Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop Konser Musik "Rock," Tagar #SavePrambanan Bermunculan

27 September 2017   14:35 Diperbarui: 27 September 2017   14:40 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tagar #SavePrambanan mulai bermunculan. (Foto: Istimewa)

Rencana penyelenggaraan konser musik rock di komplek Candi Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, pada 29-30 September 2017, menuai protes dari sejumlah pihak. Ini memang bukan pertama kalinya diadakan konser musik di komplek situs dan kawasan cagar budaya yang telah menjadi warisan dunia (world heritage) sebagaimana diakui UNESCO itu. Namun, makin sering pelaksanaan acara musik yang hingar-bingar, semakin cenderung merusak batu-batuan candi yang telah berusia belasan abad itu.

Menurut rencana, dua hari terakhir di bulan September 2017 akan digelar "Jojarockarta International Rock Music Festival 2017". Sudah bukan rahasia lagi, namanya musik rock tentu hingar-bingarnya bakal sangat terasa. Padahal, batu-batu candi yang telah berusia berabad-abad itu rentan dan mudah rapuh. 

Hal itu terbukti dari hasil kajian Tim Balai Konservasi Borobudur atas Konser Prambanan Jazz 20-21 Agustus 2017 lalu. Bahkan untuk musik jazz yang oleh sebagian orang dianggap lebih rendah kebisingannya dibandingkan dengan musik rock yang lebih berdentam-dentam, tingkat kebisingannya sudah di atas ambang batas, karena ditemukan di atas 60dB. Tingkat getaran yang dapat menghasilkan efek merusak pada struktur ikatan batu-batu candi kuno.

Hasil kajian itu diungkapkan melalui pernyataan sikap Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) yang ditandatangani Ketua Umum Pengurus Pusat-nya, Dr. W. Djuwita S. Ramelan. Organisasi profesi arkeolog Indonesia itu menyampaikan protes keras dan meminta agar tempat pagelaran konser dipindahkan dari kawasan cagar budaya yang telah dilindungi berdasarkan Undang Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Bukan hanya IAAI, cukup banyak masyarakat pemerhati dan pencinta warisan budaya yang juga ikut menyampaikan protes. Salah satunya, Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) yang diketuai Dhanu Wibowo. KPBMI kecewa dan menentang keras penyelenggaraan musik rock di salah satu kawasan candi yang sudah ditetapkan sebafai warisan cagar budaya oleh UNESCO itu. Disebutkan juga, alasan konser musik rock untuk promosi wisata, kurang tepat. Karena ada atau tidak adanya konser itu, Candi Prambanan sudah menjadi daya tarik wisata dunia. 

"Jadi jangan rusak warisan cagar budaya dunia dengan hingar bingar dan kebisingan suara musik, yang juga bisa merusak nilai sakral kawasan Prambanan," demikian pernyataan KPBMI yang ditambahkan, dengan banyaknya manusia penonton dan sampah yang ditimbulkan akan menambah beban yang cenderung mempercepat kerusakan candi tersebut.

Kekecewaan para pencinta cagar budaya juga ditampilkan dalam berbagai akun media sosial. Saat ini tagar #SavePrambanan mulai bermunculan di mana-mana. Semoga hal ini segera disikapi dengan bijak oleh Pemerintah dan masyarakat luas, karena sebagaimana dikatakan oleh seorang arkeolog lewat media sosialnya dengan tagar #bukanantimusikrock.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun