Mohon tunggu...
Berry Budiman
Berry Budiman Mohon Tunggu... lainnya -

Editor sastra, penulis, pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Nazaruddin Ditawari Tiga Permintaan oleh Tuhan

11 Desember 2016   18:48 Diperbarui: 11 Desember 2016   21:43 1994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Memangnya orang sehat tidak bisa mati. Kau terpeleset di jembatan bisa mati, tertimpa bangunan roboh juga mati, atau bagaimana kalau dibunuh pencuri yang masuk ke rumahmu ... bisa mati.”

Ketiga temannya itu semakin semangat untuk memenangkan argumennya sendiri. Nazarudin tidak bicara apa-apa dan hanya mendengarkan perdebatan mereka. Menjelang pukul sebelas Nazarudin pamit pulang karena memang saat itu bukan gilirannya meronda.

Malamnya Nazarudin tidak bisa tidur. Ia memikirkan kembali permintaan apa yang mesti ia ajukan kepada Tuhan: uang, kesehatan, atau hidup abadi. Jika ia pilih uang, maka akan menyedihkan juga jika nanti ia diterpa penyakit parah. Jika pun sehat tetapi masih miskin seperti sekarang juga apa enaknya. Hidup abadi juga buat apa kalau tetap miskin dan kena penyakit. Akhirnya, keputusan terakhir Nazarudin adalah tidak meminta apa-apa. Lebih dari itu, ia mulai berprasangka kalau Tuhan sudah mengerjainya selama ini. Semua permintaanku memberi kesenangan di satu sisi tetapi juga memberi penderitaan di sisi lain, gumamnya. Ini pasti akal-akalan Tuhan saja, Ia kesal padaku karena doa-doaku yang kelewatan dan sekarang ia mengerjaiku. 

Setahun berlalu dan Nazarudin tidak juga memanggil Tuhan. Kebahagiaannya yang sempat ia rasakan perlahan-lahan pudar setelah ia mulai terpikir dengan permintaan ketiganya. Ia kesal, kenapa Tuhan tega menjebaknya? Pikiran itu terus menguasai kepalanya dan membuat tidur malamnya tidak pernah nyenyak.

Pada tahun ketiga, Tuhan turun dan menemui Nazarudin.

“Din, kenapa kau tidak pernah memanggil-Ku lagi?” Rupanya Tuhan penasaran juga dengan diamnya Nazarudin. Saat itu wajah Nazarudin kembali mirip kukang.


“Sudahlah Tuhan, Kau tidak bisa mengerjaiku lagi. Aku tidak butuh permintaan apa-apa.”

“Kalau begitu aku tak perlu menawarimu lagi?”

Ditantang begitu, Nazarudin ciut juga. Dalam hati ia juga ingin meminta sesuatu, tetapi semua pilihan tampaknya tidak ada yang benar.

“Ehm, begini, Tuhan. Aku tidak tahu harus meminta apa, karena Kau Maha Bijaksana, bagaimana kalau Kau saja yang memilihkan permintaan untukku. Apa pun itu, pasti aku terima, Tuhan.”

“Benarkah?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun