Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertunjukan Matahari

2 April 2021   06:57 Diperbarui: 2 April 2021   07:00 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

Lalu kami berdua berjalan dan menghadap tempat matahari. Setelah menunggu cukup lama guna mebiarkan awan menyingkir, kami mengamati cakrawala. Kami melihat seberkas cahaya, lalu cahaya, lagi dan lagi sampai matahari terbit.

Warna merah muda berfrase ungu yang indah mulai menyirami kota, terutama menara-menara gereja yang tinggi. Lalu hutan yang mungkin menjadi bagian paling akhir. Dimulai dari pucuk pepohonannya yang langsung menginspirasi burung-burung padi untuk memulai lagu mereka yang ceria, bahkan sebagian lagi terkekeh. Mereka juga berenang di lautan langit merah bersama daun-daun penurut yang hanyut ke dalam perairan warna.

Hingga tiba di waktu selanjutnya sekelompok tupai berlarian dan meneriakkan tentang matahari terbit seperti gosip yang meluncur ke tetangga mereka dengan dibumbui sedikit berita yang sangat menarik.
Kemudian yang cukup fantastis, mulai terlihat bukit-bukit seperti wanita yang membiarkan rambut mereka tergerai, melepaskan ikatan rambutnya.
Aku terpaku dan Syana tersenyum. Kelihatannya dia sudah terbiasa dengan pertunjukan ini.

"Apakah itu itu pesawat?" aku bertanya menunjuk ke atas, namun Syana membisu.

"Oh, tidak! Apakah itu Superman?" kembali aku berkomentar tapi Syana masih diam.
Aku masih menerka-nerka ditengah kekaguman, menatap ke langit yang penuh teka-teki. Pikiranku teringat akan filem koboi jaman baheula, 'The Lone Ranger' seorang koboi soliter bertopeng.

"Siapa pria bertopeng ini?" ku bertanya tanpa sadar menunjuk seraut wajah di atas. Lalu kami berdua mundur dan berkata.

"Wow! Itu adalah matahari!"

Lalu sang matahari naik keatas kepala kami berdua sampai dia diam dan menyorotkan kuning menyala. Ku tanyakan kepada Syana gadisku apakah pertunjukan selanjutnya.

"Mmmm... kita akan melihat segera" jawabnya dengan semangat empat lima. Beberapa jam kemudian ditengah kantuk, Syana menunjuk ke arah barat.

"Lihat sayang, genteng-genteng telah menjadi ungu!" sergahnya. 

Aku melihat arah yang ditunjukkan lengannya. Dan benar adanya, warna ungu mulai gentayangan disemua atap. Tepat diatasnya terlihat pita-pita berwarna merah pudar mulai tertarik ke barat. Sekejap kemudian semua warna menjadi berantakan, seperti ada yang menyembunyikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun