Aksi ini tidak hanya mencerminkan kekecewaan terhadap pemerintah, tapi juga menunjukkan solidaritas para sopir angkot yang merasakan beban yang sama.
Mereka mengeluhkan kurangnya perhatian dari Dinas Perhubungan Maluku, terutama dari Kepala Dishub, Muhammad Malawat, yang dianggap mengabaikan tuntutan mereka selama dua tahun terakhir.
Di tengah aksi tersebut, ketegangan antara sopir dan aparat keamanan sempat terjadi. Para demonstran, bahkan memblokade ruas Jalan Sultan Hairun, salah satu akses utama di Kota Ambon, sebagai bentuk tekanan kepada pemerintah.
Meski aksi ini menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat, mereka merasa ini adalah satu-satunya cara untuk didengar.
Langkah Penyelesaian: Menuju Regulasi yang Adil
Merespons aksi demonstrasi tersebut, Kepala Dinas Perhubungan Maluku, Muhammad Malawat, akhirnya keluar menemui para sopir angkot.
Di atas mobil pick-up milik demonstran, Malawat berjanji akan membekukan izin operasional Maxim dan mengatur regulasi baru untuk transportasi online sementata.
Langkah ini menjadi titik terang bagi para sopir angkot. Namun, janji saja tidak cukup. Regulasi yang akan diterapkan harus mencakup beberapa aspek penting, seperti:Â Â
Pertama, pendaftaran resmi pengemudi online: Semua pengemudi harus terdaftar dan memiliki izin operasional untuk memastikan persaingan yang sehat. Â
Kedua, pembatasan kuota kendaraan: Dengan wilayah kecil seperti Ambon, pembatasan jumlah kendaraan online menjadi solusi agar tidak terjadi over-supply yang merugikan semua pihak. Â
Ketiga, keseimbangan tarif: Pemerintah perlu mengatur standar tarif agar persaingan antara angkot dan transportasi online tetap adil.