Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makanan Tan Kasat Mata

13 Januari 2021   10:31 Diperbarui: 13 Januari 2021   10:57 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia terdiri dari 2 unsur besar yaitu  unsur nyata (lahiriyah), dan unsur gaib ( batiniyah ) sudah barang tentu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bak 2 sisi mata uang. Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk memahami perintah dan petunjuk Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dikaji maknanya dari 2 sisi tadi. Kemudian pengamalannya atau pewujud-nyataannya hendaklah tercermin didalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari -- hari. Kecuali itu hendaklah dua sisi tersebut merupakan satu kesatuan yang bulat, dan utuh dari kedua sisi tersebut, artinya kedua sisi tersebut tidak berjalan sendiri - sendiri.

Dalam melakoni hidup, dan kehidupan di atas dunia ini manusia hendaklah pandai dalam memilih asupan yang akan dikonsumsi, agar memperoleh kesehatan prima. Mengingat manusia terdiri dari 2 unsur besar, maka unsur lahiriyah membutuhkan asupan berupa makanan kasat mata, yang artinya jenis makanan yang kelihatan atau makanan yang dapat dilihat oleh mata. Sedangkan unsur batiniyah atau unsur gaib juga membutuhkan asupan, sudah barang tentu asupannya berbeda dengan asupan bagi lahiriyah, yaitu berupa makanan tan kasat mata artinya makanan yang tidak dapat dilihat oleh mata, atau makanan yang tidak kelihatan.

Untuk memahami apa yang dimaksud asupan, berupa makanan kasat mata, dan makanan tan kasat mata mari kita simak uraian selanjutnya melalui roso pangroso kita, sebagai berikut. Surat Abasa ayat 24. maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.

Sudahkah perintah dan petunjuk Allah ini dilaksanakan dengan benar dan tepat? Bagaimana cara melaksanakan? Mari kita mengaji bersama.     Manusia dapat bertahan hidup di atas dunia ini, karena mendapat asupan berupa makanan, baik berasal dari hewan maupun dari hasil tanam tumbuh. Agar manusia mempunyai tubuh yang sehat, hendaklah diberi asupan yang akrab disebut dengan 4 sehat, 5 sempurna. 

Artinya asupan yang berupa makanan tadi hendaklah memenuhi persyaratan tertentu. Yaitu makanan harus cukup karbohidrat, cukup protein, cukup sayuran, cukup buah-buahan, serta akan lebih sempurna lagi kesehatan tubuh kita, bila dilengkapi dengan unsur kelima yaitu minum susu. Dengan demikian seseorang akan mendapat kesehatan prima, sehingga mampu beraktivitas sehari - hari secara optimal.

Kalau dilihat dari uraian tersebut, sudah jelas bahwa makanan tersebut adalah jenis makanan yang termasuk makanan kasat mata. Artinya makanan yang dapat dilihat oleh mata atau kelihatan, karena memang makanan jenis ini untuk memenuhi kebutuhan unsur manusia yang kasat mata berupa lahiriyah atau tubuh manusia, ya wadag manusia ini.

Tetapi kalau hanya jenis makanan kasat mata ini yang diberikan, berarti orang tadi belum dapat berlaku adil terhadap dirinya sendiri. Mengapa dikatakan belum dapat berlaku adil terhadap dirinya sendiri? Karena yang diberi asupan baru unsur lahiriyahnya saja, agar menjadi sehat dan bugar. Padahal manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur nyata dan unsur gaib. 

Lalu batiniyah atau unsur gaib yang disebut Sang Suci, diberi asupan apa selama ini? Dan bagaimana cara untuk memberi asupan berupa makanan yang sehat dan menyehatkan bagi Sang Suci? Asupan bagi Sang Suci berupa makanan tan kasat mata, tidak  lain adalah melaksanakan segala perintah dan petunjuk Allah dengan benar dan tepat. Sebagaimana diingatkan dalam firman Allah, diantaranya surat Abasa  ayat 23. sekali -- kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya.  

Bagaimana caranya? Mari mulai saat ini, dibiasakan atau dibudayakan agar kita tetap dalam keadaan sadar dan selalu ingat (Jawa = eling) secara terus menerus tanpa terputus (mendirikan shalat). Agar setiap perbuatan yang sesungguhnya tertuju untuk kepentingan sang wadag, sekaligus juga ditujukan untuk kepentingan Sang Suci.

Samakah jenis makanan bagi sang wadag, dengan makanan bagi Sang Suci? Sudah barang tentu, jenis makanannya berbeda. Kalau sang wadag, jenis makanannya berupa makanan kasat mata artinya makanan yang dapat dilihat oleh mata, atau kelihatan seperti: sate, gule, hotdog, tongseng, hamburger, getuk, tiwul, rawon, opor, rendang dan lain sebagainya; Sedangkan makanan bagi Sang Suci, jenis makanannya berupa makanan tan kasat mata artinya makanan yang tidak dapat dilihat oleh mata, atau tidak kelihatan berupa segala perintah dan petunjuk Allah. 

Salah satu contoh. Sebagai penganut Islam, tentunya sudah tidak asing lagi dengan kata wudhu. Bahkan sudah terbiasa melakukan atau mempraktekkannya, saat mau melaksanakan sembayang. Dengan urutan, membaca Bismillahirrahmanirrahim, membasuh kedua tangan hingga pergelangan, berkumur, membasuh kedua lubang hidung; Berniat kemudian membasuh muka, membasuh kedua tangan hingga siku, membasuh jidat ( dahi ), membasuh kedua telinga, dan membasuh kedua kaki hingga mata kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun