Pendidikan sebagai Gerakan Sosial
Yang menarik dari proyek The Precious Foods adalah keberaniannya memposisikan anak-anak bukan sebagai penerima pasif pendidikan, tetapi sebagai agen perubahan. Mereka tidak menunggu solusi dari pemerintah atau LSM. Mereka menggerakkan teman-temannya, mengedukasi guru dan orang tua, bahkan menggagas teknologi sederhana untuk mengurangi food waste.
Dalam konteks global, gerakan semacam ini sangat relevan. Menurut laporan The State of Food Security and Nutrition in the World 2023 dari FAO, sekitar 735 juta orang di dunia mengalami kelaparan kronis. Di Indonesia sendiri, Badan Pangan Nasional mencatat bahwa potensi kehilangan pangan mencapai 23--48 juta ton per tahun, setara dengan kerugian ekonomi Rp 213--551 triliun.
Bayangkan, jika anak-anak SD sudah bicara tentang redistribusi makanan, seharusnya kita yang dewasa mulai bergerak lebih masif. Pendidikan harus melebar menjadi gerakan sosial, melibatkan sekolah, komunitas, pemerintah, dan dunia usaha. Inilah makna gotong royong dalam konteks kekinian.
Peran Digital dalam Pendidikan Masa Depan
Proyek yang diusung ketiga siswi ini juga menunjukkan pentingnya literasi digital dalam pendidikan. Dengan merancang aplikasi FoodShare, mereka belajar memanfaatkan teknologi untuk menyelesaikan masalah nyata. Ini selaras dengan tantangan abad ke-21, di mana kemampuan berpikir komputasional, literasi digital, dan kolaborasi lintas disiplin menjadi kunci keberhasilan.
Di Hari Pendidikan Nasional, kita perlu mendorong sekolah-sekolah agar lebih berani mengintegrasikan teknologi, bukan hanya sebagai alat bantu pembelajaran, tetapi sebagai media eksplorasi kreatif siswa. Namun, integrasi ini harus dilakukan dengan inklusif, agar tidak memperlebar kesenjangan digital antarwilayah.
Refleksi: Mendengar Suara Anak
Satu hal yang sering luput dari perbincangan publik adalah mendengarkan suara anak. Kita terlalu sibuk mendikte apa yang harus mereka pelajari, alih-alih mendengarkan apa yang mereka ingin pecahkan. Kisah Shana, Medina, dan Naura adalah pengingat bahwa anak-anak punya kepekaan, ide, dan keberanian luar biasa---asal diberi ruang.
Sebagai orang dewasa, tugas kita bukan sekadar mendidik, tetapi juga menciptakan ruang aman bagi anak-anak untuk bertumbuh. Pendidikan yang baik bukan yang membuat anak takut salah, tapi yang membuat mereka berani mencoba. Seperti yang ditulis Ki Hajar Dewantara, Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri; pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.
Dari Sekolah ke Kebijakan Publik