"Saya sendiri tidak menyangka kalau akan mendapatkan pendampingan dan diberi modal untuk mempraktikkan keinginan kami bikin usaha sablon kaos. Kami yang ada di tim projek sablon kaos mendiskusikan disain motif dan gambar, menghitung modal dasar dan memastikan bahan kaos yang kami berikan adalah terbaik agar enak saat dipakai" ungkap Brahmanvaso, Siswa SMA Cinta Kasih Tzu Chi
Nikita yang sejak awal suka dengan usaha kopi saat ini sangat terampil meracik kopi dan antusias membuka pesanan kopi saat jam istirahat pelajaran. "Saya belajar menjual kopi, dan senang menawarkan kepada teman-teman" celotehan ditengah aktivitasnya membuat kopi.
Ungkapan reflektif bisa kita simak dari seorang guru yang terlibat mendampingi salah satu projek siswa, Jefry Corpry Hasibuan. "Projek ini sangat keren. Anak dilatih berpikir integrative. Anak mengerjakan sablon koas tetapi mereka juga memikirkan nilai seninya (artistic), berlatih menawarkannya (marketingnya), dan juga membangun percaya diri yang tinggi. Di dalam diri mereka nilai-nilai kewirausahaan ditumbuhkembangkan" Ini adalah salah satu praktik baik pembelajaran Projek kolaboratif di SMA kami.
Itu adalah kesan singkat dan sebagian kecil saja dari proses Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) kolaborasi SMA Cinta Kasih Tzu Chi dengan Universitas Agung Podomoro Jakarta. Banyak pembelajaran yang mereka dapati.
Testimoni di atas menegasi adanya permasalahan P5 yang masih banyak terjadi di sekolah-sekolah. Beberapa kali penulis menjumpai permasalahan terkait dengan pelaksanaan P5, antara lain:
- Pendidik memberi tugas kepada para siswa untuk membuat produk dan kemudian dipamerkan. Produk dikerjakan siswa di rumah atau di sekolah. Pendidik itu mengeluhkan waktu yang terlalu banyak untuk P5 karena dua pertemuan sudah cukup.
- Seorang kepala sekolah dalam sebuah pertemuan sedang ngobrol dengan teman sebelahnya berujar, "Projek mah gah usah ribet-ribet. Anak-anak dibuat kelompok lalu tentukan saja untuk masak atau bikin kue lalu pada saat penerimaan rapor mereka menjual kepada orang tua. Kegiatan itu difoto. Yang penting ada dokumentasinya."
- Seorang pengawas menceritakan peristiwa pada saat diundang menghadiri kegiatan bertajuk "Panen Raya" Pada saat pengawas bertanya terkait dengan bahan baku makanan di sala satu stand siswa, siswa menjawab, "Tidak tahu Pak. Karena yang bikin kue ini mama saya. Kami hanya menjual saja"
Tulisan ini semoga bermanfaat bagi para kepala sekolah dan guru sebagai upaya bersama mensukseksakan Semarak Merdeka Belajar. Substansi P5 adalah proses membangun karakter pelajar, bukan pertama-tama hasil.
Dari hasil analisis dan refleksi penulis bersama para guru, berikut ini adalah sebab kenapa masih terjadi persoalan seperti seputar penerapan P5.
Kurang Pendampingan dan Minim Semangat Belajar Mandiri
Terdapat dua (2) sebab utama yang melahirkan permasalahan terkait P5 yang tidak dilaksanakan secara optimal atau dilaksanakan secara keliru.
- Kurang pendampingan terhadap kepala sekolah dan guru
- Minimnya semangat belajar mandiri