Akar Permasalahan: Ketimpangan Persaingan
Transportasi online seperti Maxim, memang, menawarkan fleksibilitas, efisiensi, dan harga yang kompetitif.
Namun, di sisi lain, hal ini menimbulkan ketimpangan bagi angkot tradisional. Sopir angkot di Kota Ambon merasa dirugikan karena tidak ada regulasi yang jelas untuk mengatur keberadaan transportasi online. Angkot adalah bagian dari sistem transportasi umum yang sudah lama menjadi andalan masyarakat di Ambon.
Namun, seiring dengan kehadiran Maxim, banyak sopir angkot kehilangan pelanggannya. Mereka berpendapat bahwa Maxim sering memberikan promo besar-besaran, membuat tarif mereka sulit bersaing.
Ditambah lagi, banyak pengemudi Maxim yang tidak terdaftar secara resmi atau tidak memiliki izin operasional, sehingga dianggap tidak adil bagi angkot yang selama ini mengikuti aturan.
Menurut Agus Pical, Koordinator Lapangan dari Asosiasi Supir Angkot (ASKA) Kota Ambon, seperti yang dilansir dari ambonterkini.id, mamasalah ini harus segera diatasi dengan regulasi yang jelas.
"Setiap angkutan harus memiliki badan hukum," tegasnya. Ambon yang memiliki wilayah kecil tidak mampu menampung persaingan bebas tanpa aturan yang mengikat.
Aksi Protes: Wujud Kekecewaan Sopir Angkot
Puncak ketegangan terjadi pada 30 September 2024 lalu, ketika ratusan sopir angkot di Ambon menggelar aksi demonstrasi besar-besaran.
Saat itu, mereka mendesak Pemerintah Kota Ambon untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap transportasi online.
Demonstrasi ini berlangsung selama lima jam, melibatkan pemblokiran jalan dan penghentian operasional angkot yang masih beroperasi sebagai bentuk solidaritas.