Di balik setiap capaian bangsa, selalu ada manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Itulah mengapa investasi negara dalam sektor kesehatan bukan sekadar kewajiban konstitusional, melainkan strategi jangka panjang membangun fondasi bangsa yang tangguh. Dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kesehatan bukan hanya alokasi, tetapi adalah amanah dan investasi.
Pemerintah terus menegaskan komitmennya dalam membiayai sektor kesehatan secara inklusif dan berkelanjutan. Melalui APBN, negara hadir untuk mendukung transformasi sistem kesehatan nasional yang lebih adaptif, resilien, dan berkeadilan. Tujuannya jelas: menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang sehat, produktif, dan siap menyongsong tantangan zaman, termasuk krisis iklim, pandemi baru, serta perubahan demografi seperti tren penuaan penduduk (ageing population).
Namun, di tengah komitmen itu, tantangan struktural dan implementatif masih menghadang. Belum optimalnya layanan dasar, minimnya kegiatan promotif dan preventif, serta ketimpangan distribusi tenaga kesehatan menjadi penghambat utama. Indonesia masih menghadapi ketimpangan rasio tenaga medis terhadap populasi, belum meratanya akses fasilitas kesehatan, dan lemahnya koordinasi lintas sektor dalam mengatasi masalah kesehatan secara komprehensif.
Tantangan Kesehatan yang Kompleks dan Multidimensi
Tantangan sektor kesehatan Indonesia tidak lagi bisa diselesaikan dengan pendekatan biasa. Dalam banyak daerah, terutama di wilayah tertinggal, pelayanan dasar seperti imunisasi, pemeriksaan ibu hamil, hingga deteksi dini penyakit menular belum optimal. Kegiatan promotif dan preventif seringkali tertinggal dibandingkan pendekatan kuratif.
Di sisi lain, sarana dan prasarana kesehatan belum sepenuhnya merata. Pembangunan rumah sakit berkualitas di daerah masih menghadapi berbagai kendala, dari pembiayaan hingga SDM. Ketimpangan jumlah tenaga kesehatan—baik dokter, perawat, maupun bidan—antara kota besar dan daerah terpencil masih mencolok. Banyak daerah terpencil harus berbagi satu dokter untuk beberapa puskesmas, jauh dari rasio ideal yang direkomendasikan WHO.
Tak hanya itu, koordinasi lintas sektor dalam isu kesehatan masih lemah. Misalnya, upaya penurunan stunting membutuhkan sinergi lintas kementerian—dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, hingga Kementerian Desa—namun belum sepenuhnya berjalan efektif.
Dalam jangka menengah hingga panjang, Indonesia juga harus bersiap menghadapi risiko akibat ageing population. Jumlah lansia meningkat pesat, yang berarti kebutuhan akan layanan geriatrik, penyakit degeneratif, dan sistem jaminan kesehatan yang kuat menjadi makin mendesak. Di sisi lain, tantangan modern seperti dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, dan lonjakan penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, diabetes, dan kanker juga kian nyata.
Arah Kebijakan Kesehatan: Strategis, Inklusif, dan Berbasis Bukti
Menjawab tantangan tersebut, pemerintah mengarahkan kebijakan kesehatan nasional ke sejumlah strategi prioritas berbasis data dan bukti. Salah satunya adalah percepatan penurunan stunting melalui pemberian makanan bergizi kepada ibu hamil, menyusui, dan balita. Program ini dibiayai dari APBN secara masif dan menjadi bagian penting dalam pembangunan manusia sejak dini.