan, latar juga menjadi daya tarik tersendiri bagi novel yang Tere Liye buat ini. Secara keseluruhan, latar tempat dalam cerita berada di daerah Indonesia. Namun, beberapa bagian di dalam cerita mengambil latar di Singapura. Untuk di daerah Indonesia sendiri yang menjadi sorot perhatian pembaca adalah toko buku besar tempat Tania pertama kali pergi bersama Danar. Toko buku itu seringkali Tania datangi untuk mengingat semua kenangan yang ada disana. Seperti yang ada dikutipan berikut.
"Lantai dua toko buku terbesar kota ini. Sudah setengah jam lebih aku terpukur berdiam diri disini. Mengenang semua kejadian itu. Mengenangnya."(hal. 104)
Selain itu juga, banyak latar tempat yang Tere Liye ambil untuk cerita ini di luar negeri. Singapura adalah latar tempat berikutnya untuk melanjutkan cerita ini. China Town tempat makan Tania, Dede, dan Danar adalah tempat dimana Danar mengakui kalau ia akan menikah dengan Kak Ratna. Selanjutnya, adalah Bandara Changi.
"Pukul 15:00 aku akan mengantar mereka ke Bandara Changi" (hal. 102)
Tidak hanya latar tempat, latar waktu dan latar suasana pun tersedia didalam novel ini. Latar waktu yang ada di dalam cerita ini sangat banyak dari awal pertemuan Danar dan Tania di bus saat jam pulang kerja. Saat tepat lima tahun ayah Tania meninggal, ibu pun menyusulnya. Saat pernikahan Danar dan Kak ratna. Malam hari saat toko buku hampir tutup saat Tania mengingat semua kenangan. Dan keesokan harinya ketika Tania memutuskan untu pergi. Tidak hanya latar waktu yang beragam. Namun, latar suasana di dalam novel ini juga beragam dari kebahagiaan saat bersama-sama untuk pertama kalinya Danar mengajak Tania dan Dede ke toko buku. Saat cemburu melihat Kak Ratna dekat dengan Danar, saat menyedihkan ketika Ibu meninggal, dan menyakitkan saat tahu Danar dan Kak Ratna akan menikah.
Alur adalah rangkaian tahapan jalan cerita. Di dalam novel ini mempunyai alur campuran yang sedikit membingungkan. Pada awal cerita pengarang menceritakan Tania yang sedang ada di toko buku, lalu mengingat semua kenangan selama ini. Toko buku inilah yang akan mengaitkan segala cerita yang kelak akan mengalir. Narasi yang di paparkan adalah narasi mengenai perasaan Tania, sang tokoh utama, yang kemudian belanjut dengan pengenalan berbagai tokoh yang ada di dalam cerita ini.
Lalu cerita dilanjutkan ketika Tania kecil mulai merasa perasaan yang menggangu ketika dirinya, Danar, Kak Ratna, Dede, dan Ibu berjalan bersama ke Dunia Fantasi. Ia mulai merasa cemburu. Selain itu, konflik pun terjadi setelah Kak Ratna memberi kabar bahwa dirinya dan Danar akan segera menikah. Klimaks yang ada di dalam cerita ini terletak di bagian akhir ketika Tania dan Danar bertemu dibawah pohon Linden dan membicarakan mengenai kejujuran yang sebenarnya dari seluruh perasaan yang mereka pendam selama ini. Setelah mereka berbincang-bincang akhirnya Tania memutuskan untuk berdamai dengan perasaannya dan ingin berusaha melepaskan bayang-bayang Danar di benaknya. Keputusan telah Tania buat, ia akan meninggalkan Danar dan melanjutkan hidupnya dengan kembali ke Singapura.
Sudut pandang cerita adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut manakah pengarang memandang ceritanya. Dalam cerita ini pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Cerita ini dikisahkan melalui sudut pandang Tania, sang tokoh utama di novel ini. Tercermin dalam kutipan berikut ini:
"aku mencintainya. Itulah semua perasaanku." (hal.154)
"aku menimpuk kepala Anne dengan gumpalan tisu" (hal.177)
"dia menoleh padaku. Kami bersitatap sejenak. Ya Tuhan, mata itu redup. Redup sekali." (hal. 237)
"aku mengosongkan kamar bercat itu. Semua benda masa lalu kubawa. Tersenyum untuk terakhir kalinya menatap semua bangunan." (hal. 255)
Setelah saya sudah memaparkan semua unsur intrinsik yang ada di dalam novel garapan Tere Liye ini. Saya akan sedikit menjelaskan unsur ekstrinsik yang ada di dalam novel ini.
Tania digambarkan sebagai seorang yang cerdas. Setelah saya membaca profil penulis, ternyata penulis dan tokoh Tania memiliki kesamaan. Tere Liye juga dikenal dengan kecerdasannya sewaktu di bangku sekolah. Selain itu, penulis sendiri adalah seorang anak dari petani dan selalu hidup dengan kesederhanaan. Bila kita perhatikan kembali, kehidupan yang Tania alami setelah ayahnya meninggal secara tidak langsung menggambarkan bagaimana sederhananya Tere Liye hidup sebagai seorang anak petani. Psikologi atau pemikiran penulis juga mempengaruhi jalannya cerita ini.Â
Seperti yang sudah saya jelaskan bahwa antara penulis dan tokoh utama memiliki banyak kesamaan yang membuat cerita ini mengalir begitu halus, dikarenakan penulis telah mempunyai banyak pengalaman, sehingga ceritanya sangat mudah untuk dipahami karena penulis sendiri menyajikannya dengan bahasa yang biasa kita gunakan.
Nilai sosial yang Tere Liye ingin sampaikan adalah jika kita ingin menolong seseorang lakukanlah dengan ikhlas dan jangan hanya memandang orang itu dengan sebelah mata seperti yang dilakukan Danar dalam novel ini. Selain nilai sosial, didalam novel ini Tere Liye menyajikan nilai moral. Cerita ini memberi pengetahuan kepada kita bahwa sesuatu yang terlihat sulit nyatanya tidak sesulit yang kita lihat jika kita ingin bersungguh-sungguh mencapainya seperti Tania di dalam Novel ini yang pantang menyerah meski banyak rintangan yang menghadangnya.
Amanat yang ada di dalam novel ini adalah terkadang hal yang terbaik adalah menerima. Menerima, bahwa segala hal yang terjadi tidak selalu seperti apa yang kita inginkan. Menerima dan belajar untuk mengikhlaskan. Jika sesuatu itu bukan hadir untuk kita, meski seberapapun kita telah berusaha, jika itu sudah takdir kita tidak bisa melakukan apapun.Â
Karena yang terbaik menurut kita belum tentu yang terbaik menurut kehendak Tuhan. Dan ketika kita menghadapi suatu musibah, suatu masalah, atau apapun yang negatif, hendaknya kita tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Karena sedih dan senang itu datangnya satu paket. Tuhan maha adil, dan tidak akan membiarkan hambanya bersedih kecuali apabila hambanya memang sanggup untuk menanggungnya. Alih-alih bersedih, sebaiknya kita semakin mengembangkan diri kita dan menjadi lebih baik lagi, seperti yang dilakukan Tania. Meski Danar tidak jadi bersamanya, ia tetap melanjutkan hidup dan menjadi seseorang yang sukses di Singapura.
Karena cinta tidak harus memiliki.
Â
Daftar pusaka:
https://rizkyyuliani.wordpress.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI