Mohon tunggu...
Betrika Oktaresa
Betrika Oktaresa Mohon Tunggu... Administrasi - Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Channeling Your Anger", Belajar dari Young Lex, Zlatan, dan Higuain

27 Januari 2019   12:21 Diperbarui: 27 Januari 2019   13:14 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://cdn.newsapi.com.au

Anger Management, mendengar ini mungkin beberapa dari pembaca akan teringat sebuah judul film yang dirilis pada tahun 2003 lalu, yang dibintangi oleh Adam Sandler dan Jack Nicholson. Merefleksikan judulnya, film ini memang menceritakan tentang upaya tokoh utama dalam perbaikan diri dalam mengelola amarahnya.

Film ini terbilang sukses di masa itu, selain karena dibintangi oleh artis-artis kenamaan, keresahan yang menjadi inti dari film tersebut dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat sehingga menarik perhatian.

Tak dapat dipungkiri, siapapun akan selalu berurusan dengan amarahnya setiap hari, baik saat berhadapan dengan ekspektasinya sendiri maupun saat dealing with others.

Mengelola amarah dinilai sangat penting, dan terus menjadi concern berbagai pihak di seluruh dunia. Bahkan, hal itu juga yang menjadi dasar dibentuknya British Association of Anger Management di Inggris.

Berdasarkan hasil penelitian Mental Health Foundation, Harvard Medical School, 64% responden menyatakan bahwa penduduk UK lebih pemarah saat ini. Parahnya, 12% di antaranya menyatakan mereka bermasalah dalam mengelola amarah tersebut dan hanya satu per tujuh dari mereka yang mencari bantuan untuk mengatasinya.

Mike Fisher, sang direktur British Association of Anger Management menjelaskan bahwa amarah dapat diekspresikan secara tegas, agresif atau pasif-agresif. Fisher membagi manusia menjadi dua tipe jika dikaitkan dengan amarah, tipe 'imploders', yang menyimpan kemarahan mereka di dalam hati sampai akhirnya mendidih, dan 'exploders', yang cepat meledak tetapi kembali normal setelah lima menit mengeluarkan kata-kata kasar. Nah, kira-kira pembaca termasuk tipe yang mana?.

Lalu, kenapa kita harus peduli? karena berdasarkan hasil penelitian di atas, dijelaskan bahwa amarah sangat terkait langsung sebagai salah satu pemicu penyakit tekanan darah tinggi, strokes, kanker, dan jantung.

Artinya, salah mengelola amarah ternyata dapat menyebabkan ancaman yang serius pada kesehatan. Tricky-nya, seperti yang diungkapkan oleh Dr Brian Parkinson, pengajar ilmu experimental psychology pada Oxford University, mengekspresikan kemarahan dapat membantu menyingkirkan 'kesesakan' di dada, tetapi masalahnya, melakukan itu tidak selalu membawa konsekuensi yang positif.

Orang lain bisa saja menangkap amarah anda secara negatif, reaksi mereka justru mungkin tidak selalu positif atau simpatik. Lalu bagaimana seharusnya kita menyikapinya?.

"Channeling your anger", mungkin bisa menjadi salah satu jawabannya, menyalurkan amarah yang ada menjadi sesuatu yang positif. Namun, Stanton E. Samenow Ph.D. dari Psychology Today menegaskan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan sebelum 'membiarkan' amarah itu muncul adalah memahami proses kognitifnya, bagaimana amarah itu muncul.

Kita harus memahami kenapa kita marah? Apakah ada suatu hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita?. Setelah memahami ekspektasi apa yang berbeda, kita harus memahami, apakah ekspektasi itu realistis? Kemudian dari sisi kontrol, apakah kita marah karena tidak mampu mengendalikan situasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun