Mohon tunggu...
Benedict Nathanael Halim
Benedict Nathanael Halim Mohon Tunggu... Pelajar SMA

Saya adalah pribadi yang terbuka untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jejak Mimpi di Balik Gemawan

12 Agustus 2025   12:55 Diperbarui: 25 Agustus 2025   13:18 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia masih mengejar mimpi yang masih melayang di gemawan yang terlihat jauh tapi tidak pernah hilang. Sebab mimpi, akan selalu berusaha untuk menginjak bumi

Lintang duduk termenung di tepi jendela kelas, membiarkan angin sore membelai wajahnya. Langit siang itu terlihar kosong, nyaris tidak ada awan yang bergerak. Namun, sebenarnya langit tidak pernah benar-benar kosong. Di dalam imajinasinya, gemawan mimpi justru berlari dengan penuh semangat berusaha menyusun kisah sendiri. 

Sejak kecil, Lintang memiliki dunia yang berbeda dari teman-temannya. Saat anak-anak lain bermain bola, ia lebih senang menatap langit ditemani buku catatannya. Ia selalu merasa ada sesuatu yang harus ia tuliskan, sesuatu yang lahir dari pikirannya namun sulit ia ucapkan dengan kata-kata. Diam-diam, ia bercita-cita menjadi penulis. Akan tetapi, cita-cita itu ia simpan rapat-rapat, seolah takut bila ada yang menertawakannya. Semua impian itu dikunci dalam hati kecilnya, seakan hanya ia sendiri yang berhak mengetahuinya.

Ketika keadaan sedang sunyi, Lintang membuka buku catatan kecil yang ia sembunyikan di laci meja belajarnya. Halaman demi halaman penuh dengan tulisan tangannya yang tidak selalu rapi, namun penuh dengan imajinasi. Ada cerita tentang petualangan di hutan, kisah persahabatan, bahkan dongeng yang terinspirasi dari mimpi-mimpinya. Kadang ia hanya menuliskan satu kalimat pendek, kadang beberapa lembar sekaligus. Baginya, menulis adalah cara untuk bernapas.

Meski belum ada satu orang pun yang membaca tulisannya, Lintang percaya bahwa ia sedang merawat sebuah permata indah. Permata itu belum berbentuk jelas tetapi suatu hari akan bersinar. Gemawan mimpinya terus melayang, belum menyentuh tanah, namun semakin lama semakin nyata dalam pikirannya.

Namun, menjaga mimpi bukan perkara mudah. Sering kali Lintang merasa ragu pada dirinya sendiri. Pernah ia hampir merobek dan membuang catatannya karena merasa tiada ada gunanya. Tetapi, setiap kali ia menatap langit, ia melihat kembali gemawan itu—rapuh, melayang, namun tetap ada. Ia tahu, jika ia berhenti menulis, gemawan itu akan hilang. Dan ia tidak mau kehilangan mimpinya.

Jika ia berhenti menulis, gemawan itu akan hilang. Dan ia tidak mau kehilangan mimpinya.

Kesempatan itu datang ketika sekolahnya mengadakan lomba menulis cerita pendek. Guru Bahasa Indonesia mengumumkannya di depan kelas, membuat semua murid ribut membicarakan tema yang akan mereka pilih. Lintang hanya terdiam, tetapi di dalam hatinya muncul percikan kecil. Malam itu, ia membuka kembali catatan-catatan lamanya dan menemukan satu cerita yang sangat ia sukai. Dengan penuh keraguan, ia mulai menyalinnya ulang dengan rapi, lalu diam-diam menyerahkan naskahnya kepada panitia lomba. Tidak ada seorang pun yang tahu, bahkan sahabat terdekatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun