Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menyikap Luka di Balik Jas Putih

22 April 2025   07:55 Diperbarui: 22 April 2025   10:56 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan paparan pada rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto (kumparan.com)

Dalam citra publik, profesi dokter identik dengan kepercayaan, kehormatan, dan pengabdian. Namun, di balik kemuliaan profesi tersebut, fakta terbaru justru menunjukkan adanya persoalan serius yang mencederai nilai-nilai luhur kedokteran, khususnya dalam lingkup Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, sepanjang tahun 2023 hingga Maret 2025, telah diterima sebanyak 620 laporan kasus perundungan dan 3 laporan pelecehan seksual yang melibatkan peserta PPDS. Meski laporan pelecehan seksual terlihat lebih sedikit, bukan berarti intensitas maupun dampaknya lebih ringan. Minimnya laporan seringkali mencerminkan minimnya ruang aman untuk bersuara.

Salah satu kasus yang menggemparkan publik adalah pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter PPDS Anestesi di RSHS Bandung terhadap dua pasien dan seorang anak pasien di ruangan kosong lantai tujuh rumah sakit tersebut. Peristiwa tersebut tidak hanya mencoreng etika profesi, tetapi juga menggambarkan adanya celah dalam pengawasan institusional serta sistem pendidikan kedokteran spesialis yang selama ini dianggap mapan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara tegas menyampaikan bahwa salah satu akar persoalan adalah jam kerja yang berlebihan. Dalam praktiknya, peserta PPDS kerap bekerja jauh melampaui ketentuan 80 jam per minggu, dengan dalih pembentukan mental dan daya tahan. Padahal, tekanan kerja yang tinggi tanpa ruang pemulihan justru memperbesar potensi gangguan psikologis dan menurunkan kualitas pelayanan terhadap pasien.

Sebagai bentuk tanggung jawab, Kemenkes merekomendasikan penutupan sementara terhadap tiga program studi spesialis di beberapa universitas, yakni Prodi Anestesi FK Universitas Diponegoro di RS Kariadi, Penyakit Dalam FK Universitas Sam Ratulangi di RS Kandou, dan Anestesi FK Universitas Padjadjaran di RSHS Bandung. Langkah ini perlu diapresiasi, namun tidak boleh menjadi solusi satu-satunya.

Reformasi Sistemik

Kasus-kasus tersebut memperlihatkan bahwa persoalan ini tidak dapat disederhanakan sebagai kesalahan individual. Yang lebih mendasar adalah perlunya pembenahan sistemik dalam pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Model pendidikan yang terlalu menekankan hierarki dan senioritas kerap menciptakan lingkungan kerja yang toksik, di mana kekerasan verbal, psikis, hingga seksual bisa terjadi secara berulang namun luput dari pengawasan.

Maka, perlu dilakukan reformasi menyeluruh. Di antaranya, mewajibkan tes psikologi bagi calon peserta PPDS, memastikan penegakan jam kerja yang manusiawi, menciptakan sistem pelaporan yang aman dan anonim, serta membangun kurikulum yang memasukkan pendidikan etika dan kesadaran akan kekerasan seksual. Pemantauan berkala melalui audit internal dan eksternal juga harus menjadi kewajiban institusi pendidikan dan rumah sakit pendidikan.

Penting pula untuk membangun budaya keterbukaan. Saat ini, masih banyak peserta didik yang memilih diam karena takut akan sanksi, stigma, atau ancaman akademik. Budaya "tabu untuk melapor" ini harus dihentikan. Sebaliknya, harus dibangun sistem yang menjamin perlindungan terhadap pelapor dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku.

Momentum Perubahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun