Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dongeng: Menangkap Air

23 Februari 2021   08:53 Diperbarui: 23 Februari 2021   09:06 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Engin Akyurt from Pixabay

Hujan reda ketika waktu hari menempuh pagi. Orang-orang ramai memberitakan banjir dua meter dan Inka mendapati lantai dasar rumah digenangi air. Mama menahannya untuk tetap berada di lantai dua kamarnya dan mengancam untuk tak perlu memandang air banjir di bawah.

Meski takut Inka penasaran untuk melongok banjir ke ruang bawah. Jemarinya bergetar saat menatap air dibawah mengayun lunglai, dalam, dan sunyi, layaknya air tanpa lantai yang mengerikan.  

Dalam remang cahaya tanpa PLN, genangan itu tampak seperti sumur yang menawarkan lubang hitam.  Tidak ada wajah yang bersahabat dari tetangga dunia lain sebagai penghuni di dalam sana.

Inka bergidik bulu romannya,  membawa kesadaran bahwa air banjir itu hanya memperlihatkan permukaan air seperti lapisan kaca sementara masih banyak lagi dibawahnya yang tak terduga membawa kedalam misteri  yang menawarkan jurang tak bertuan.  Sebuah sumur tanpa warna, diam, dan menyeramkan.

Berlama menatap banjir, tubuh Inka melemah dan melorot roboh. Mama naik berlari panik menyambut tubuh semaput anak wedoknya.  Berteriak memanggil para asisten rumah tangga untuk emergency.

"Sudah mama katakan, kamoeh tidak perlu melihat air lagi, kan!?" Begitu omel mamah saat Inka mulai siuman. "Jangan marah-marah mama sayang, Inka pusing, mual dan darah rendah nih" Inka masih bisa protes dengan mata terpejam. Seketika mama sadar lalu menurunkan tensi, membelai rambut 'ences' kesayangannya itu.  


Masih terbaring di ranjang, Inka membuka matanya, merasakan vertigo pusing tujuh keliling. "Air itu masih di sana Mah..." Lirih Inka bertanya. "Sudah sayang kamu tak perlu menggubrisnya lagi, kan?" Bujuk sang mama. "Inka takut, Mah..". "Kan ada Mamah.."

"Banjir itu seperti sumur tanpa dasar dan sama sekali tanpa pantulan cahaya , di dalamnya seperti ada  hantu menakutkan Mah. Inka enggak mau melihat banjir lagi.." 

Tiba-tiba mata Inka terbalik balik dan kembali pingsan. Mama dobel senewen berusaha menyadarkan  dengan wewangian kayu putih dan berhasil menormalkan kembali kesadaran Inka, namun tak sepenuhnya, Inka masih terbujur lunglai.  

Mama bingung kerna hanya itu yang dapat diperbuat, mau menelpon dokter keluarga tidaklah mungkin, kerna banjir sudah mengepung. Kecuali evakuasi bersama tim karet yang beberapa kali sudah keliling perumahan mewah tersebut. Namun mama belum memutuskan tindakan kerna Inka akan pingsan bila melihat banjir.  Mama pun terus  berdoa supaya diberikan pertolongan dari atas.

Dan bersama gerimis tersisa,  doa mama dijawab ketika terdengar ketukan keras dari luar jendela kamar. Bergegas mama menjelang daun jendela kerna menduga tim penyelamat banjir tiba, namun ternyata diluar dugaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun