Mohon tunggu...
BIDADARI PERTIWI
BIDADARI PERTIWI Mohon Tunggu... mahasiswa

haiiii nama ku bidadari pertiwi, panggil aja bida. aku sekarang lagi kuliah di malang dan pengen nyari hobi yang bermanfaat buat keberlangsungan ku di kampus. aku baru belajar nulis sih, tapi semoga dengan awal ini aku bisa jadi penulis yang lebih baik. salam kenalllll:D

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjalanan Kuliner Nusantara dari Abad ke-16 Hingga Abad ke-19

13 Juni 2025   18:00 Diperbarui: 10 Juni 2025   11:23 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kelangkaan sumber daya makanan, rempah-rempah dan bumbu, cara pengolahan, dan lama waktu pengolahan terkadang menjadi alasan dibalik tingginya harga makanan tertentu di pasaran. Walaupun tidak jarang tingginya harga suatu hidangan berasal dari tempat di mana hidangan itu dibuat, seperti restoran bintang lima atau restoran dengan tiga Michelin star. Hal ini membuktikan bahwa makanan juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur kekayaan seseorang, seperti hidangan lobster yang dibilang hanya dapat dinikmati masyarakat kelas menengah atas atau hidangan oyster, kaviar, dan steak wagyu yang hanya dapat dinikmati masyarakat kelas atas. "Citarasa" (taste), secara kultural dibentuk dan dikendalikan secara sosial (Mennell, Fadly Rahman 2016:8). Menurut Mennell, selera seseorang dalam makanan sangat bergantung pada kondisi sosial yang dihidupinya dan status sosial yang dimilikinya beserta orang-orang di sekitarnya.

Selain kekayaannya terhadap budaya dan alamnya yang begitu indah, Indonesia juga memiliki keberagaman dalam hal makanan. Beberapa makanan asal Indonesia yang telah mendunia di antaranya: rendang, nasi goreng, mie goreng, dan sate yang sudah terkenal hingga mancanegara sejak dulu. Keberagaman makanan ini ternyata tidak hanya dipengaruhi dari banyaknya suku dan jenis rempah yang Indonesia miliki, namun juga karena Indonesia dulunya merupakan jalur perdagangan yang sangat strategis. Letak geografis yang strategis inilah yang membawa pedagang-pedagang internasional datang ke Nusantara untuk berdagang dan sekaligus bertukar kebudayaan yang salah satunya merupakan makanan. Interaksi antara pedatang dan penduduk asli inilah yang menjadikan Nusantara sebagai tempat bertukarnya berbagai produk kebudayaan internasional, termasuk resep-resep makanan baru.

Sejak periode kolonial Belanda yang menjajah Nusantaradi abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di saat Jepang mulai datang dan menduduki Nusantara menggantikan Belanda pada rentang tahun 1942-1945 (masa perang Asia Timur Raya), perkembangan makanan Nusantara mulai sedikit terjadi perubahan. Mulai muncul beberapa jenis makanan baru pada periode tersebut.  Perubahan yang terjadi juga tidak terbatas pada bertambahnya jenis masakan saja, namun juga pada pola makan masyarakat setempat pada masa itu.

Perjalanan sejarah kuliner Nusantara merupakan suatu perjalanan yang sangat panjang. Pencampuran budaya dan cita rasa baru yang terjadi saat bangsa asing mulai masuk ke negeri ini telah memberikan Nusantara variasi dan cara-cara baru dalam mengolah sumber makanan yang kita miliki. Melalui artikel ini diharapkan masyarakat Indonesia dapat menjadi tahu tentang sejarah salah satu kekayaan terbesar yang Indonesia miliki, yaitu sejarah kuliner dan bukan hanya mengetahui saja, namun juga dapat memaknai bagaimana proses suatu jenis makanan dapat muncul dan menjadi salah satu bagian dari kuliner Nusantara.

