Mohon tunggu...
Asep Wijaya
Asep Wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengajar bahasa

Penikmat buku, film, dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hal Ihwal Mengenai Keterasingan dalam "Pingkan Melipat Jarak"

30 Januari 2018   12:27 Diperbarui: 30 Januari 2018   12:44 3456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gramedia Pustaka Utama. Sumber: https://twitter.com/weh1284

Asumsikan kita telah membaca novel pertama dari trilogi Hujan Bulan Juni. Ada Pingkan yang baru tiba di Indonesia, sejak keputusannya menempuh studi di Jepang, dalam rangka kunjungan beberapa mahasiswa negeri Sakura ke kampus UI. Katsuo, kolega yang menyimpan perasaan cinta kepada Pingkan, turut menemani gerombolan peserta didik itu.

Ke mana Sarwono, peneliti FISIP-UI, yang terperangkap dalam labirin kasih sayang dengan Pingkan? Lelaki yang baru memamerkan tiga sajak tentang perasaannya kepada Pingkan itu tetiba mendapatkan perawatan insentif di rumah sakit. Ia tidak sadarkan diri selama berhari-hari. Pingkan dan Katsuo mengetahui kabar itu.

Berangkat dari titik ini, novel kedua dari trilogi Hujan Bulan Juni, yakni Pingkan Melipat Jarak, melanjutkan narasinya. Pingkan mendadak kehilangan "diri". Ia hidup dalam lamunannya bersama dengan Sarwono yang kini terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit. Ia terjebak dalam sebuah penyangkalan atas kenyataan hidup, bahwa Sarwono "sekarat".

Dari sudut pandang Pingkan, kita digiring untuk lebih jeli menempatkan tokoh itu: apakah tengah berada di alam nyata atau sedang berpetualang di alam bawah sadar? Ya, jiwanya kini sering bolak-balik dan keluar-masuk dari dan ke dalam raganya. Sejak mengetahui Sarwono terbaring tidak sadarkan diri berhari-hari, Pingkan seperti menyalahkan dirinya.

Apalagi diketahui sebelum lelaki Jawa kesayangan Pingkan itu dirawat, Sarwono lebih sering mengurung diri dalam kamarnya, menyusun puisi tentang Pingkan, yang ditulis pada kertas yang berlembar-lembar, dan kini berserakan. Pingkan seolah menyimpan perasaan bersalah sekaligus penyesalan yang ia sendiri bingung akan apa yang salah dan disesalkan.

Sementara Sarwono, porsi ceritanya nyaris dilahap kisah tentang Katsuo, kolega Pingkan yang diam-diam mencintai perempuan berdarah Jawa-Menado itu. Tokoh cerita yang lebih banyak mendapatkan eksplorasi di novel kedua dari trilogi Hujan Bulan Juni ini.

Inilah cerita betapa Katsuo, juga, sama dengan Pingkan, mengalami keterasingan. Lelaki kelahiran Okinawa ini sering menganggap tata cara hidupnya berbeda dengan yang berlaku di Hokkaido. Kebudayaan Jepang, katanya, pada hakikatnya tidak tunggal. Di kalangan orang Jepang, mereka yang berasal dari Okinawa dianggap "bukan Jepang", alias "liyan" di negeri sendiri.

Suatu perasaan yang menemukan kesamaan irama dengan Pingkan yang seringkali mengeluhkan jati dirinya antara mengikuti tata hidup kebanyakan orang Menado, daerah asal ayahnya, atau Jawa, tempat kelahiran sekaligus juga daerah asal ibunya. Keluhan yang semakin mengkristal, semakin menegaskan kediriannya yang "liyan", kala ia berkumpul dengan keluarga besar Pelenkahu.

Identitas "liyan" yang juga membuat Katsuo minder mendekati Pingkan karena bukan kelahiran Indonesia, lebih khusus lagi Jawa atau Menado. Kondisi yang kemudian mengasingkannya dalam relasinya dengan Pingkan dan Sarwono.

Di sini kita juga akan lebih banyak berhadapan dengan dunia metafisika Jawa dan Jepang. Ibu Hadi, ibunda Sarwono, yang menganggap anaknya tidak menderita sakit biasa melainkan mengalami kepergian jiwa/roh, memasang inthuk-inthuk (sesaji penangkal gangguan gaib) di depan rumahnya. Berharap agar roh Sarwono kembali ke dalam jasadnya.

Adapun Katsuo menganggap Sarwono telah kehilangan mabui-nya, semacam roh/jiwa, yang mengharuskannya menjalani upacara mabui-gumi (pemanggilan roh). Sebuah upaya yang biasa ia saksikan semasa tinggal di Okinawa karena ibunya adalah kaminchu atau "orang pintar" di tempat tinggalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun