Pemisahan ini bukan untuk membedakan, melainkan agar siswa merasa lebih nyaman berbicara dan bertanya tanpa rasa malu.
Banyak hal bersifat personal, dan dengan ruang terpisah, mereka bisa lebih terbuka untuk berdiskusi sesuai kebutuhan masing-masing.
Narasumbernya berasal dari Puskesmas setempat, dengan materi yang disesuaikan usia. Kegiatan ini biasanya diadakan setelah ulangan tengah semester, menggantikan acara class meeting yang biasa diisi lomba.
Awalnya, sebagian guru merasa canggung. Namun setelah beberapa kali pelaksanaan, kami mulai melihat perubahan kecil yang berarti. Anak-anak lebih berani bertanya, lebih menghargai batas diri dan teman sebayanya.
Beberapa bahkan datang ke guru BK untuk berkonsultasi tentang perubahan tubuhnya tanpa takut dihakimi. Inilah yang disebut ruang aman: tempat di mana anak bisa bertanya tanpa ditertawakan, dan guru bisa menjawab tanpa rasa tabu.
Edukasi Seks Bukan Soal Pornografi, Tapi Soal Martabat
Sayangnya, sebagian orang tua masih menganggap pendidikan seks identik dengan hal "jorok" atau "tidak pantas dibicarakan".
Padahal, yang dimaksud bukan mengajarkan hubungan seksual, melainkan pemahaman diri dan penghormatan terhadap tubuh sendiri serta orang lain.
Anak yang paham tentang tubuhnya akan lebih mudah berkata "tidak" ketika merasa tidak nyaman. Mereka juga lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan atau pelecehan yang mungkin terjadi di sekitar mereka. Ketika pendidikan seks diabaikan, anak mencari jawaban sendiri dan sayangnya, sering dari sumber yang salah. Tak heran jika video, konten, atau situs pornografi akhirnya mengambil alih peran guru dan orang tua dalam memberi penjelasan.
Inilah bahaya dari diam terlalu lama: anak belajar tanpa pendampingan, dan rasa ingin tahu mereka dijawab oleh dunia maya yang sering kali tanpa nilai moral.
Menyiapkan Generasi yang Paham Batas dan Empati
Edukasi seks tidak harus rumit atau kaku. Kuncinya adalah komunikasi yang jujur dan empatik. Guru tidak perlu menjadi ahli biologi atau psikolog. Hal yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk membuka ruang dengar dan ruang bicara.
Sekolah adalah tempat terbaik untuk menanamkan nilai dasar: bahwa setiap tubuh berharga dan layak dihormati. Bahwa memahami tubuh bukan hal memalukan, melainkan bagian dari proses tumbuh dewasa yang sehat. Namun, sekolah tidak bisa berjalan sendiri.
Orang tua juga memegang peran penting dalam melanjutkan percakapan di rumah.
Mereka bisa mulai dengan hal sederhana misalnya menjawab pertanyaan anak tentang perubahan tubuh dengan jujur dan tenang. Ketika anak bertanya,
"Kenapa suaraku sekarang jadi berat, Bu?"
atau "Kok di tubuhku mulai tumbuh rambut, ya?"