Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pemprov DKI Perpanjang Kegiatan Belajar di Rumah, Bapak Ibu Guru Jangan Tambah PR Lagi

26 Maret 2020   11:55 Diperbarui: 26 Maret 2020   12:36 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai dengan keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperpanjang masa kegiatan belajar di rumah bagi para siswa, maka para siswa akan kembali belajar sendiri di rumah ditemani orangtua yang mendadak jadi guru, untuk satu minggu ke depan.

Bagi siswa yang sudah bisa mandiri belajar, tentu orangtua sangat diuntungkan. Anak-anak tidak perlu ditemani lagi. Hanya memberi bantuan seperlunya. Pelajar SMP dan SMU, misalnya. Lalu bagaimana dengan siswa SD? Campur tangan orangtua tentu sangat dibutuhkan. Para siswa ini masih perlu banyak bimbingan untuk bisa sampai ke tahap belajar mandiri.

Si ganteng, anak saya yang saat ini duduk di kelas 5 SD, contohnya. Meskipun sudah bisa bertanggungjawab dengan tugas-tugasnya, mampu berinisiatif sendiri untuk belajar tanpa harus disuruh terlebih dahulu. Tetap saja saya harus standby di dekatnya. Akan banyak pertanyaan dari materi atau tugas yang dikerjakan, dan memang masih harus dibantu.

Kembali ke judul di atas. Sepanjang kegiatan belajar di rumah yang sudah berjalan hampir 2 minggu, hampir setiap hari selalu ada tugas yang diberikan guru dari sekolah yang disampaikan melalui pesan WA. Baik dari guru wali kelas maupun dari guru mata pelajaran, dan cukup banyak. Akhirnya terjadi penumpukan tugas. Karena seringkali tugas yang diberikan tidak mampu diselesaikan hari itu juga, saking banyaknya.

Si anak yang tadinya begitu bersemangat memulai kegiatan belajar di rumah, sekarang sudah mulai masuk pada fase jenuh. Bukan jenuh liburnya, tapi jenuh karena tugas yang banyak dan tidak pernah libur. 

Tanpa bermaksud untuk tidak menghargai kerja para guru, namun dalam hal ini terlihat seperti ada perlombaan antar guru untuk memberikan tugas, tanpa melihat batas kemampuan anak. 

Enakan sekolah, nggak banyak PR. Paling cuma disuruh baca dari halaman segini sampai halaman segini.

Itu kata si ganteng. 

Memang, selama ini, si ganteng jarang terbebani dengan tugas atau PR dari sekolah. Karena porsi tugas yang diberikan masih dalam batas wajar, dan tidak setiap hari. Seringkali tugas yang diberikanpun dalam bentuk membaca materi yang akan atau  sedang dipelajari, dan anak-anak diminta menandai dengan spidol pewarna, hal-hal yang penting dalam buku. 

Sedangkan sekarang, sudah beberapa hari ini, kegiatannya hampir sepanjang hari dihabiskannya hanya di depan meja belajar. Lalu kapan lagi waktunya bermain? Walupun hanya berkegiatan di dalam rumah, anak-anak pun tetap rindu bermain.

Keluhan yang sama pun saya dapatkan dari beberapa rekan orangtua dari sekolah lain.

Untungnya dalam keputusan Pemprov DKI Jakarta tersebut, yang dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 32/SE/2020 yang diterbitkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana pada Selasa 24/3/2020, diantaranya disanpaikan bahwa Pendidik diminta untuk membuat bahan ajar serta melaksanakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi peserta didik. 

Bila siswa mulai masuk ke fase jenub, tentu pembelajaran itu sudah tidak bermakna dan tidak menyenangkan lagi.

Semoga pihak sekolah dan para bapak ibu guru memperhatikan apa yang tertuang dalam surat edaran tersebut.

Bagaimana cara melaksanakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi peserta didik, tentunya para pendidik jauh lebih tahu. Paling tidak, kalau bisa janganlah sampai membebani peserta didik secara berlebihan. Apabila anak terbebani, tentulah orangtua juga kebagian bebannya. 

Masih untung seperti saya yang hanya punya satu anak. Bagaimana dengan orangtua yang memiliki 2 atau 3 anak atau bahkan lebih, dan semuanya sedang duduk di bangku SD, tentulah akan kerepotan. 

Belum lagi kalau orangtuanya masih memiliki anak balita, kerepotannya lebih dobel lagi. Sementara pekerjaan orangtua bukan hanya jadi guru. Ibu memiliki pekerjaan rumahtangga yang harus dikerjakan. Sang ayah harus work from home. Hal ini sebaiknya jadi bahan pertimbangan.

Alangkah baiknya juga, bila ada koordinasi antara guru wali kelas dan guru-guru mata pelajaran, sehingga tidak ada tugas yang bersamaan dari beberapa guru dalam satu hari. Mungkin para guru bisa bergantian hari saat memberikan tugas. Ataupun bila memang harus bersamaan, banyaknya tugas disesuaikan dengan kemampuan anak untuk menyelesaikannya dalam satu hari.

Selain itu, tugas yang diberikan juga janganlah sampai menggiring peserta didik dan orangtua bergerak keluar rumah untuk memenuhinya. Karena kita masih dalam periode tinggal di rumah, guna menghindari kontak dengan orang banyak, untuk terhindar dari terjangkit virus COVID-19.

Semisal, tidak memberi tugas yang harus dicetak atau di print. Karena tidak semua orangtua menyediakan komputer atau printer di rumah. 

Atau tidak memberikan tugas-tugas prakarya yang bahan-bahannya tidak selalu tersedia di rumah sehingga harus dicari di luar rumah atau di toko buku. Kalau sampai terjadi, tentu bertentangan dengan aturan tinggal di rumah.

Sekali lagi, mohon maaf, tulisan ini tidak bermaksud menggurui para guru. Hanya sedikit masukan, bila berkenan.

Bukankah sebaiknya tetap terjalin komunikasi antara orangtua siswa dan guru atau pihak sekolah, agar kegiatan belajar mengajar baik di sekolah maupun di rumah tetap berjalan dengan baik?.

Salam.

Sumber 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun