Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Biarkan Tulisan dengan "Jempol" Sedikit Tetap Ada

10 November 2016   20:14 Diperbarui: 10 November 2016   20:19 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook Like symbol atau si

Kompasiana baru saja menurunkan daftar 10 tulisan yang tayang pada Oktober 2016 dan mendapat “jempol” paling banyak. Daftar tersebut termuat dalam “10 Artikel yang Paling Banyak Mendapat Jempol di Facebook Oktober 2016” (bisa dibaca di sini). Penilaian jumlah “jempol” atauLike/Suka ini berasal dari akun Facebook Kompasiana. Selain “jempol”, juga dihitung jumlah komentar dan beberapa kali tulisan itu dibagi (share).

Kesepuluh tulisan dengan “jempol” terbanyak itu, seperti sudah diduga, umumnya berupa tulisan dengan topik yang terkait dengan politik. Dari 10 tulisan itu, hanya ada satu tulisan terkait pendidikan dan satu tulisan terkait film. Kalau pun tak mau digolongkan ke dalam politik, ada juga tulisan tentang Mario Teguh yang akhir-akhir bermasalah dengan anaknya. Di luar itu, semuanya bisa digolongkan ke dalam topik politik. Meski ada juga yang terkait dengan agama, namun lagi-lagi masih berhubungan dengan politik juga.

Tulisan-tulisan politik memang merupakan topik yang populer. Apalagi menjelang berlangsungnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 2017. Tanpa mau berprasangka buruk dengan menyebut di Kompasiana juga ada para buzzer, namun kecenderungan keberpihakan pada satu calon tertentu atau sebaliknya ketidakberpihakan pada calon tertentu – khususnya pada Pilkada DKI Jakarta – terbaca dengan jelas lewat tulisan-tulisan yang ada.

Judul dengan kata-kata “Ahok”, “Jokowi”, “Ulama”, bisa dibilang akan segera menarik perhatian pembaca untuk memberikan “jempol”, berkomentar, dan membaginya. Untuk November 2016, bisa jadi kata-kata “Trump” dan “Amerika Serikat” juga bakal menjadi salah satu kata yang banyak digunakan, dan ada kemungkinan satu atau lebih tulisan tentang Trump dan Amerika Serikat akan masuk pula daftar 10 tulisan yang mendapat “jempol” paling banyak.

Itulah sebabnya, sebagian Kompasianer saat ini juga cenderung untuk menulis terkait topik politik. Walaupun menurut sebagian blogger menulis adalah untuk kepuasan diri, namun tentu akan lebih puas kalau tulisan kita dibaca banyak orang. Saat ini, cara agar tulisan kita dibaca banyak orang, antara lain dengan menulis terkait politik yang sedang ramai dibicarakan.

Tetapi tidak semua Kompasianer melakukan hal itu. Masih banyak yang setia menulis topik-topik yang memang dikuasai atau diminatinya. Saya ambil contoh, Kompasianer Syaiful W. Harahap dan Djulianto Susantio. Kebetulan kami pernah sama-sama “menimba” ilmu tentang tulis-menulis dan jurnalistik di media mingguan Mutiara terbitan PT Sinar Kasih.

Syaiful tetap tekun mengisi Kompasiana dengan tulisan-tulisan tentang kesehatan, khususnya terkait HIV/AIDS. Sementara, Djulianto selalu rajin menulis tentang arkeologi. Baik topik HIV/AIDS maupun arkeologi atau yang oleh masyarakat luas dikenal dengan ilmu purbakala, memang bukan topik yang langsung bakal menarik perhatian pembaca.  Kecuali misalnya ada pemberitaan seorang selebriti diduga positif HIV atau ada pencurian benda-benda purbakala dari suatu museum. Barulah ramai yang membacanya.

Tetapi sesungguhnya, tulisan-tulisan seperti yang dibuat oleh Syaiful maupun Djulianto tetaplah penting. Di luar topik politik dan juga ekonomi yang sama-sama banyak peminatnya, tulisan dengan topik lain juga membantu memberi pencerahan dan tambahan wawasan kepada pembacanya. Saya sendiri juga cukup banyak menulis topik-topik yang tidak terlalu populer atau kata seorang wartawan senior tempo dulu, “topiknya tidak sexy”. Walaupun demikian, saya tetap menulis tentang kepramukaan atau kepanduan, filateli, dan sejarah. Biar saja pembacanya sedikit, tetapi yang penting komitmen untuk terus menulis itulah yang kami jaga. Jadi biarkan tulisan-tulisan dengan “jempol’ sedikit tetap ada di Kompasiana.

Sekadar tambahan catatan, mungkin ada baiknya pula bila selain 10 tulisan utama yang paling banyak mendapat “jempol”, Kompasiana juga dapat membuat daftar tulisan-tulisan yang paling banyak mendapat “jempol” dari setiap kategori. Misalnya, dari kategori Bola, Ekonomi, Fiksi – ini pun dapat dibagi lagi antara puisi, cerpen, dan sebagainya – lalu kategori Gaya Hidup, Hiburan, Humaniora, dan sebagainya.

Lalu kepada yang masuk dalam daftar pilihan itu juga bisa diberikan sekadar hadiah. Tidak usah dalam jumlah uang yang besar, tapi mungkin tumbler, mug, topi, kaus Kompasiana. Serta juga diundang pada acara-acara Kompasiana Nangkring.

Ya, sekadar usulan saja. Mudah-mudahan dapat dipertimbangkan dan diterima.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun