Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Blogger

Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024 | Konsisten mengangkat isu-isu yang berhubungan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama yang terpantau di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Halte Transjakarta Jadi Pangkalan Ojek Online, Siapa yang Bertanggung Jawab?

10 Oktober 2025   14:30 Diperbarui: 10 Oktober 2025   19:04 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak depan shelter ojek online (ojol) di Stasiun Depok Baru, Selasa (22/5/2018). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

Kalau konsep ini sudah diterapkan di beberapa lokasi, mengapa tidak direplikasi secara masif di seluruh wilayah Jakarta, terutama di titik-titik strategis, seperti halte Transjakarta yang ramai?

Tiga langkah konkrit mengintegrasikan ojek online dalam sistem transportasi

Tampak depan shelter ojek online (ojol) di Stasiun Depok Baru, Selasa (22/5/2018). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
Tampak depan shelter ojek online (ojol) di Stasiun Depok Baru, Selasa (22/5/2018). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, saya mengusulkan tiga langkah konkrit mengintegrasikan ojol dalam sistem transportasi yang dapat dipertimbangkan oleh pemangku kepentingan.

Pertama, bangun shelter drop-off ojek online di setiap halte Transjakarta yang ramai. Pemprov DKI Jakarta mesti segera menyusun peta halte-halte Transjakarta yang sering disalahgunakan sebagai pangkalan ojol, kemudian membangun shelter khusus di dekat halte tersebut.

Shelter tidak perlu mewah, cukup berupa kanopi sederhana dengan area tunggu yang nyaman dan sistem penomoran digital untuk mempermudah penumpang menemukan pengemudi mereka.

Lokasi shelter harus strategis: cukup dekat dengan halte agar penumpang tidak perlu berjalan jauh, tetapi terpisah agar tidak mengganggu operasional halte.

Di shelter, sediakan fasilitas seperti tempat duduk, stop kontak untuk mengisi daya ponsel, toilet, dan mungkin kantin kecil. Dengan fasilitas yang memadai, pengemudi ojol tidak perlu lagi menduduki halte Transjakarta.

Anggaran untuk pembangunan shelter dapat dialokasikan dari APBD DKI atau melalui skema kerja sama dengan perusahaan penyedia layanan ojol yang juga diuntungkan dari tersedianya infrastruktur ini.

Kedua, terapkan sistem zonasi dan aturan ketat dengan teknologi pendukung. Setelah shelter dibangun, pemerintah mesti membuat aturan tegas: pengemudi ojol hanya boleh menjemput penumpang di shelter yang telah disediakan, bukan di halte Transjakarta atau sembarang tempat.

Untuk menegakkan aturan ini, gunakan teknologi geofencing dalam aplikasi ojek online. Geofencing adalah teknologi yang membuat 'pagar virtual' atau batas wilayah digital menggunakan GPS atau sinyal lokasi di smartphone.

Aplikasi dapat diatur agar pengemudi hanya bisa menerima orderan pick-up di zona shelter yang telah ditentukan, bukan di halte Transjakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun