Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan-perempuan Perkasa ala Lensa

8 Maret 2018   13:22 Diperbarui: 8 Maret 2018   13:46 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Srikandi Lensa memindahkan batu fondasi (foto: dok pri)

Dari ratusan relawan yang tergabung dalam komunitas sosial Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa) Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang, hampir separuhnya merupakan kaum wanita. Mereka adalah perempuan- perempuan perkasa yang pantang mengeluh serta tahan banting. Berkaitan Hari Perempuan Internasional yang jatuh hari ini, saya tertarik mengupasnya. Berikut catatannya tentang mereka.

Setiap mengikuti aktifitas relawan Lensa, baik di Kota Salatiga mau pun Kabupaten Semarang, selalu ada saja yang menarik perhatian. Kegiatan mereka yang hanya fokus pada penderitaan duafa, makin menarik untuk disimak. Apa lagi para relawan perempuannya, mereka tangguh di segala medan yang terkadang sulit dikerjakan oleh kaum pria.

Karena kegiatan relawan Lensa meliputi pembagian nasi bungkus tiap hari Jumat, pembagian sembako dua minggu sekali , bedah rumah setiap bulannya dan merawat duafa yang sakit, otomatis para Srikandinya harus menyesuaikan situasi.Seperti yang terlihat saat melakukan bedah rumah di Desa Rowosari, Tuntang, Kabupaten Semarang bulan Febuari lalu. Ibu- ibu muda, tak segan memindahkan batu- batu untuk fondasi.

Bedah rumah di Cukilan, Suruh, Kabupaten Semarang (foto: dok pri)
Bedah rumah di Cukilan, Suruh, Kabupaten Semarang (foto: dok pri)
Bebatuan yang dimanfaatkan untuk fondasi, dengan enteng mereka angkat tanpa khawatir jari lembutnya tergores. Satu persatu, batu- batu tersebut dilangsir menggunakan tangan kosong. " Kita mah sudah biasa yang beginian, pokoknya pantang pulang sebelum senyum duafa mengembang," ungkap Kartini Riko, perempuan perkasa asal kampong Margosari itu.

Begitu pun ketika bedah rumah milik nenek Tayem (80) warga Dusun Gejugan  RT 24 RW 05,    Cukilan, Suruh, Kabupaten  Semarang yang saban hari makan nasi ditemani lauk berupa bubuk kacang tanah. Para Srikandi ikut mengangkuti material, pasalnya medannya memang tak memungkinkan material diturunkan di depan rumah. Mereka bahu membahu menyelesaikan pekerjaan kaum lelaki, sungguh keren.

Memang, bagi relawan Lensa, taka da diskriminasi dalam hal apa pun, termasuk ketika menggelar bakti sosial. Urusan angkat mengangkat beban, bukan monopoli lelaki, selagi masih bisa dijangkau , maka para Srikandinya bakal turun tangan. " Ngaduk semen hayuk, angkat batu ga masalah. Yang penting duafa sasaran kita bahagia, kita ikut bahagia," ungkap Kartini, aktifis gereja yang tidak pernah ketinggalan mengikuti semua kegiatan.

Apa yang disampaikan Kartini memang bukan bualan belaka, selama mengikuti mereka di lapangan, banyak orang yang dibuat terheran- heran. Apa lagi saat di pelosok pedesaan, warga merasa kagum, bagaimana mungkin orang kota yang awam dengan bangunan namun piawai mengaduk semen ? " Kami bisa karena biasa," kata Susilowati, rekan Kartini.

Berjalan kaki menuju rumah duafa (foto: dok pri)
Berjalan kaki menuju rumah duafa (foto: dok pri)
Naluri Keibuannya

Di berbagai lokasi sasaran, mayoritas merupakan desa pelosok di Kabupaten Semarang, mereka kerap menemui jalanan yang susah dijangkau menggunakan kendaraan bermotor. Akibatnya, mereka menempuhnya dengan jalan kaki. Duh, padahal bila pas berbagi sembako, sasaran yang dituju biasanya meliputi 10 sampai 15 dusun yang memakan waktu seharian.

Beragam titik sasaran, kerap ditempuh ketika cuaca tak ramah. Seperti yang terjadi di wilayah Kecamatan Bergas, konvoi sepeda motor melewati jalan aspal bekas kegiatan klub motor (trabas) yang penuh lumpur.  Akibatnya, fatal. Dua motor terbanting diaspal. Salah satunya milik Endria Shanti, relawan asal Ungaran yang memboncengkan putrinya. Remaja tersebut, lututnya berdarah darah.

" Ini hanya penderitaan kecil, sangat ringan dibanding penderitaan para duafa di luar sana. Alhamdulillah, putri saya juga tidak kapok, malah dia jadi ketagihan," jelas Endria Shanti yang sekarang tengah menunggui putrinya opname di RSUD Kota Salatiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun