(Binjai adalah pohon buah sejenis mangga dengan bau yang harum menusuk dan rasa yang masam manis. Buah ini juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti bin-yaa, lam-yaa (Th.), belenu (Mly., beluno (Sabah), baluno, bauno, bayuno (beberapa bahasa di Filipina), binglu (Sd.), dan wani (Bl.). Nama ilmiahnya adalah Mangifera caesia) Wikipedia.
“Ibu’ tidak mau tau, siapapun yang sudah makan dan membawa Binjai ke dalam kelas, harap maju ke depan kelas!” Perintah Bu Cik.
“Sial memang Asrudin ne, lah tau ade Bu’ Cik di kelas, agik maken Binjai lah” gumam Ibnu pelan di samping saya.
Saya, Ibnu, dan Helmi yang kebetulan satu kelas ikut maju ke depan kelas. Asrudin sudah duluan berdiri di depan kami.
“Anak-anak.. pagi ini Ibu seharusnya memberikan pelajaran sejarah pada kalian. Tapi, pagi ini Ibu marah pada kalian gara-gara ulah segelintir teman kalian ini. Sepertinya Ibu tidak dihargai saat mengajar. Benarkan Asrudin!”
Lagi-lagi nama Asrudin disebutin sama bu Cik. Saya lihat ke arah Asrudin, dia menunduk. Jika dibandingkan dengan kami bertiga, Asrudin memiliki tubuh yang lebih besar. Rambutnya berdiri tegak, rahangnya kuat, kalau berkelahi pasti kami kalah, kecuali kami main keroyokan, mungkin bisa menang.
“Maaf Ibu’, saya salah, seharusnya tidak makan saat pelajaran sedang dimulai”. Asrudin menjawab.
“Ziyyan, benar ini Binjai kalian? Kalian dapat darimana? Awas kalau kalian mencuri punya orang!” Bu cik bertanya pada saya.
Sebenarnya saya sedikit gugup ketika bu Cik bertanya pada saya. Bu Cik, orangnya tinggi besar, rambutnya sedikit keriting, tapi jika tersenyum kelihatan manisnya. Saya termasuk murid yang senang ketika mendengar ibu Cik memberikan materi pelajaran sejarahnya. Ibu Cik bukan asli Bangka, sepertinya beliau asli Aceh dan tinggal di Kota Pangkalpinang. Jarak ke Sekolah kurang lebih memakan waktu 40 menit perjalanan waktu itu.
“Maaf ibu.. memang benar yang membawa Binjai ke dalam kelas adalah kami bertiga, saya, Ibnu dan Helmi. Niat kami makannya pas jam istirahat. Saya nggak tau Asrudin ngambil Binjai kami dan langsung makan saja” saya mencoba menjelaskan ke bu Cik, dan sedikit membela diri.
“Binjai itu kami dapatkan saat dalam perjalanan ke sekolah pagi tadi bu’. Kebetulan lagi musim Binjai, dan Binjainya pun Binjai wakaf*”. Itu penjelasan tambahan saya pada bu Cik.