Literasi: Buku tetap menjadi roh utama. Namun koleksi digital, podcast, dan film dokumenter juga harus dihadirkan untuk menyesuaikan perkembangan zaman.
Kreativitas: Kelas-kelas kreatif rutin digelar, dari menulis hingga multimedia. Setiap orang diberi kesempatan untuk tidak hanya membaca, tetapi juga menghasilkan karya.
Kolaborasi: Perpustakaan menyediakan co-working space gratis atau semi-gratis. Anak muda, pelajar, peneliti, hingga pelaku usaha kecil bisa bertemu dan berjejaring.
Dengan konsep ini, perpustakaan tidak hanya menjadi tempat menyimpan pengetahuan, melainkan juga tempat menciptakan masa depan.
Menjadikan Perpustakaan Pusat Peradaban
Pada hakikatnya, perpustakaan adalah simbol peradaban. Sejarah dunia mencatat bahwa runtuhnya suatu bangsa sering ditandai dengan hancurnya perpustakaan. Maka, menghidupkan kembali perpustakaan bukan hanya soal menyediakan akses buku, melainkan soal membangun ruang bersama untuk merawat kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan kreativitas warga.
Kita perlu meninggalkan paradigma lama yang menempatkan perpustakaan sekadar sebagai gudang buku. Di tangan masyarakat dan pengelola yang visioner, perpustakaan bisa menjelma sebagai “rumah bersama” yang menghidupkan semangat literasi, mempertemukan ide-ide, serta melahirkan inovasi.
Jika itu terwujud, perpustakaan tidak lagi sekadar menunggu pembaca yang datang, melainkan menjadi ruang yang selalu dicari karena menghadirkan kehidupan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI