Gelombang demonstrasi yang mewarnai jalanan ibu kota belakangan ini tidak hanya menjadi perhatian media dan masyarakat, tetapi juga anak-anak. Bagi mereka, pemandangan jalan yang ditutup, sekolah yang dipulangkan lebih awal, atau berita tentang kericuhan di televisi bisa menimbulkan tanda tanya besar. "Bu, demo itu apa?"---sebuah pertanyaan sederhana namun kerap membuat orang tua terdiam sejenak sebelum menjawab.
Di tengah derasnya arus informasi, anak-anak kerap lebih cepat menangkap realitas sosial daripada yang disadari orang dewasa. Smartphone, televisi, hingga obrolan ringan di sekolah bisa membuat mereka bertanya-tanya tentang situasi yang terdengar serius. Namun, menjawab pertanyaan anak soal demonstrasi bukan perkara mudah. Perlu kesabaran, kejelasan, dan ketenangan agar penjelasan tidak menimbulkan rasa takut, melainkan membuka ruang pemahaman.
Menyederhanakan Fakta untuk Anak
Psikolog Anak dan Keluarga, Vera Itabiliana, M.Psi., menekankan bahwa anak-anak berhak mengetahui apa yang sedang terjadi di sekitarnya, termasuk fenomena sosial seperti demonstrasi. Namun, penyampaiannya harus disesuaikan dengan usia, daya tangkap, dan kesiapan emosional anak. Dalam artikel kumparan (31/8/2025)Â "Anak Bertanya soal Demo? Ini Tips Menjelaskannya dari Psikolog", Vera menjelaskan bahwa orang tua sebaiknya memberi jawaban sederhana, tidak bertele-tele, dan menyesuaikan dengan pertanyaan anak.
Jawaban sederhana dapat membantu. Misalnya, "Demo adalah ketika banyak orang berkumpul untuk menyampaikan pendapat mereka tentang sesuatu yang penting, biasanya terkait aturan atau keputusan pemerintah." Penjelasan lugas ini membantu anak memahami bahwa demo bukan sekadar kerumunan orang yang berteriak, melainkan bagian dari praktik berdemokrasi.
Ketika anak bertanya mengapa orang-orang terlihat marah, orang tua bisa menjelaskan bahwa kemarahan adalah wujud kekecewaan. "Mereka mungkin merasa tidak didengar, sehingga mereka berteriak agar pesannya lebih diperhatikan." Penjelasan semacam ini membuat anak belajar mengenal emosi manusia sekaligus memahami bahwa kemarahan dapat muncul dalam ruang publik.
Mengenalkan Peran Aparat
Pertanyaan anak tidak berhenti di situ. Kehadiran polisi dengan tameng, gas air mata, atau kendaraan taktis seringkali memicu rasa penasaran, bahkan ketakutan. Penjelasan orang tua dapat diarahkan pada fungsi utama polisi: menjaga keamanan. "Kalau ada banyak orang berkumpul, bisa terjadi dorong-dorongan atau keributan. Polisi bertugas memastikan keadaan tetap terkendali." Dengan begitu, anak belajar bahwa kehadiran aparat bukan untuk menakut-nakuti, melainkan melindungi.
Namun, tidak jarang anak juga melihat berita tentang mobil yang dibakar atau bangunan yang rusak. Inilah saatnya orang tua menekankan nilai moral. "Sebenarnya tujuan demo bukan merusak. Tapi kadang ada orang yang terlalu marah atau bahkan memanfaatkan situasi, sehingga melakukan hal yang tidak baik." Pesan ini penting untuk menanamkan pemahaman bahwa menyampaikan pendapat adalah hak, tetapi harus dilakukan secara bertanggung jawab.
Mengajarkan Empati