Kembali ke kasus rasisme yang menimpa Vinicius Junior, tentu kita tak akan kehabisan kata-kata untuk membahas talenta-talenta sepakbola yang berasal dari Brazil.Â
Tradisi sepakbola dan kualitas permainan dari para bintang sepakbola di negara khas samba dan jogo bonito tersebut memang tak perlu diragukan. Lebih dari itu, banyak para pemain asal Brazil yang memilih berpetualang ke benua eropa guna mencari peruntungan dan meningkatkan kualitasnya. Sebut saja Neymar, Ronaldinho, Casemiro, Kaka, hingga Ronaldo pernah merasakan ketatnya persaingan sepakbola benua eropa.Â
Kasus rasisme yang menimpa Vinicius Junior hanyalah salah satu dari banyak kasus rasisme yang menimpa para pemain berkulit hitam. Jika kita memelajari situasi dan kondisi modern saat ini, perilaku rasisme pun sudah kian menyebar dan terjadi bukan hanya di dalam lapangan sepakbola melainkan juga sudah terjadi di media sosial.Â
Sebut saja salah satu kasus yang menimpa pemain Crystal Palace yakni Wilfred Zaha. Pemain internasional Pantai Gading tersebut, sering mendapatkan perilaku rasisme terutama pasca pertandingan Crystal Palace berakhir.Â
Seperti mengutip dari laman BBC, Zaha menyatakan bahwa " Bagi pemain sepakbola berkulit hitam, memiliki akun Instagram sudah tidak lagi menyenangkan. Anda tidak bisa menikmati akun Anda. Saya pun takut untuk membuka kotak pesan di media sosial. Saya sudah tidak memiliki aplikasi Twitter di telepon genggam, karena hamper bisa dipastikan Anda akan berbagai macam serangan, terutama setelah pertandingan berakhir.
Perilaku rasisme sendiri merupakan perilaku negatif yang harus terus diselesaikan oleh pihak berwenang termasuk FIFA sendiri selaku induk organisasi sepakbola dunia. Fifa sendiri dalam kebijakan yang dikeluarkan, telah menerapkan berbagai aturan guna menekan perilaku rasis agar tak terjadi di dalam lapangan maupun di luar lapanga.Â
Beberapa di antaranya seperti melakukan jongkok sesaat sebelum pertandingan dimulai untuk menanamkan sikap peduli bahwa semua pesepakbola walaupun berbeda suku bangsa tetaplah manusia yang sama secara sosial.Â
Dari peristiwa rasisme yang menimpa Vinicius Junior kita dapat memetik beberapa pelajaran berharga khususnya bagi kita sebagai bangsa dan masyarkat Indonesia yang hidup dalam kemajemukan.
Belajar menerima perbedaan
Proses pendewasaan seseorang dalam menerima segala perbedaan salah satunya adalah sikap terbuka dan siap menerima dengan lapang dada segala perbedaan yang hadir dalam kehidupan sehari-hari.Â
Perbedaan agama, suku, etnis, gaya bahasa hingga status sosial hanyalah sebatas pelengkap dalam menjalani fungsi dan tanggung jawab sebagai manusia. Selebihnya, kita sama secara esensi di mata Tuhan Yang Mahakuasa.Â
Jika sikap saling menerima dan peduli terhadap segala perbedaan ini telah tertanam, bukan tidak mungkin, kita dapat terus hidup sebagai bangsa yang besar dan siap maju di masa yang akan datang.
Kualitas Lahir Dari Konsistensi Diri Bukan Komentar Orang Lain