Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Ingin Menikah Muda, Paling Tidak Persiapkan 3 Hal Ini

18 Mei 2021   08:31 Diperbarui: 18 Mei 2021   14:00 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikah muda (Sumber: shutterstock)

Sekitar dua bulan lalu, seorang kenalan, sebut saja namanya Bari, dan istrinya, datang mengabarkan sekaligus mengundang kami untuk hadir pada pernikahan anak perempuannya yang digelar beberapa hari kemudian.

Kami yang cukup kenal dengan keluarga ini, agak kaget dengan kabar sekaligus. undangan ini. Pasalnya, saya tahu pasti, anak perempuannya ini hanya selisih lebih tua tujuh tahun dari anak saya "si ganteng". Yang berarti saat ini usia gadis tersebut baru 19 tahun. Menurut saya, usia tersebut masih sangat muda untuk menikah.

Sebelumnya, kebih kurang satu tahun lalu, saya memang sudah mendengar cerita dari orangtuanya, bahwa selepas lulus SMU, gadis ini bekerja sebagai SPG di sebuah showroom kendaraan bermotor, dan telah memiliki teman dekat laki-laki. Tapi saya tidak menyangka akan menikah secepat itu.

Karena pertimbangan masih dalam situasi pandemi, saya dan suami memutuskan untuk tidak hadir pada pernikahan tersebut. Kami datang ke rumah mereka keesokan harinya ketika suasana pesta tidak terlihat lagi. Tetapi yang penting kami tetap datang, hanya saja tidak di hari H, untuk menghindari keramaian.

Mas Bari ini berprofesi sebagai tukang. Jadi, bila ada kerusakan di rumah, atau kami ingin dibuatkan perkakas rumah tangga, kami sering menggunakan jasa Mas Bari ini.

Kebetulan beberapa perbaikan di tempat tinggal kami harus dilakukan, minggu lalu kami meminta tolong jasa Mas Bari untuk membereskannya.

Sore hari ketika pekerjaannya sudah mulai rampung, saya pun berbasa-basi menanyakan keadaan anak gadisnya yang baru menikah. Rasanya kurang sopan kalau tidak bertanya kabar anak dan keluarganya.

"Dira (bukan nama sebenarnya) masih kerja, Mas?", saya bertanya perihal anak gadisnya yang baru menikah

"Yaa, udah kena gusur, Mbak," jawabnya

"Di-PHK?", tanya saya penasaran

"Iya"

"Oalahh.. Tapi suaminya masih kerja, kan?", tanya saya lagi

"Udah nggak juga, Mbak"

"Lha, sejak kapan?"

"Udah lama, Mbak, sejak Corona"

"Lha...??", saya tidak mampu menyembunyikan keterkejutan saya.

Dan, akhirnya mengalirlah cerita itu.

Ternyata, Dira, anak gadisnya ini, memaksa kedua orangtuanya untuk mengizinkannya menikah dengan lelaki idamannya.

Paksaan tersebut dilakukan bak drama ala-ala sinetron. Mulai dari mogok makan, berurai air mata, hingga mengurung diri di kamar selama berhari-hari. Sampai akhirnya Mas Bari dan istrinya kehabisan cara dan kata-kata, dan dengan sangat terpaksa menuruti kemauannya.

Mas Bari dan istrinya bukannya tidak berusaha mencegah pernikahan ini. Berkali-kali dinasehati, diberi pencerahan, dibukakan wawasan tentang tidak mudahnya kehidupan pernikahan bila tanpa persiapan yang matang, Dira tetap keukeuh pada keinginannya.

Alasan orangtua Dira tidak merestui pernikahan tersebut sangatlah masuk akal. Kondisi calon menantu dan juga Dira yang tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan, menjadi alasan utama. Mereka tentu tidak rela mengantarkan anak mereka memasuki kehidupan baru (baca: pernikahan) tanpa pilar penopang finansial yang jelas.

Mendengar cerita Mas Bari, saya miris.

Betapa banyak anak muda jaman now, masih remaja, bahkan masih unyu-unyu, yang berpikir pendek. Begitu kebelet menikah tanpa mempedulikan konsekuensi dan tanggung jawab yang akan diemban setelahnya. Dan tanpa persiapan yang matang pula.

Lalu, Mas Bari juga bercerita, setelah menikah, anaknya yang kini tinggal serumah dengan mertua, pernah datang hendak meminjam uang sebesar 10 juta rupiah. 

Ilustrasi pernikahan (Sumber : Shutterstock via Kompas.com)
Ilustrasi pernikahan (Sumber : Shutterstock via Kompas.com)
Dira mengatakan untuk modal usaha suaminya. Tentu saja Mas Bari dan istrinya tidak memberikan. Tak lama setelah itu, Dira datang lagi dan meminta uang 1 juta untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Bagaimana orangtua tidak dibuat pusing bila seperti ini. Menikah pada akhirnya menjadi beban tambahan bagi kedua orangtua. Tanpa pekerjaan, tanpa ada sumber penghasilan, alangkah berani melangkah ke jenjang pernikahan.

Adik-adik muda, bro and sis, menikah memang menyenangkan. Apalagi bila bertemu dengan pasangan yang tepat. Serasa hidup di surga sekalipun belum tiba di surga.

Tetapi, bro and sis, menikah juga perlu persiapan, baik mental, fisik, maupun materi. Menikah bukan ajang coba-coba. Bila berani menikah hanya dengan modal nekat, percayalah, bukan kebahagiaan yang didapatkan. Justru penderitaan yang akan menjadi santapan kamu setiap hari.

