Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penyair dan Perempuan Matahari

26 Juli 2021   16:14 Diperbarui: 26 Juli 2021   16:30 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image from pixabay.com

Dia seorang penyair yang sukses dengan headline di sepanjang waktu, puisinya menghipnotis para pemirsa dan nyonya admin. Sering berkisah tentang matahari yang melepaskan gaun merahnya  di senja tenggelam, membuat rima sajak yang aduhai. Aku salah seorang pengagumnya selalu berpendar wajahku setiap membaca diksi yang tiada duanya. 

Terutama sajak-sajak matahari nan mempesona. Dan kupikir ada seseorang yang spesial dari nada iambik nya, seorang wanita istimewa, dan mereka menyebutnya wanita seperti matahari. Mereka bersahutan dalam susastera yang begitu lembut nan gairah, membuat kami menyetujui bersama keindahan cinta. Sementara diriku yang mengikuti arus, mengalir saja seperti selokan yang luput dari perhatian dan keramaian asmaradana.

Seorang lelaki penyair yang sukses dan seorang wanita seperti matahari, mereka adalah pasangan serasi. Sedang aku? Hanyalah seekor pungguk merindukan rembulan, sekalipun matahari menyinari segala rerumput hijau, namun tak pernah secuilpun menghangatkan hatiku yang diam-diam setengah mati memujanya, yang mencintai bertepuk sebelah tangan.

Namun waktu yang tak lekang harusnya mengakhiri entah itu stagnan atau kematian yang mebosankan, akhirnyapun terealisasi sejalan takdir di dalam semesta.

Apakah engkau sudah selesai? Sang penyair bertanya kepadaku. Dan aku manggut-manggut membenarkan, bahwa aku telah menyadari bahwa waktuku sudah selesai.

Bagaimana dengan dirimu? Aku balik bertanya.

Hahahaha.. Penyair itu hanya terbahak dengan nada meremehkan.

Bagaimana dengan perempuan Matahari? Aku tak putus asa untuk menanyakannya tentang nasib perempuannya.

Hahahahaha... Penyar sukses kembali tertawa lebih kencang, seperti menemukan kepandiran.

Dan memang tak selang lama, perempuan cantik itu muncul yang langsung menelusup kedalam rangkulan mesra sang penyair. Aku yang tersihir hanya melongo melihat sinar mentarinya yang masih saja menyelimutinya.

 Ah! Apakah engkau masih bercinta? Tentu saja! jawab mereka berdua. Lalu aku semakin tersudut lebih kecil dibandingkan di dunia. Dan lebih menyakitkan aku harus memanggul cinta terpendam yang berkepanjangan, menembus waktu yang tak terhingga rasanya. Kemudian aku berlari melampuai mereka berdua, terus berlari tanpa henti hingga melewati orang-orang yang juga berjalan menyusuri arah yang sama.

Hei! Buat apa kau berlari? Orang-orang meneriakkan makian kepadaku.

Dia sudah gila! Mau apa kau, lelaki dungu? Tanya seorang lelaki tua bernama Siroki.

Aku akan menunggu di persimpangan! Sahutku tanpa menghentikan laju kakiku.

Semua orang menggeleng-gelengkan kepalanya. Bukankah perjalanan semua ini adalah kesabaran?

Maaf aku tak tahan melihat Matahari di belakang! Teriakanku sambung menyambung yang entah didengar atau tidak, aku tak memedulikannya. Karena hatiku demikian perih. Bagaimana bisa mereka berbuat demikian di kesudahan ini?

Dan orang-orang yang berbaris itu menengok kebelakang sampai yang paling belakang dimana pasangan romans itu lelet tertinggal. Terlihat pasangan lelaki penyair dan perempuan Matahari masih berpeluk mesra.

Hei! Bisakah mereka diberitahu? Hampir berbarengan keluar suara dari kerumunan itu sembari menunjuk.

Biarlah!  Mereka tidak tahu bahwa waktu mereka telah selesai!

Pasangan ini tidak menghiraukan suara mereka, karena keduanya sedang dimabuk asmara, maka para pejalan itu mulai membiarkan saja.

Pasangan serasi itu malah tertawa memperhatikan masing masing wajahnya dalam pelukan panjang mereka. Bibir mereka yang hangat mengucapka mantera-mantera dan puisi-puis cinta yang makjleb! Meskipun terdengar individu, namun tetap terngiang indah di telinga para pembaris didepannya, entah apakah mereka terhanyut atau memikirkan hal yang lebih penting. Sepertinya massa terbelah, antara pro dan kontra.

Aku yang telah tiba dipersimpangan duduk menanti untuk memilih jalan ke kiri atau kanan. Hanya ada satu pilihan yang menentukan. Dan sebagian orang-orang sudah memilih jurusan sesuai takdirnya, aku cukup menunggu. Karena meski hatiku rusak oleh Matahari yang cantik, aku tak tega membiarkannya jatuh ke dalam syair indah yang seharusnya selesai disini.

Dan ketika akhirnya mereka berdua tiba di dekatku di persimpangan ini, kulihat mereka masih saja beradu lutut saling berkasih-kasihan. Mereka melangkahkan kaki berpadu sekehendak cinta mereka tanpa mata dan kepala, namun dengan perasaan. Yang tentu saja berbahaya untuk memilih arah jalan yang harus dipilih di persimpangan ini. 

Aku sendir berlari ke seberang menjauhi  salah satu pilihan jalan bercabang itu, sedang mereka terlihat tanpa sadar memilih cabang jalan yang berbeda denganku.

Matahariiii..! Aku menjerit keras memanggilnya setelah aku diberitahu bahwa di seberang jalan bercabang yang dipilih itu bukanlah nirwana. Aku menangis dan sungguh-sungguh minta maaf karena aku hanya tahu sepersekian ribu detik di persimpangan aku baru diberitahu bahwa jalan bercabang dua itu salah satunya adalah lawan surga.

Tapi segala sudah terlihat terlambat. Aku merasakan angin bertiup dingin, yang terakhir kulihat keluar dari bibir dan dada mereka. Melihat kejutan yang menyakitkan dari kekosongan kedua mata mereka, Penyair dan Matahari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun