Itulah suasana kebatinan yang hidup dan dihidupi-Nya habis-habisan. Suasana kebatinan Kerajaan Allah itu seratus persen terwujud dalam keseharian gaya hidup-Nya. Pada hari Sabat, Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat.Â
Mengusir roh jahat yang merasuki seseorang di rumah ibadat Kapernaum, menyembuhkan ibu mertua Petrus yang sakit demam, mentahirkan seorang sakit kusta, mengampuni dosa si lumpuh, bersahabat dengan pemungut cukai dan orang berdosa, dan menyembuhkan orang pada hari Sabat. Kata dan tindakan-Nya khas, penuh kuasa.
Gaya hidup-Nya berbeda dengan gaya hidup dan pengajaran ahli-ahli Taurat. Gaya hidup yang memikat banyak orang untuk datang mencari dan menemui-Nya. Terlebih mereka yang sakit dan menderita berbagai penyakit.
Gaya hidup yang juga menimbulkan kontroversi bagi yang tidak memahami-Nya. Bahkan  kaum keluarga-Nya pun tidak mengenal-Nya. Sehingga ketika sekali peristiwa Yesus masuk ke sebuah rumah, dikerumuni orang banyak, makanpun mereka tidak dapat. Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia. Kata mereka Ia tidak waras lagi.
Namun gaya hidup-Nya juga memancing konflik para pimpinan agama. Pengajaran dan tindakan-Nya mengundang konfrontasi dari para tokoh agama, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Yesus mereka cap sebagai penghujat Allah. Demi terwujudnya Kerajaan Allah, Yesus berani menghadapi kelompok agamawan ini sendirian.Â
Demi kebaikan, kebenaran, keindahan, kemanusiaan dan kehidupan, Yesus "toh" nyawa, "nggetih" siap dan berani menghadapi badai, ombak, arus dan kematian. Untuk mewujudkan visi-Nya, Yesus tak punya udel. Habis-habisan!
Akankah mandheg dan mundur ketika dijalan kebaikan, kebenaran, keindahan, kemanusiaan dan kehidupan dibenci, ditolak, dipersulit, disingkirkan dan diancam untuk dibunuh justru oleh keluarga dan rekan-rekan sendiri? Beranikah untuk kebaikan, kebenaran, keindahan, kemanusiaan dan kehidupan, diri ini tak punya udel dan dikatakan tidak waras lagi?