METODE PENELITIAN

Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif kritik sumber yang menggunakan sumber-sumber berupa artikel, buku dan essays yang membahas topik serupa untuk mengkaji perjalanan sejarah kuliner Indonesia dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20. Sumber-sumber yang penulis pakai dalam artikel merupakan sumber-sumber sekunder yang telah diperiksa terlebih dahulu legitimasinya.

PEMBAHASAN

Pengaruh Bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, dan Belanda) pada abad ke-16 Hingga Abad ke-19 Terhadap Perkembangan Kuliner Nusantara

Beras meerupakan pemasok karbohidrat utama bagi masyarakat Asia Tenggara, tidak terkecuali Indonesia. Persamaan ini terjadi akibat adanya kesamaan kondisi geografis dan kebudayaan antara Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara. Jenis makanan di Asia Tenggara sudah dibentuk melalui kondisi geografisnya sejak saat masa paleolitikum (Fdly Rahman, 2016). Meskipun tanaman berkarbohidrat lain selain padi seperti, ketela, ubi, kentang, talas, dan sagu sudah lebih dahulu menolong kehidupan manusia untuk bertahan hidup, padi tetap menjadi pemasok karborhidrat utama bagi Asia Tenggara termasuk Indonesia. Meski beras sudah menjadi sumber karbohidrat utama, bagi masyarakat Nusantara dan Asia Tenggara yang tinggal di daerah gersang, dapat memakan nasi adalah sebuah kemewahan (Reid, 2011). Anggapan beras sebagai komoditi mewah juga diperkuat dengan disebutkannya kata beras di beberapa sumber sejarah seperti, Prasasti Taji 901 masehi, naskah Rahmayana dan Arjuna Wijaya, dan naskah Korawacrama yang menyebut kata ketan (laketan) dan lepet (Fadly Rahman, 2016). Adanya sumber-sumber sejarah yang memperkuat hal ini telah membuktikan bahwa beras telah menjadi sumber makanana pokok sejak lama.

Selain beras atau nasi, masyarakat di Asia Tenggara dan Nusantara khususnya yang tinggal di daerah pesisir juga memakan ikan-ikan laut dan hewan-hewan laut lainnya serta mengetahui cara membuat garam. Selain menjadi perasa dalam makanan dan masakan, garam juga sering digunakan sebagai pengawet alami yang sangat umum dipraktekan di Asia Tenggara. Di Nusantara sendiri, pemasok garam terbesar adalah Jawa Timur, yang kemudian para pedagang membawanya ke Sumatra, Sulawesi, hingga Maluku. Selaikan ikan yang sudah diasinkan atau dikeringkan dengan garam, ikan segar juga telah menjadi makanan utama masyarakat pesisir Asia Tenggara dan Nusantara. Ikan dan hewan laut lainnya dapat menjadi makanan pokok masyarakat setempat karena ikan bukanlah hewan yang dianggap suci atau melambangkan suatu agama tertentu.

Untuk masyarkat yang tidak tinggal di sekitar pesisir, daging merupakan salah satu makanan paling populer yang sering dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Meskipun sering dikonsumsi dan termasuk dalam makanan yang cukup populer, konsumsi daging di Asia Tenggara dan Nusantara dapat dibilang rendah. Hal ini dikarenakan daging dianggap memiliki nilai ritus yang asalnya dari suatu tradisi atau adat kepercayaan setempat. Maka dari itulah daging menjadi memiliki nilai yang mahal dan sakral. Upcara-upacara adat khas Nusantara seperti upacara kelahiran, kematian, ruwatan diri, atau ruwatan pemukiman selalu melibatkan perngorbanan hewan yang berupa kepala ataupun bagian tubuh lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan pembagian daging ke masyarkat (Reid, 2011). Hewan yang biasanya dikorbnakan untuk berjalannya upcara-upacara adat diantaranya, kerbau, anjing, sapi, babi, kambing, dan ayam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun