Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Home Pilihan

APBN dan Mimpi Milenial Punya Rumah: Dari Ilusi Jadi Solusi

18 Juni 2025   12:00 Diperbarui: 18 Juni 2025   09:30 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto udara kompleks perumahan baru di kawasan Sukamulya, Bekasi, Jawa Barat, Senin, 2 September 2024. Dengan demikian, total kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang tersedia pada Tahun Anggaran 2024 yakni sebanyak 200.000 unit. TEMPO/Tony Hartawan

Membeli rumah bagi generasi milenial kerap terasa seperti mengejar bayangan. Harga properti yang terus melambung, biaya hidup yang tak kunjung turun, serta sistem pembiayaan yang belum sepenuhnya ramah generasi muda, membuat memiliki rumah menjadi impian yang dianggap terlalu tinggi. Dalam ruang-ruang diskusi daring maupun percakapan warung kopi, ungkapan “rumah hanyalah ilusi untuk milenial” telah menjadi semacam frasa sarkastik yang menyedihkan.

Namun, benarkah negara tinggal diam melihat mimpi warganya menguap begitu saja? Tidak. Lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah sesungguhnya sedang bekerja senyap tetapi sistematis, membuka jalan agar impian itu dapat diakses, selangkah demi selangkah.

Ketimpangan antara Harga dan Daya Beli

Bagi banyak generasi muda, membeli rumah pribadi bukanlah hal yang mudah. Di tengah tekanan biaya hidup yang terus meningkat, menabung untuk uang muka rumah atau mencicil KPR seringkali menjadi hal yang tertunda. Ketimpangan ini menghadirkan kegelisahan kolektif—bahwa antara kebutuhan dan kemampuan telah terbentang jurang yang makin lebar.

Rumah bukanlah barang mewah. Ia adalah kebutuhan primer yang menjadi fondasi bagi stabilitas keluarga dan produktivitas generasi. Karena itu, saat rumah menjadi terlalu mahal untuk dijangkau, dampaknya tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sosial dan psikologis.

Negara menyadari hal ini. Dalam kerangka pembangunan jangka panjang, generasi muda diposisikan sebagai lokomotif kemajuan. Namun bagaimana mungkin generasi ini diharapkan mendorong pertumbuhan jika mereka sendiri kesulitan mendapatkan ruang tinggal yang layak?

APBN sebagai Instrumen Intervensi Sosial dan Ekonomi

APBN bukan sekadar neraca keuangan negara. Ia adalah instrumen kebijakan publik yang hidup dan strategis. Di sinilah peran penting APBN menampakkan wujud nyatanya dalam mendukung akses perumahan terjangkau.

Pada 2025, pemerintah kembali mengalokasikan dana besar melalui skema pembiayaan perumahan seperti FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Subsidi Selisih Bunga (SSB). Anggaran ini ditujukan untuk menutup selisih bunga agar milenial bisa mencicil rumah dengan tenor panjang dan bunga ringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Home Selengkapnya
Lihat Home Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun