Koordinasi lintas instansi harus dilembagakan melalui platform digital yang memungkinkan pemantauan waktu nyata dan sinkronisasi.
Teknologi tanpa galian dan terowongan mikro harus menjadi metode prioritas untuk meminimalkan gangguan permukaan.
Target konkret: maksimal satu galian per koridor dalam periode waktu tertentu, dengan durasi maksimal yang ditetapkan ketat.
Kedua, luncurkan Sistem Manajemen Lalu Lintas dan Komunikasi Publik yang komprehensif.
Setiap proyek infrastruktur harus disertai dengan rencana pengalihan lalu lintas yang detail, termasuk rute alternatif, optimalisasi lampu lalu lintas sementara, dan penguatan transportasi publik di area terdampak.
Platform digital harus dikembangkan untuk memberikan informasi waktu nyata kepada pengguna jalan tentang lokasi proyek, durasi, rute alternatif, dan progres pembangunan.
Papan informasi digital dan aplikasi ponsel wajib dipasang di setiap lokasi proyek dengan pembaruan harian. Sistem keluhan dan umpan balik harus tersedia dengan waktu tanggap maksimal 24 jam.
Kemitraan dengan aplikasi navigasi seperti Google Maps dan Waze untuk memberikan informasi akurat tentang kondisi lalu lintas dan optimalisasi rute.
Ketiga, reformasi akuntabilitas dan pengukuran kinerja dalam pembangunan infrastruktur.
Pemprov DKI harus menetapkan Indikator Kinerja Utama yang jelas untuk setiap proyek: tingkat penyelesaian, minimalisasi dampak lalu lintas, dan indeks kepuasan publik.
Dasbor publik harus dibuat untuk pemantauan waktu nyata progres semua proyek infrastruktur, anggaran yang terpakai, dan dampak terhadap lalu lintas.