Bacaan Sabtu  22  Januari 2022
Mrk 3:20 Sekali peristiwa Yesus masuk ke sebuah rumah. Maka datanglah orang banyak berkerumun pula, sehingga makanpun mereka tidak dapat. 21 Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.
Renungan
Saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Partai Nasional Demokrat di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2017), Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem menyampaikan pujian kepada  Presiden Joko Widodo "Kalau dalam bahasa Jawa, istilahnya Pak Jokowi ini 'ora duwe udel', maksudnya tidak punya rasa lelah.Â
Ialah putra terbaik bangsa Indonesia saat ini. Ia tidak mudah capai, tidak mudah mengeluh, apalagi mengajak bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik" (lih. Tribunnews.com)
Dian Basuki, penulis indonesiana.id, Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB menganalisa cerita  temannya, arek Suroboyo, tentang Ahok. Temannya bilang "Ahok iku gak duwe udel!  Mosok, orang satu DPRD dilawan sendiri... Opo ora edan Ahok iku!" Dian Basuki menganalisis orang yang tidak punya pusar (udel, bahasa Jawa), begitu diistilahkan, dianggap punya keberanian luar biasa, melebihi orang kebanyakan. Berani menentang badai, berani melawan ombak,  edan, sangat berani melawan arus.( https://www.indonesiana.id)
Suasana kebatinan yang dihidupi Pak Jokowi dan Ahok itu, dapat digunakan untuk memahami narasi bacaan Injil hari ini, dalam konteks perikope-perikope sebelumnya.
Pada perikope  sebelumnya antara lain dinarasikan saat awal Yesus tampil di Galilea. Visi-Nya adalah "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Mrk 1:15).Â
Zaman Yesus adalah zaman penggenapan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah  tidak lain sebagai peristiwa "gathuk"-nya, terjadinya relasi harmonis Allah dengan manusia, manusia dengan Allah. Relasi yang  berdampak pada terjadinya kelarasan relasi manusia dengan sesama dan alam semesta.Â
Zaman Kerajaan Allah adalah zaman manusia berbalik kiblat kepada Allah. Zaman manusia menjadi begitu dekat menyatu dengan-Nya. Zaman manusia bertobat. Zaman manusia kembali kepada Allah, kembali kepada sesama dan alam semesta.Â
Zaman keselamatan. Zaman Yesus adalah zaman Allah mengulurkan tangan persahabatan dengan manusia secara kasat mata, sekaligus manusia menanggapi, menyambut uluran tangan-Nya. Â Zaman manusia berelasi intim dengan-Nya. Zaman manusia beriman. Zaman Injil, zaman sukacita.
Itulah suasana kebatinan yang hidup dan dihidupi-Nya habis-habisan. Suasana kebatinan Kerajaan Allah itu seratus persen terwujud dalam keseharian gaya hidup-Nya. Pada hari Sabat, Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat.Â
Mengusir roh jahat yang merasuki seseorang di rumah ibadat Kapernaum, menyembuhkan ibu mertua Petrus yang sakit demam, mentahirkan seorang sakit kusta, mengampuni dosa si lumpuh, bersahabat dengan pemungut cukai dan orang berdosa, dan menyembuhkan orang pada hari Sabat. Kata dan tindakan-Nya khas, penuh kuasa.
Gaya hidup-Nya berbeda dengan gaya hidup dan pengajaran ahli-ahli Taurat. Gaya hidup yang memikat banyak orang untuk datang mencari dan menemui-Nya. Terlebih mereka yang sakit dan menderita berbagai penyakit.
Gaya hidup yang juga menimbulkan kontroversi bagi yang tidak memahami-Nya. Bahkan  kaum keluarga-Nya pun tidak mengenal-Nya. Sehingga ketika sekali peristiwa Yesus masuk ke sebuah rumah, dikerumuni orang banyak, makanpun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia. Kata mereka Ia tidak waras lagi.
Namun gaya hidup-Nya juga memancing konflik para pimpinan agama. Pengajaran dan tindakan-Nya mengundang konfrontasi dari para tokoh agama, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Yesus mereka cap sebagai penghujat Allah. Demi terwujudnya Kerajaan Allah, Yesus berani menghadapi kelompok agamawan ini sendirian.Â
Demi kebaikan, kebenaran, keindahan, kemanusiaan dan kehidupan, Yesus "toh" nyawa, "nggetih" siap dan berani menghadapi badai, ombak, arus dan kematian. Untuk mewujudkan visi-Nya, Yesus tak punya udel. Habis-habisan!
Akankah mandheg dan mundur ketika dijalan kebaikan, kebenaran, keindahan, kemanusiaan dan kehidupan dibenci, ditolak, dipersulit, disingkirkan dan diancam untuk dibunuh justru oleh keluarga dan rekan-rekan sendiri? Beranikah untuk kebaikan, kebenaran, keindahan, kemanusiaan dan kehidupan, diri ini tak punya udel dan dikatakan tidak waras lagi?