Memang tidak ada yang salah dengan menikah muda. Banyak juga kita melihat pasangan yang tadinya menikah di usia muda, tetap langgeng dan bahagia. Tetapi tentu ada syarat dan ketentuan berlaku guna mewujudkan kebahagiaan di dalam pernikahan.

Saya mencatat paling tidak ada 3 hal yang sebaiknya dipersiapkan ketika ingin menikah di usia muda.

1. Memiliki pekerjaan atau sumber penghasilan
Menikah memang sebaiknya didasari cinta. Tetapi setelah menikah, perut tidak akan kenyang hanya dengan "makan" cinta. Kita tetap butuh makan nasi dan teman-temannya.

Dua anak muda yang berencana hendak menikah, sebaiknya paling tidak salah satu diantaranya telah memiliki pekerjaan atau usaha yang menjadi sumber penghasilan.

Hal ini tentunya untuk memastikan bahwa roda perekonomian akan tetap berputar setelah menikah. Tetap ada uang yang bisa dibelanjakan untuk memenuhi keperluan hidup.

Diakui atau tidak, uang menjadi salah satu aspek penting dalam sebuah rumah tangga. Rumah tangga yang selalu mengalami krisis dalam keuangan rentan mengalami konflik. 

Kekurangan atau ketiadaan uang bisa menjadi pemicu pertengkaran. Apalagi bila pasangan suami istri belum dewasa dalam pengendalian diri dan emosi.

Kala pacaran, yang mendominasi adalah romantika percintaan. Masa pacaran tidak memikirkan harus bayar sewa rumah, tidak terbeban harus bayar listrik, beli beras, beli gas, beli susu anak, dan sebagainya. Saat pacaran, murni hanya bersenang-senang berdua.

Namun ketika menikah, tanggung jawab akan berubah 360 derajat. Semua tanggung jawab yang berkaitan dengan kelangsungan hidup berumah tangga harus dipikul sendiri bersama pasangan. 

Tanpa persiapan yang matang dalam hal ini, percayalah, bro and sis akan pusing tujuh keliling menghadapinya.

Jadi, bila satu hal ini belum dimiliki, menunda pernikahan adalah cara paling bijaksana.

2. Tidak memiliki mental peminta-minta
Bro and sis, bila kamu benar ingin menikah muda, kamu harus sudah siap untuk mandiri. Yakinkan diri kamu agar tidak lagi bergantung, dan meminta-minta uang pada orangtua.

Kalau kamu masih punya kebiasaan sebentar-sebentar meminta uang pada orangtua, berarti kamu belum pantas menikah. Kalaupun dipaksakan, yang ada kamu hanya menyusahkan orangtua. Sama saja kamu menambah beban mereka.

Saya sendiri, sejak menikah, berdua dengan suami berkomitmen untuk tidak mau membebani orangtua. Salah satu caranya, dengan berjuang untuk mandiri secara finansial. Berapa pun uang yang didapat dari hasil bekerja harus dicukupkan. Kalau pun sesekali kurang, berjuang sendiri mencukupi kekurangan tersebut.

Saking tidak ingin menyusahkan orangtua, saat suami saya pernah kena PHK 11 tahun yang lalu pun kami tanggung berdua. 

Kami berdua bergandengan tangan berjuang untuk memulihkan kondisi ekonomi rumah tangga kami.

Baca: Suami Kena PHK, Saya Hanya Ibu Rumah Tangga, dan Punya Bayi Usia 18 Bulan

Dan terbukti, bila niatnya tulus untuk tidak pernah mau membebani orangtua, Tuhan memudahkan dan melancarkan segala usaha.

3. Tidak memiliki mental suka mengadu
Kalau kamu punya masalah, apapun, perhatikan kebiasaan kamu. Masihkah kamu suka mengadu pada orangtuamu. Seolah-olah kamu tidak mampu menyelesaikan masalahmu.

Kalau kamu masih memiliki kebiasaan tersebut, berarti kamu belum siap menikah.

Perlu kamu sadari, dengan menikah berarti kamu harus siap bergaul erat dengan masalah. Masalah dalam pernikahan tidak hanya bisa bersumber dari hubungan antara suami istri, atau dari anak-anak. Namun bisa datang dari mertua, ipar, keluarga besar, tetangga, pekerjaan, wanita atau pria idaman lain, dan sebagainya.

Oleh karena itu dituntut kedewasaan sikap. Pasangan yang hendak menikah sebaiknya siap menghadapi masalah dan menyelesaikannya secara dewasa, dan sebisa mungkin tidak melibatkan orangtua.

Karena mengadu-adu masalah rumah tangga pada orangtua hanya akan menambah beban pikiran orangtua. Selain itu, kebiasaan mengadu menandakan sikap belum dewasa alias kekanak-kanakan.

Jadi, anak muda, persiapkan dirimu benar-benar untuk minimal 3 hal tadi bila kamu ingin menikah di usia muda.

Jangan terburu-buru menikah hanya karena emosi cinta sesaat. Jangan pula buru-buru menikah karena ikut-ikutan tren, atau karena desakan atau omongan orang lain. 

Karena yang menjalani pernikahan adalah kamu sendiri. Susah senangnya kamu yang akan menanggungnya, bukan orang lain. Jangan sampai timbul penyesalan di kemudian hari. 

Karena begitu kamu menikah, tidak lagi ada kata mundur. Begitu menikah, tidak ada jalan kembali.ke titik awal.

Salam.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun