Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Makanan Tan Kasat Mata

13 Januari 2021   10:31 Diperbarui: 13 Januari 2021   10:57 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demikian juga tentunya agar dipahami makna kegiatan - kegiatan lain seperti sembayang, puasa, haji yang sesungguhnya ritual ini membangun hubungan vertikal antara kita manusia yang diciptakan, dengan Allah Swt. yang menciptakan, yang umumnya dikenal dengan sebutan hablumminallah. Bila sudah dapat memahami makna yang terkandung didalamnya, mudah--mudahan kegiatan ritual tersebut tidak hanya sekedar memper-oleh kesia -- siaan belaka.

Pada umumnya penganut Islam kalau mengerjakan ritual ini ( hablumminallah ), yang terpikir hanyalah mendapat pahala sebagai bekal masuk surga. Benarkah pendapat tersebut? Tampaknya pendapat tersebut perlu diluruskan, agar umat tidak semakin dalam terjerumus ke lembah sesat. Justru pahala yang diperoleh dari ritual hablumminallah ini tidak dapat sebagai bekal masuk surga, karena pahala dari ritual hablumminallah ini langsung diterimakan langsung kepada yang bersangkutan agar dapat meningkat kualitas dirinya menjadi insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur.

Misal. Saat melakukan sembayang, seseorang telah mengucap Allahhuakbar (Allah Maha Besar). Lalu melakukan gerakan rukuk. Melakukan sujud dengan posisi tubuh duduk membungkuk, hingga dahi menyentuh lantai dengan mengucap Allah Maha Tinggi. Ini merupakan pengakuan seseorang, bahwa dirinya amat kecil dibandingkan dengan Allah Swt. Tuhan Yang Maha Segalanya.  Setelah sembayang ucapan, gerakan rukuk, dan sujud memang sudah tidak dilakukan oleh sang wadag ( lahiriyah ). Tetapi gaib tetap wajib melakukan rukuk, dan sujud sampai akhir khayat. Dengan demikian manakala telah sampai janjinya malaikat yang diutus Allah akan mewafatkan seseorang, kapanpun dan dimanapun keberadaan seseorang tadi hakekatnya wafat dalam keadaan rukuk, dan sujud.

Kesabaran, kejujuran dan keiklasan seseorang, diuji saat melaksanakan ibadah haji. Karena pada saat ritual tersebut pisik/wadag seseorang sudah pasti, akan menerima berbagai macam cobaan dalam melaksanakannya. Selama melaksanakan ritual haji, hendaklah  seseorang dapat menerima kenyataan tersebut dengan sabar dan iklas lahir dan batin apapun yang terjadi pada pisiknya.

Demikian pula kejujuran diuji diritual haji ini. Diwajibkan mengelilingi Ka'bah 7 kali dalam keadaan berwudhu. Andaikan seseorang baru mengelilingi Ka'bah 1 kali lalu keluar, dan mengatakan kepada orang lain, bahwa dia sudah mengelilingi sebanyak 7 kali. Siapa yang tahu, kalau seseorang itu sebenarnya tidak genap 7 kali. Demikian pula selama mengelilingi Ka'bah buang angin seharusnya keluar, dan berwudhu tetapi diteruskan saja tawafnya. Siapa yang mengetahui kalau seseorang itu buang angin.

Namun kesemuanya dipatuhi, mengelilingi Ka'bah ya sampai 7 kali, buang angin ya lalu keluar untuk berwudhu kemudian melanjutkan tawafnya. Kesemua ini tidak lain adalah untuk melatih atau menggembleng kesabaran, kejujuran, dan keikhlasan atas diri kita sendiri. Ritual haji usai, memang wadag sudah tidak melaksanakan rangkaian ritual berhaji tadi; Tetapi gaib tetap wajib melaksanakan dengan mengedepankan rasa iklas, sabar, dan jujur terhadap apapun yang terjadi pada dirinya, sampai akhir hanyat. Dengan demikian manakala telah sampai janjinya malaikat yang diutus Allah akan mewafatkan seseorang kapanpun, dan dimanapun berada seseorang tadi hakekatnya wafat dalam kondisi berhaji.


Pengendalian diri seseorang juga dilatih melalui ritual puasa. Selama bulan Ramadan penganut Islam wajib melaksanakan puasa, hakekatnya untuk membangun diri agar dapat mengendalikan diri dari pengaruh buruk yang berseliweran dilingkungannya. Selama bulan Ramadan lahiriyah wajib menahan haus dan lapar di siang hari, sedangkan batiniyah wajib menahan nafsu dengan: tidak menjelek -- jelekkan pihak lain, tidak berbohong, tidak menggunjing pihak lain, tidak mengkafirkan pihak lain, tidak berpikir negatip dalam menyikapi keadaan, dan seterusnya silahkan dikembangkan sendiri.

Usai ritual puasa di bulan Ramadan, puasa lahiriyah sudah tidak wajib dilaksanakan, namun puasa batiniyah tetap dilaksanakan sampai akhir hayat. Artinya meskipun kuwajiban puasa dibulan Ramadan sudah usai, tetapi batiniyah tetap dipuasakan dengan: tidak menjelek -- jelekkan pihak lain, tidak berbohong, tidak menggunjing pihak lain, tidak mengkafirkan pihak lain,  tidak berpikir negatip dalam menyikapi keadaan, dan seterusnya sampai akhir hayat. Dengan demikian manakala telah sampai janjinya malaikat yang diutus Allah akan mewafatkan seseorang kapanpun, dan dimanapun berada seseorang tadi hakekatnya wafat dalam kondisi berpuasa.  

Hendaklah ritual sembayang, puasa, haji dikondisikan atau dianalogikan atau dialur pikirkan layaknya kawah candradimukanya bagi penganut Islam. Untuk melatih, menggembleng, atau menempa diri agar terbentuk insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur. Atas hasil karya, atau hasil kerja, atau hasil perbuatan, atau hasil darmabakti insan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur inilah, mudah - mudahan disediakan ganjaran, atau hadiah, atau gift, atau pahala baginya, layaknya sang Gatotkaca yang lalu diwisuda menjadi ratunya para dewa itu.

Jadi ganjaran, atau hadiah, gift, atau pahala itu tempat memperolehnya bukan di dalam kawah candradimuka, atau bukan saat dalam melaksanakan kegiatan ritual: sembayang, puasa, dan haji itu. Tempat memperolehnya, ya dimana manusia atau insan tersebut mengamalkan atau mewujud -- nyatakan hasil penggemblengan dirinya melalui rangkaian kegiatan ritual tersebut. Yaitu di tempat yang bersangkutan melakukan perbuatan nyata, atau karya nyata, atau kerja nyata, atau tindakan nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baru Allah akan memberikan hadiah, atau gift, atau ganjaran, atau pahalanya.

Jadi pahala yang dapat digunakan sebagai bekal menuju ke surga itu insya-Allah, akan diberikan Allah kepada seseorang yang melaksanakan perbuatan atau yang membangun hubungan horizontal, artinya membangun hubungan kepada sesama. Hubungan kepada sesama disini, bukan hanya kepada sesama manusia, tetapi kepada sesama makhluk ciptaan Allah atau umumnya dikenal dengan sebutan habluminanas.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun